Part 23

42 1 0
                                    

Seperti yang kukatakan, kisahku baru dimulai.

Namun kisah itu tidak semulus yang kuinginkan, karna setelah kita bernyanyi, aku menatapnya untuk mengutarakan perasaanku, namun kemudian aku berpikir ini bukan ide yang baik. Pertama, bakalan terasa aneh. Kedua, ayo pilih waktu lain yang lebih tepat.

Aku tidak tahu bagaimana reaksinya, jawabannya nanti. Siapa yang tahu?  Aku jatuh cinta dengan caranya berlari mengejar kereta untukku, saat-saat kami bernyanyi bersama dan ketika ia meneleponku hanya untuk mengetahui apa yang sedang kulakukan. Inikah cinta? Kupikir Mary dan Moris bukanlah masalah lagi. Inikah rasanya? Bagai terlempar ke jaman PDKT dengan Ben, aku pun merasakannya lagi.

Jadi, aku pergi ke apartemen Charlotte dan tidur di sana, karna Mary tidak mau melihat wajahku malam itu. Esoknya, aku terbangun oleh teriakan Charlotte. Kutanya kepadaya kenapa? Ia menarik tanganku menuruni tangga sebagai jawaban. Ini menjelaskan semuanya. Sesuatu telah terjadi. Charlotte panik. Aku harus ikut.

Ia menghentikan taxi tanpa membiarkanku tahu tempat tujuan kami. Beberapa menit setelahnya, aku mengerti. Ada percobaan bunuh diri dan korbannya masih hidup, tapi kritis di rumah sakit. Dan. Korbannya Dan.

-----

Kisah ini lebih buruk dari yang kuperkirakan. Aku tidak bisa menolong diriku ketika akhirnya menangis dan menangis lagi, hingga dapat kurasakan sendiri bahuku terguncang. Seperti hilang tak bermakna. Apa ini benar-benar terjadi?--lagi? Hanya beberapa jam lalu, kubiarkan keindahan hidup emmasuki hatiku lagi. Aku benar-benar move on. Aku benar-benar bernyanyi Come On Eilene bersama Dan.

Aku kehilangan seseorang yang kucintai, apa ini terjadi lagi? Setelah Ben?

Aku terus berpikir tentang pil anti-depresi, pembicaraan kami di Underground, dan makam Ben. Juga ini. Aku tidak bisa percaya. Begitu menyeramkan, ketika hidup mulai berputar jadi sesuatu yang indah? Begitu menyeramkan.

Dan inilah aku, Kit Kat, Kittle, Kitten--entah apalah orang-orang memanggilku--duduk di lantai rumah sakit, menangis sambil sekelebat membayangkan Daniel dan Ben. Dan betapa seakan mereka memang tidak diciptakan untukku. Karna mereka sekarat pada detik aku mulai mencintai mereka.

And just like that.

Our Spotless Mind (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang