After the Nightmare [5]

1.2K 245 14
                                    

"Ini tidak nyata."

Laviona berjalan tidak karuan di kamarnya. Air matanya tidak berhenti mengalir. Isakkannya tidak mampu ia tahan, terdengar memenuhi kamar.

Pintu ia kunci rapat, tidak ingin peduli pada panggilan cemas Lenox dan pelayan-pelayannya.

Bahkan Malachy tidak datang.

"Kenapa aku tidak bisa ingat?!"

Brak!

Laviona menggebrak meja riasnya. Kepalanya ia jatuhkan di sana, membuat beberapa botol kaca jatuh dan pecah di lantai.

"Tuan Putri!"

Sekali lagi panggilan mereka yang di luar kamarnya ia hiraukan.

Laviona terus bergelut dalam pikirannya. Tangisnya masih tidak terbendung.

"Kenapa sesakit ini?" bisiknya pada diri sendiri.

"Ingat!" Laviona bangkit berdiri. Ia mulai memukuli kepalanya. "Ingat! Ingat! Ingat!"

Laviona melangkah terhuyung menabrak dinding. Tapi dia tidak berhenti, memukuli kepalanya berharap ingatan yang ia butuhkan kembali.

"Itu hanya mimpi! Itu hanya mimpi! Bohong! Tidak nyata!" Laviona menjerit. "INGAAAT!!"

Brukh!

Laviona jatuh bersimpuh di depan pintu balkon kamarnya. Tersedu-sedu sambil meremas dadanya yang berdenyut menyakitkan.

"Kumohon," isakknya lirih. "Kenapa aku tidak bisa ingat?"

Laviona memegang kepalanya yang pening. Matanya ia pejamkan. Meresapi setiap perih di hati yang menyiksanya.

Ia ingin menyerah.

"Ibu," Laviona berbisik lirih. Masih sambil bersimpuh dan di sela isak tangisnya, ia melirih "Jika ibu sungguh adalah dewi ..."

Laviona memejamkan mata semakin erat. Menelan tangis bersama kepahitannya serta-merta.

"Jika yang terjadi memang bukan mimpi ..."

Bahkan Laviona masih percaya itu bukan hanya sekadar mimpi belaka.

"Kumohon,... jika itu nyata. Tunjukkan padaku," lirihnya lagi. "Beri aku tanda ..."

Laviona mendongak. Menatap seisi kamarnya yang hancur berantakan di sela air matanya yang menggenang.

"Tunjukkan pada—"

Ucapan Laviona terhenti. Dadanya mencelos. Antara percaya atau tidak. Antara nyata atau ilusi.

Apa yang ia lihat ini?

Seorang pria yang menggenggam pedang berlumuran darah berdiri di depannya. Menunduk menatapnya dengan kilat haus akan darah.

Emilius.

"Malangnya dirimu."

"Tidak."

Seketika, jantungnya berdecak cepat. Laviona menyeret tubuhnya mundur, hingga punggungnya mendorong buka pintu balkon, menjauh ketika pria itu melangkah mendekat ke arahnya.

"Kau tahu, ikatan unik kalian?"

Ketakutan menyergap seketika. Laviona tidak lagi bisa menjauh kala pembatas balkon menyentuh punggungnya. Usahanya menghindar hanya sampai di situ.

"Sejak awal, keterikatan kalian sudah kuputus. Tak ada lagi ikatan istimewa itu."

Nightmare [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang