Part 26

53 1 0
                                    

"Itu tidak gila, Dan. Karna kau sadar bahwa yang kaupikirkan itu salah, artinya kau tidak gila"

"Belum gila"

Aku tertawa. Itulah ia, sosok yang ingin aku tersenyum setelah kubiarkan airmata ini jatuh. Selalu ia. Selalu ia.

"Artinya ini hanya penyakit. Aku tidak gila karna aku masih punya logika, tapi ini penyakit. Penyakit yang perlu disembuhkan"

"Aku tahu itu"

"Penyakit yang perlu disembuhkan, bukan? Mereka bilang aku dapat menemukan penyembuhan di sini, di Marveul. Agar aku dapat berpikir jernih tentang kenyataan bahwa sahabat terbaikku tidak mati karna aku, bahwa kecelakaan itu bukan salahku, jadi aku bisa mengikhlaskan Ben. Karna sosok terbaik dalam hidupku meninggal di tanganku. Oh my! Aku tetap memikirkan hal itu--" ia menyentuh dadanya, merasakan sesak itu lagi. Tanganku terulur untuk mengambil sekotak obat di pinggiran meja, saat tangan besarnya mencengkram lenganku. "Ap kau sudah mengikhlaskan Ben?"

Aku mengangguk. Kemudian ia mengulurkan tangannya untuk menghilangkan jejak airmata di pipiku. Ada refleksi diriku sendiri di matanya. Matanya bagai kaca. It's a wonderful thing.

"Lega mendengarnya. Membuatku merasa lebih baik karna aku tidak perlu mengkhawatirkanmu lagi. Apa kau bahagia sekarang? Dengan hidup barumu di London? Kamu bisa beradaptasi dengan baik, kan?"

Kuberikan ia anggukan lagi. Bohong besar. Hidupku hancur di sini, melihatnya tetap di Marveul.

"Itu bagus, teramat bagus... Ap-apa dokternya sudah memberitahumu obatnya?"

Kugelengkan kepala. Mungkin, inilah satu-satunya hal yang aku jujur tentang itu. Namun kupeluk ia sebagaimana aku tak mau kehilangannya, selalu ingin di sisinya. Kisah cinta itu baru dimulai, haruskah diakhiri sekarang?

Dokternya belum memberitahuku obatnya, namun dari dokter dengan obat anti-depresi yang berceceran. Yang membuatku tambah hancur, Daniel harus dijauhkan dari segala hal yang mengingatkannya akan Ben. Dia harus menghilang dari London, tidak diragukan lagi. Aku tidak dapat melihatnya sesering yang kumau.

Our Spotless Mind (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang