Part 8

84 2 1
                                    

kututup telepon dan merasa lebih depresi lagi--aku merasa sendiri. Ben bilang Daniel harus menjadi sosok yang lebih baik dna menghentikan kebiasaannya dengan cewek sexy-sexy yang aneh itu.

Entah kenapa, tiba-tiba aku lebih mempedulikan rasa kecewaku yang mendalam dibanding rasa bersalahku pada Ben. ini adalah hal yang belum pernah kupikirkan sebelumnya--tentang betapa Ben bertekad mengehentikan kebiasaan buruk Daniel menghancurkan hati cewek yang berbeda tiap bulannya, betapa mudah ia merebut hati seorang wanita hanya untuk menidurinya. dan sekarang ia sudah meninggal, kini hal itu terasa seperti tugasku. jadi, esok paginya, kucoba menghubungi Daniel. aku tidak berencana untuk berteriak padanya, namun itulah yang kulakukan--"Kau sudah lupa pada Ben dan bagaimana ia menginginkanmu jadi sosok yang lebih baik dan meninggalkan hal nakal macam itu?!"

dan begitulah. terjadi lagi--aku bertengkar, dengan Daniel, meneriakkan satu sama lain seperti yang terakhir kali kami lakukan. jika ada satu-dua tekad atau mimpi Ben yang belum terwujudkan, akan kulakukan. karna aku mencintainya dan ia mencintaiku.

dan ia mencintaiku.

mungkin aku salah, aku bertariak terlalu kencang atau bagaimana, "KAU TIDAK PUNYA HAK UNTUK MELAKUKAN HAL INI!" pekikku.

"KAU TIDAK PUNYA HAK UNTUK MENYAKITI SEPUPUMU SEPERTI INI!" aku ingat bagaimana Ben bercerita padaku bahwa ia mengkhawatirkan Daniel, dan selalu mengawasi cowok itu. dia menghitung berapa banyak cewek yang Daniel patahkan hatinya dan berharap dapat mengurangi angka itu.

"KAU BERSIKAP SEAKAN AKU PERLU KAU UNTUK MENGAJARKANKU APA YANG BEN AJARKAN!"

"TIDAK JUGA! AKU HANYA INGIN MELANJUTKAN APA YANG BEN LAKUKAN!"

"KAU TAK AKAN PERNAH BISA MENJADI BENNEDICT ADAM!" dan semacamnya, dan semacamnya. di akhirnya, ia menganggapku bukan siapa-siapa dalam hidup Ben, jadi, "PERGILAH DAN JANGAN COBA MENGAJARIKU SATU HAL PUN"

aku menangis. apa aku benar-benar bukan siapa-siapa? tentu tidak, aku kekasihnya. namun kata-kata itu menyakitiku. sangat sakit. selama ini, aku selalu berpikir bahwa satu-satunya orang yang dapat berbagi denganku, tanpa halangan samasekali, adalah Daniel. karna ia menyayangi Ben sepertiku. hal itu membuatku lebih baik selama ini, seakan kutahu Ben masih ada di sana setiap kali kutelepon Daniel, karna Daniel pernah tinggal dengan Ben seumur hidupnya. Daniel adalah setengah dari Ben, dan sekarang aku kehilangan persahabatanku dengan Daniel, aku kehilangan Ben seluruhnya. 

Our Spotless Mind (Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now