[37] Posesif

822 142 107
                                    











***Selamat Membaca***













"Kak Jungkook..." Suara Jimin terhenti ketika dia menemukan gumpalan selimut di atas ranjang, dengan kedua pergelangan kaki yang menyilang dan tersembul dari bawah.

Jimin menggigit bibir bawahnya, sedikit ragu untuk mendekat. Namun melihat begitu rapatnya selimut itu membungkus tubuh Jungkook, membuatnya dilingkupi rasa khawatir.

"Kak Jungkook..." Jimin duduk dengan hati-hati di tepi ranjang. "Aku membawakanmu beberapa obat ringan. Apa kau terkena flu?"

Jimin menyingkap selimut, dan mendapati Jungkook yang tertidur. Buru-buru dia menempelkan punggung tangannya pada Jungkook. Benar saja, terasa panas di sana.

"Kakak demam. Apa Kakak ingin sesuatu?" tanya Jimin lagi. Pria manis itu seketika merutuki pertanyaannya sendiri. Mana mungkin Jungkook akan menjawab saat dengan jelas dia melihat pria itu sedang tertidur dengan tubuh yang panas.

"Aku akan membuatkan bubur untuknya. Aku akan melihat video tutorial dulu agar buburnya tidak keasinan. Semoga dia tetap tertidur sampai bubur buatanku matang," gumam Jimin yang sebisa mungkin merendahkan suaranya. Namun siapa sangka tanpa dia ketahui, Jungkook tersenyum tipis mendengar hal itu.

Jimin terperanjat saat lengannya dicengkram oleh Jungkook.

"Tetap di sini. Aku belum lapar, Jimin."

Jimin mengerutkan keningnya dengan ucapan itu. Berpikir bahwa Jungkook sedang berpura-pura tertidur atau sedang mengigau sekarang.

"Aku sudah makan sedikit roti dan minum obat penurun panas. Tetaplah di sini menemaniku. Ini perintah!" tegas Jungkook yang kini telah memindahkan kepalanya ke atas pangkuan Jimin sebelum pria manis itu sempat menjawab.

Jimin bingung dengan situasi canggung ini. Di sisi lain dia merasa kasihan kepada Jungkook. Tahu benar bahwa pria itu bekerja keras akhir-ahir ini, pagi hingga malam. Dan di sisi yang lain, dia tak enak hati dengan posisi mereka sekarang.

Secara formal, hubungan mereka sebatas majikan dan bawahan. Namun secara tak kasat mata, semua perhatian dan perilaku Jungkook, membuat Jimin seakan sedang bermain peran menjadi seorang kekasih. Meskipun Jungkook tidak pernah mengharapkan balasan cintanya akan datang dengan cepat, tetap ada rasa bersalah yang bersarang di hati Jimin. Dia tidak ingin memberi Jungkook sebuah harapan palsu.

"Kak Jungkook ... apa kau lelah menunggu?" pertanyaan itu meluncur tiba-tiba dari bibir Jimin.

Jungkook yang hampir tertidur, terpaksa membuka matanya.

"Jangan menyiksa dirimu sendiri, Kak Jungkook. Kebaikanmu sudah lebih dari cukup untuk orang seperti diriku. Aku tak ingin melukai hatimu dengan memberikan harapan palsu. Kakak berhak mendapatkan cinta yang luar biasa. Hati yang utuh. Kakak tidak perlu mengambil tanggung jawab akan hatiku yang patah ini. Aku baik-baik saja," lontar Jimin tanpa ragu. Merasa perlu menghentikan tindakan Jungkook sebelum pria baik itu tersakiti.

Jungkook menghela napasnya lalu mencoba menegakkan tubuhnya yang serasa remuk karena terlalu banyak berlatih menari dan bekerja di perusahan sang Ayah.

"Apa aku terlihat begitu menyedihkan di matamu? Apa sekarang kau merasa risih dengan semua perlakuanku padamu, Jimin?" tanya Jungkook dengan tatapan sayu dan wajah pucatnya.

Jimin menggeleng cepat. Tak sanggup rasanya untuk menatap wajah Jungkook.

"Cukup biarkan aku tetap di sampingmu, Jimin. Meskipun aku sangat mengharapkan balasan cintamu, aku tidak ingin kau melakukannya dengan terpaksa. Biarkan kehidupan kita berjalan seperti biasa dan jangan mendorongku untuk menjauhimu. Itu saja permintaanku..." Jungkook langsung menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Merasakan berat di kepalanya karena efek obat pereda demam yang sepuluh menit lalu dia minum.

GULAKU [TAEJIN]Where stories live. Discover now