35| Semakin rumit

5.1K 488 122
                                    

Vote dan Comment

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vote dan Comment

Happy reading...

_________________________________________

Sesuai janjinya, saat ini Arlan dan Zea sedang berada di sebuah danau. Mereka duduk berhadapan.

"Kenapa?" Tanya Arlan tiba-tiba.

Zea mengerutkan dahinya tak mengerti. "Apanya?"

Arlan tersenyum mengerti dengan sikap Zea.

"Kalo ada masalah jangan dipendem sendiri. Gak enak, bikin nambah beban pikiran aja. Nanti kamu sakit. Ayo cerita sama aku." Ujar Arlan perhatian.

Zea tersenyum kepada Arlan. Memang hanya Arlan lah yang paling bisa mengerti dirinya. Arlan adalah definisi terpenting bagi Zea.

"Salah gak sih kalo aku marah sama orang yang udah ngomongin hal-hal privasi keluarga aku? Eu.. contohnya... soal keluarga aku yang.. kurang harmonis." Zea tersenyum kecut saat mengatakan kalimat terakhirnya. Matanya mulai memanas kembali. Kenapa ucapan yang Elvano lontarkan masih saja terbayang-bayang olehnya?

"Aku gak suka aja kalo ada orang yang udah nyangkut pautin masalah pribadi aku sama keluarga aku. Kalo aku bisa milih pun aku gak mau lahir dari keluarga itu." Dan ya, Zea tak bisa menahan air matanya. Isak tangisan pun mulai terdengar.

Arlan yang mengerti jika Zea sedang butuh sandaran pun, memilih untuk berpindah dari duduknya yang awalnya berhadapan menjadi bersebelahan. Lelaki itu mengusap punggung Zea, mencoba menjadi penyangga gadis itu dikala dia sedang terpuruk.

Masih dengan isaknya Zea kembali melanjutkan ucapannya. "Gak enak punya keluarga gitu Ar. Mungkin orang nyangka kalo sikap aku berlebihan, tapi ini kenyataannya. Aku paling gak suka dan paling down kalo udah nyangkut keluarga."

Arlan diam saja tak bergeming. Dia hanya menjadi pendengar baik untuk Zea saat ini. Dia tahu yang Zea butuhkan saat ini adalah orang untuk berbagi kisah bukan menjadi pengomentar kisah.

"Kenapa aku lahir dikeluarga itu?" Tanya Zea serak. Tangisannya kian menderas. Dengan cepat Arlan membawa Zea kedalam dekapannya. Arlan memeluk Zea erat.

"Jangan ngomong gitu, orang tua kamu sibuk kerja juga pasti buat bahagiain kamu." Ujar Arlan menenangkan.

"Tapi Ar... yang aku butuhin itu perhatian mereka bukan harta mereka. Percuma juga banyak harta kalo gak bisa bikin bahagia."

"Iya aku ngerti. Ambil sisi positifnya aja ya, dengan kedua orang tua kamu sibuk kerja, kamu bisa jadi pribadi yang mandiri." Arlan menangkup kedua pipi Zea. Menghapus air matanya dengan jarinya.

Ketos vs WaketosWhere stories live. Discover now