18. Hai Salwa

188 21 25
                                    

Sekitar lima menit Rajawali berdiri di depan pintu, mengumpulkan keberanian untuk menghampiri cewek yang sedang duduk sendirian di kelas, sibuk membaca buku. Rajawali sedari tadi mengetuk-ngetuk jarinya di pintu sambil memandangi cewek itu. Sampai akhirnya, memutuskan untuk masuk ke dalam.

"Hai," sapa Rajawali membuat orang yang disapa mendongak terkejut melihat kehadirannya pagi-pagi begini. "Gue ganggu enggak?" tanya Rajawali ketika tidak mendapat respons.

"Enggak kok," balas Salwa kikuk. "Ada apa, ya?"

"Ikut gue sebentar bisa?"

"Bi-bisa sih. Tapi mau ke mana?"

Tangan Salwa langsung ditarik Rajawali keluar kelas. Sekolah masih sangat sepi, baru beberapa murid yang berangkat, mempermudah Rajawali membawa Salwa ke taman SMA Perwira.

Siswa berandal yang biasanya terlamat, tetapi hari ini pukul enam sudah stay di sekolah. Lumayan mengejutkan, seharusnya Rajawali mendapat penghargaan atas kerja kerasnya masuk sepagi ini.

Sesampainya di taman, Rajawali dan Salwa berdiri di depan pohon besar yang sangat subur. Entah sudah beberapa tahun pohon itu hidup, tapi jelas sudah lama, umurnya pun pasti sudah tua.

Udara pagi yang berhembus, membuat suasana lebih nyaman. Salwa hanya diam memperhatikan cowok yang akhir-akhir ini bersikap baik padanya. Beda dengan pertemuan awal-awal, ketika hari ini bersikap manis pasti esok akan bersikap seperti orang yang tidak kenal—lebih tepatnya seperti orang asing. Tetapi, semenjak permintaan maaf saat selesai upacara, Rajawali benar-benar baik pada Salwa. Membuat ada rasa bahagia yang menyelinap di hatinya.

Salwa mengernyit bingung ketika Rajawali mengukir nama sendiri di pohon dengan penggaris besi. Buat apa coba? Kurang kerjaan banget.

"Bagus enggak, Sal?" tanya Rajawali sembari merapikan hasil karyanya.

"Bagus kok."

"Suatu saat tinggal nama lo yang gue ukir di sini." Rajawali menunjuk pohon—tepat di samping ukiran namanya yang masih kosong. "Mungkin sekarang lo enggak mau, tapi gue yakin kapan-kapan mau. Bantu, ya, Sal?"

"Bantu apa?"

"Bantu wujudin biar nama lo ada di pohon ini bareng gue," balas Rajawali tersenyum lebar.

Rajawali berlalu dari hadapan Salwa yang masih diam mematung. Tidak selang lama Salwa mengikuti Rajawali duduk di kursi taman.

"Waktu itu, Bia balik ke kelas keliatannya seneng banget. Padahal aku kira kalian habis berantem," ujar Salwa mengawali pembicaraan. "Kok bisa gitu?"

"Pesona gue kan bikin cewek enggak bisa marah sama gue."

"Masa, iya?"

"Nyatanya lo enggak bisa marah kan sama gue? Meski udah diketusin."

Salwa diam. Memang benar Salwa tidak bisa marah sama Rajawali, tapi sebenarnya pada semua orang pun seperti itu. Cowok di depannya saja yang terlalu pede.

"Luka kamu udah sembuh?" tanya Salwa mengalihkan pembicaraan.

Rajawali menggenggam tangan mungil Salwa yang hendak menyentuh wajahnya, mungkin ingin mengecek luka kemarin. "Jangan disentuh. Ini masih sakit, Sal."

"Maaf," cicit Salwa merasa bersalah sekaligus malu karena refleks tangannya akan menyentuh.

"Nanti kalau udah sembuh mah, mau dipegangin tiap hari juga enggak pa-pa, Sal," ujar Rajawali terkekeh.

"Kok bekasnya udah ilang?"

"Rahasia. Cuma Regaz yang tau."

Salwa menggangguk paham tanpa kembali bertanya.

RAJAWALIWhere stories live. Discover now