Part 34

47 1 0
                                    

Sebelum ia menggunakan kesempatannya untuk pergi, kutaruh tanganku di atas tangannya. "Hey" kataku. "Charlotte"

Sesuatu dalam dirinya menyembul keluar, seperti rasa malu dan takut. Aku tidaak mengerti. Sama tidak mengertinya dengan kenapa ia menghilang selama setahun--hampir dua tahun ini. Ketika ia duduk dan tersenyum, kubalas senyumnya bagai seseorang yang tidak tahu bahwa Charlotte menjauh dariku. Dia yang menjauh, sedang aku bagai kucing yang menangkan kunang-kunang di malam hari. Karna bagaimana pun, aku ingin bersikap normal.

Rasa penasaran ini membuncah, namun yang keluar dari mulutku hanya, "Kemana saja kau?" Bukan pertanyaan sebenarnya, kenapa kau pergi? Ada apa? Apa yang terjadi sebenarnya dengan Daniel? Kemana saja kau?

Ia bergumam, "Oh, haha, tidak kusangka akan bertemu denganmu sekarang" benar-benar basa-basi, "Aku... Tidak kemana-mana. Aku di Lyon selama ini"

"Prancis?"

"Begitulah"

"Kupikir kau ingin menjadi dokter"

"Kau pikir aku seorang desainer?" Lalu kami tertawa, seperti tawa kami yang dahulu. Sejauh ini, semua berjalan lancar.

"Aku seorang dokter psikolog" mendengar kata psikolog, aku teringat dokter-dokter yang menangani Dan. Charlotte memikirkan hal yang sama, mengangkat bahu dengan cara yang aneh dan, "Ya, kuharap dapat mengangkat beban hidup beberapa orang"

"Itu pekerjaan yang bagus"

"Terimakasih. Bagaimana denganmu? Sukses dengan teater dan segala pertujukan itu?"

Charlotte pernah menemaniku dalam penyusunan naskah yang kubuat untuk pertujunkan di LSA. Ia membuatkanku kopi dan datang ke apartemen dengan kopi dingin kesukaanku, memberiku ide atau mengkritik dengan sok tahunya.

"Ya, lumayan bagus. Walau tidak sebaik jika kau yang memberiku ide" tidak sebaik sebelum kau meninggalkanku. Ingin meledak rasanya, tapi apa yang dapat kulakukan? Ia pergi. Tanpa jejak. Menjauh. Apa salahku? Menyebalkan, bukan?

"Hahahaha..." Ia tertawa sumbang dan terkesan dipaksakan.

Kuhabiskan kentang gorengku. Ia membuang kertas burgernya ke tempat sampah 2 meter dari kami, dan masuk. Akiu bersorak, begitu pula ia. Serasa seperti remaja berumur 18 tahun kembali.

"Berapa umurmu, Charlotte?"

"23. Kutebak kau juga"

"Memang, 23 tahun 6 bulan lagi"

"Wow, masih 22?"

"Yup"

"Kau mau kemana?"

"Eaton" gurat khawatir dan terkejut muncul di wajahnya. Kurasa ia selalu khawatir dan terkejut sedari tadi. Entah rahasia apa yang ia sembunyikan, aku pun tak peduli lagi. Aku merindukan Charlotte, tentu. Namun ketika ia mencoba untuk pergi dariku dengan buru-buru menggeser kursi tadi, ada pisau yang terasa menusukku. Selama ini aku berpikir ia pergi karna tidak sengaja atau keperluan lainnya. Terlihat jelas sekarang, bahwa ia sengaja menghindariku.

Our Spotless Mind (Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now