23. Upbringing

1.7K 309 9
                                    

“Venture outside your comfort zone. The rewards are worth it.”

(Rapunzel - Tangled)

__________

Sepanjang perjalanannya pulang bersama Malachy, Laviona tidak lagi berbicara barang satu patah kata pun.

Satu sisi ia mengakui ini kesalahannya, di sisi lain Laviona merasa ini tetaplah bukan kesalahannya seluruhnya.

Namun, mendengar pernyataan Malachy, Laviona mengakui, jika bukan karena ia yang keras kepala pada dirinya sendiri, hal ini pasti tidak akan terjadi. Setidaknya untuk hari ini.

"Kuambilkan obat dan perban sebentar."

Mal mengatakan itu sesaat setelah membaringkan Laviona di dalam tenda. Ia bangkit berdiri kemudian berjalan keluar.

Laviona diam membisu. Telapak tangannya terangkat menyentuh lilitan kain di lehernya. Basah. Kain itu sudah sangat basah, hingga darah berhasil lolos dan mengalir di lehernya. Dan ketika Laviona menarik tangannya, ia melihat cairan merah mengotori.

Lalu Laviona menyentuh pakaian bagian depannya dengan tangan lain yang bersih dari darah. Meski tidak sebasah kain di lehernya, pakaian Laviona juga meninggalkan jejak kemerahan darah di telapak tangannya.

Laviona mendesah. Pantas saja ia merasa tubuhnya lemah sekali. Matanya memberat diserang kantuk tapi Laviona berusaha terjaga.

Ini aneh. Rasanya mengantuk tapi ia tidak bisa tidur karena perih di lehernya sangat mengganggu.

Akhirnya yang Laviona lakukan hanyalah memejamkan matanya.

"Jangan pingsan dulu."

Tiba-tiba suara Mal menyentak Laviona. Matanya membuka dan bersamaan dengan itu, Mal mengulurkan telapak tangannya ke tengkuk Laviona dan melepas lilitan kain putih yang basah akan darah dari lehernya.

Mal mendesah melihat perban yang rasanya mampu diperas untuk mengeluarkan darah yang diserap. Itu bukti bahwa Laviona telah kehilangan banyak darah.

"Aku tidak pingsan," jawab Laviona.

"Tidur berarti tidak sadarkan diri. Jika kau tidak sadarkan diri sekarang, maka kau pingsan. Itu akan sedikit repot," jawab Mal.

Matanya memandang luka di leher Laviona beberapa saat. Dahinya berkerut melihat parahnya luka itu. Darah masih mengalir.

Mal kemudian mengambil kain basah yang ia bawa di dalam sebuah ember kayu kecil. Diperasnya kain itu kemudian mulai mengusap leher Laviona yang dikotori darah mulai dari bagian yang terjauh dari lukanya.

Laviona mulanya tidak merasa sakit, namun semakin kain itu menyentuh kulit lehernya yang dekat dengan luka sayatnya, rasa sakit itu mulai muncul membuatnya meringis pelan.

"Tahan sebentar," tukas Mal.

Ia langsung membersihkan luka Laviona. Ia melakukan itu dengan cepat namun lembut. Berusaha agar tidak menyakitkan dan tidak memakan waktu lama.

Laviona meringis lagi, kali ini sedikit lebih keras. Namun itu tidak berlangsung lama karena Mal dengan cepat menarik kembali tangannya dan melempar kain itu ke dalam ember.

Mal kemudian berkutat dengan obat yang ia bawa.

"Kenapa kau yang---AKH!"

"Diam." Mal berdesis sembari menatap Laviona memincing. "Berbicara hanya memperburuk lukamu," lanjut Mal.

Ia baru saja meneteskan satu tetes obat yang ia terima dari mantan seorang tabib ke leher Laviona. Mal sengaja melakukan itu agar Laviona diam. Karena seperti yang ia bilang, berbicara hanya akan membuat lukanya semakin parah.

Nightmare [Completed]Where stories live. Discover now