After the Nightmare [10]

1.7K 242 11
                                    

"Aku tidak yakin kapan tepatnya semua itu berawal, mungkin pada pertemuan pertama kita hari itu," Keyzaro memulai. Ia duduk di pinggir ranjang Laviona, menyelimuti perempuan itu yang memutuskan untuk duduk bersandar di kepala ranjang sambil menatap lekat kedua matanya. "Memang benar pada awalnya pertunangan itu adalah keinginan orang tuaku, dan aku menyetujuinya hanya karena aku yakin kau akan menolakku seperti yang kau lakukan pada laki-laki lain. Dan aku tidak memberi tahu perempuan yang kucintai itu karena aku pikir aku akan berhasil melewati ini. Aku yakin pertunangan itu tidak akan terjadi karena kau akan menolakku begitu saja."

Keyzaro menjeda ucapannya. Lantas tersenyum tipis mendapati sorot mata kepercayaan Laviona yang perempuan itu arahkan padanya.

"Tapi melihatmu pertama kali hari itu, ... aku tidak yakin pada perasaanku. Aku merasa tengah berkhianat," lanjut Keyzaro. Tatapan matanya meredup, tapi senyumnya tidak pudar. "Aku tidak bisa memikirkan hal lain, tidak bahkan dengan perempuan itu. Yang kurasakan hanyalah perasaan hangat, juga berkhianat."

Keyzaro menunduk. Meraih telapak tangan Laviona dan menggenggamnya erat.

"Lalu kau menyetujui pinangan itu," Keyzaro melanjutkan. "Aku terkejut, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dan ya, kuakui, pada saat itu aku memiliki keinginan untuk membatalkannya. Karena—kau tahu ..."

"Kau tidak ingin berkhianat," sambung Laviona.

"Benar." Keyzaro menghembus nafas dalam. "Hal yang pertama terlintas di pikiranku ketika kembali ke Carolus adalah bertemu dengan dia di hutan—rumahnya. Tapi aku tidak menemukannya, bahkan rumahnya. Tidak kutemukan tanda-tanda keberadaannya di hutan itu, ataupun tanda bahwa dia pernah berada di sana. Semua hilang, seolah eksistensinya tidak pernah ada.

"Berhari-hari itu terjadi, aku tidak menemukan keberadaannya dan hal yang kupikir terjadi adalah: dia tahu perihal pinanganku pada putri Kerajaan Nimlasyr. Dan karena itulah dia pergi, karena dia tidak pernah ingin keberadaannya menghalangiku pada masa depan terbaikku. Menikahi putri kerajaan lain misalnya.

"Tak peduli sekeras apa aku berusaha mencari, dia tetap tidak kutemukan. Jadi kuputuskan untuk segera membatalkan pertunangan kita, agar dia kembali. Lalu kau menyinggung hal yang bisa kumanfaatkan untuk memulai topik itu pada pertemuan terakhir kita."

"Tentang kau terasa familiar?" Laviona bersuara lagi.

Keyzaro terdiam sesaat, sebelum kepalanya mengangguk samar. "Ya, yang itu. Tapi kalau pun kau tidak menyinggungnya, aku tetap akan membatalkan pertunangan itu. Tapi aku tidak mengerti, mengapa itu terasa berat. Mengapa sebagian diriku merasa tidak ingin pertunangannya dibatalkan. Tapi itulah yang terjadi."

"Lalu dia kembali?" tanya Laviona ragu.

Keyzaro terkekeh pelan mendengar itu. Genggamannya pada telapak tangan Laviona mengerat, tatapannya ia alihkan untuk menatap kembali iris hijau perempuan itu.

"Tentu tidak," jawab Keyzaro. "Dan itu membuatku hampir gila. Berbulan-bulan aku tidak lagi bertemu dengannya, sampai aku menyadari satu hal mengerikan."

Keyzaro kembali menjeda kalimatnya. Ia terdiam sejenak, nampak berfikir. Seolah mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan situasi yang ingin disampaikannya.

"Aku bahkan ... tidak bisa mengingat wajah perempuan itu lagi."

Dan ucapan Keyzaro membuat Laviona menaikkan kedua alisnya. Antara takjub juga heran. Sementara Keyzaro masih tampak ingin menyampaikan hal lain.

"Aku berusaha mengingat dan mengingat. Hanya kesia-siaan yang kudapat akan itu," ujar Keyzaro. Ia membawa punggung tangan Laviona dalam genggamannya ke wajahnya, menghirup aroma harum lembut kulit perempuan itu. Tatapannya teralih ke arah lain. "Berhari-hari aku berusaha mengingat, sampai satu malam ... aku tak tahu mengapa aku malah mengingatmu. Sekeras apapun usahaku mengingat wajah perempuan itu, justru wajahmu lah yang terlintas di kepalaku."

Nightmare [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang