54| Yang Terbaik

3K 312 107
                                    

"Jelasin apa yang mau lo jelasin." Zea manatap Elvano sendu. Saat ini keduanya sedang berada di halaman depan rumah Zea.

Terdengar helaan nafas berat dari Elvano. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk memberi tahu Zea, tentang apa yang Bunda-nya Vilda inginkan. Terasa berat jika harus mengakuinya. Dia belum siap kehilangan Zea dalam waktu dekat-dekat ini.

"Setelah gue jelasin, apa lo akan berniat buat nyerah dan ninggalin gue?" Tanya Elvano lirih.

Dapat disimpulkan jika perkataan Elvano barusan adalah akar dari semua permasalahan yang terjadi dalam hubungan mereka. Elvano berbohong dan tidak mau jujur kepadanya karena takut Zea menyerah dan meninggalkannya. Itu yang ada dalam pikiran Zea sekarang.

"Semua tergantung apa yang lo jelasin, Van." Jawab Zea pelan. "Gue gak akan nyerah dan ninggalin lo kalo apa yang lo akan jelasin itu masuk akal dan solusi terbaik buat hubungan kita." Zea menghela nafasnya sebentar. Rasanya sulit mengatakannya, namun dia tidak ingin semakin sakit kedepannya jika hubungannya dan Elvano di dasari banyak kebohongan.

"Tapi gue akan nyerah kalo apa yang lo mau omongin jelas-jelas gak bisa gue toleransi lagi." Sambungnya.

Elvano tercekat, rasa takutnya semakin menjadi. Apa dia siap kehilangan Zea? Kehilangan orang yang sudah jelas-jelas dia cari dan dia idamkan sejak lama? Apakah akhir cerita mereka akan berakhir seperti ini?

"Lo tahu Bunda Ayu?" Zea menggeleng tak tahu. "Dia adalah ibu panti tempat gue tinggal dulu," sambung Elvano.

"Terus hubungannya sama kedekatan lo dan Vilda apa? Jangan bertele-tele, Van."

Elvano tersenyum mengerti dan mengangguk. "Jadi, Bunda Ayu itu Bunda-nya Vilda. Dengan kata lain Vilda itu anak dari ibu panti yang dulu rawat gue waktu kecil. Makanya gue dekat sama Vilda. Gue anggap dia sebagai adik gue sendiri." Ucap Elvano pelan.

"Tapi Vilda gak nganggap lo sebagai kakak kan? Dia anggap lo sebagai cowok, dia gak mau lo anggap kalo dia adik? Benarkan tebakkan gue?" Kata Zea melirih.

Dengan sedikit ragu dan pasrah akhirnya Elvano mengangguk. "Semua itu diluar dugaan gue Zea, gue gak tahu kalo dia artiin kabaikan gue sebagai tanda gue suka dia. Gue benar-benar gak ada niat buat bikin dia suka gue, gue cuma mau balas kebaikan Bunda Ayu lewat Vilda. Contohnya dengan menjaga Vilda..."

"Jadi... inti dari semua perkataan lo apa, Van?"

"Bunda Ayu lagi sakit dan dia mau gue jagain Vilda, dia-"

"Jagain dia dengan cara?" Sela Zea.

Elvano menghembuskan nafasnya, "dia mikir kalo sekolah gue tinggal beberapa tahun lagi, jadi dia minta sesuatu sama gue. Mungkin ini kedengaran gak enak banget dan gue juga sempat mikir kalo permintaan dia itu cuma candaan. Tapi--"

"BISA GAK SIH LO NGOMONGNYA TO THE POINT!" Sela Zea membentak.

Andai Zea tahu jika Elvano sedang mengulur waktu. Mengulur waktu untuk tidak berpisah dengan Zea. Dia masih ingin bersama Zea, ingin dapat melihat Zea dari jarak dekat, ingin berbincang dengan Zea dalam waktu yang lama sebelum Zea kecewa dan memilih untuk tidak mengenalnya. Walaupun apa yang dipikirkan Elvano hanya sekedar dugaan-dugaannya saja, tapi dia yakin jika Zea mengetahui semuanya, gadis itu akan memilih untuk meninggalkannya.

"Gue di suruh buat tunangan sama Vilda," ucap Elvano dalam sekali tarikan nafas.

Lain dengan lawan bicaranya, Zea tersentak kaget dan menatap Elvano dengan tatapan tak percaya. "T-tunangan?" Zea tertawa pelan menggelengkan kepalanya. "Lo pasti bohong kan, No? Kasih tahu gue yang sebenarnya, Elvano!" Bentak Zea.

Matanya sudah berkaca-kaca dengan bibir yang bergetar. Menatap Elvano dengan tatapan sendu dan kecewa.

Elvano yang melihat Zea begitu dengan sigap langsung memeluknya erat. Mencium rambut Zea dengan bertubi-tubi. Ini alasan dia berbohong kepada Zea. Ini alasan dia tidak ingin mengatakan kejujurannya kepada Zea. Dia tidak ingin melihat Zea menangis karenanya.

"Maaf... maaf... maafin gue Zea." Berkali-kali Elvano lontarkan perkataan maaf untuk gadisnya ini. Namun bukannya membuat Zea tenang, permintaan maaf Elvano malah membuat Zea semakin terisak.

"Lo... jahat..." lirih Zea.

"Maaf..."

Elvano melonggarkan pelukannya, mengusap dan membelai lembut kedua pipi Zea. Elvano menghela nafas pelan. "Semua keputusan ada di lo Zea," ucap Elvano pelan. Ini adalah ucapan yang sangat berat bagi Elvano untuk dia lontarkan. "Gue gak mau lo ninggalin gue, tapi gue juga gak mau bikin lo semakin sakit hati..." Elvano tersenyum gentir.

Mata Zea kembali memanas, apakah ini akhir dari hubungannya dengan Elvano?

"Apa gak bisa lo nolak permintaan itu, Van?" Tanya Zea pelan.

Sejujurnya ada keinginan untuk menolak permintaan Bunda Ayu, yang dia rasa cukup jauh dari pikirannya. Namun apa buat, mungkin ini cara untuk balas budi kepada ibu panti yang sudah merawatnya.

"Gue mau.... tapi gue gak bisa."

Zea tersenyum gentir, jadi Elvano lebih bisa kehilangan Zea? Kehilangan orang yang katanya sangat berarti dihidupnya? Omong kosong!

Dengan berat hati Zea menepis perlahan tangan Elvano yang berada di pipinya. Mengusap air matanya seraya bernafas. "Oke, kalo itu keputusan lo...." Jeda Zea.

Semoga apa yang dia katakan adalah jalan terbaik bagi keduanya.

"Kita berakhir disini... kita putus!" Tanpa diduga saat mengatakan kalimat barusan, air mata Zea kembali menetes begitupun dengan Elvano.

Apa yang bisa dilakukan Elvano selain mengangguk dan tersenyum sedih. Mungkin ini yang terbaik.

"Gue... boleh peluk lo? Sebentar aja...," pinta Elvano lembut.

Zea mengangguk ragu.

Tepat saat Elvano dan Zea berpelukan. Elvano berbisik pelan yang membuat Zea menangis semakin menjadi.

"Maaf gue belum bisa bikin lo bahagia, maaf gue selalu buat lo marah, maaf selalu bikin lo nangis... semoga bahagia. Gue selalu sayang lo... Zeanna Kintania." Tepat setelah mengatakan itu Elvano langsung melerai pelukannya. Tangannya kembali terulur membelai lembut pipi Zea.

"Gue pulang dulu ya?" Pamitnya. "Selamat tidur."

Terasa hampa. Itu yang dirasakan Zea saat tangan Elvano mulai beranjak dari pipinya. Ia ingin mencegah Elvano untuk pergi, namun dia tidak bisa apa-apa. Hubungannya dengan Elvano berakhir malam ini.

Zea tak menyangka jika mencintai seseorang akan sesakit ini.

Setelah Elvano tak terlihat dari pandangannya, barulah Zea menangis dengan tersendu-sendu. Dia beberapa kali memukul dadanya yang terasa sesak.

"Gue... sayang lo... Elvano."

****

Sebenarnya Elvano belum benar-benar pulang dari rumah Zea. Dia hanya melajukan mobilnya beberapa jarak saja dari rumah Zea.

Bayangan Zea menangis membuatnya semakin sakit. Air mata yang keluar dari mata Zea semakin membuat Elvano marah kepada dirinya sendiri. Kenapa harus Elvano yang diminta permintaan seperti itu? Bukannya ada banyak anak panti yang sudah Bunda Ayu rawat? Kenapa harus merusak kebahagiannya?

Tanpa sadar Elvano mencengkram kuat stir mobilnya. Mengumpat dan sesekali mengacak rambutnya frustasi.

"Maaf... Zea...."

****

TBC!

Senang Elvano putus ama Zea?

Mau ngumpatin Bunda Ayu apa Vilda nih?

Eh Btw, gak kerasa tinggal 6 part lagi menuju ending. Dan juga gak kerasa aku nulis cerita ini hampir 1tahun wkwk.

OH IYAAA, AKU ADA NIAT BUAT GC. ADA YANG MINAT GAK SIH? KALO NGGAK, GAPAPA SIH🤣






Next part? Ramein dong💖

Ketos vs WaketosWhere stories live. Discover now