14. Kata Biaana Aneswara

186 24 25
                                    

Dua hari berlalu setelah Rajawali meminta maaf pada Salwa, sampai sekarang mereka belum bertemu kembali. Jika pun berpapasan, entah mengapa Salwa seperti menghindari Rajawali. Membuat cowok itu tidak ada celah untuk sekadar menyapa.

Rajawali merasa bingung. Seharusnya kalau Salwa sudah memaafkan, tidak mungkin bersikap seperti ini. Apa mungkin sebenarnya Salwa masih marah? Tetapi, kesalahan mana lagi yang Rajawali lakukan?

Memikirkan hal itu, membuat Rajawali berkali-kali mengusap rambutnya gusar. Sekolah pun rasanya tidak bersemangat. Padahal alasan akhir-akhir ini cowok itu rajin sekolah, karena ingin melihat Salwa.

"Woi! Ngelamun aja lo," ujar Anwar menepuk bahu Rajawali keras, membuat cowok itu terkejut.

Rajawali menatap Anwar kesal. "Ganggu aja lo, pergi sana."

"Idih, kesambet baru tau rasa lo. Banyak Mbak Kunti tau. Ikut ke kantin aja yok?"

"Duluan aja, gue mau ketemu seseorang dulu."

"Tjieee. Makan samyang sama tempe, ada yang lagi pedekate." Ucup lalu menggiring teman-temannya keluar kelas. "Rajawali, lagi butuh privasi, ayo kita pergi."

Tidak selang lama, Rajawali juga keluar kelas. Membuat para cewek langsung menyapa, dengan ramah Rajawali membalas sembari menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

°°°°

"Sal, Sal, gimana? Berhasilkan rencana gue?"

"Mungkin. Tapi bukannya aku jadi keliatan jahat, ya, Bi? Menjauhi seseorang tanpa sebab."

Bia menghela napas. "Ada sebabnya dong. Seenaknya aja tuh Raja Hutan ngakuin lo sebagai pacar, lalu beberapa hari kemudian bilang cuma mau ngelindungin lo. Ini hati Bray, bukan layangan yang bisa tarik ulur sembarangan."

"Itu bukannya lirik lagu, ya?" tanya Salwa sambil terkekeh.

"Ishhh, ngerusak aja lo." Sejenak Bia meminum air dari botolnya. "Lagian gue seneng banget liat Raja Hutan yang tampan itu uring-uringan."

"Gitu?" Salwa hanya merespons singkat. Fokusnya masih pada buku yang sedang dibaca.

Bia beranjak duduk di depan meja Salwa sambil membawa semua jajanannya. "Iyalah. Gue heran banget deh, si Raja Hutan kan jago berantem, kenapa waktu itu enggak baku hantam aja? Bukannya bersembunyi di balik kalimat dusta."

"Najis. Beralasan dalam rangka melindungi. Raga lo emang terlindungi, tapi apa kabar dengan hati?"

Salwa diam tidak menimpali. Cewek itu lebih memilih mendengarkan luapan emosi Bia.

"Tapi sekarang gue jadi yakin, tuh cowok suka sama lo, Sal."

Salwa melototkan mata. "Kalau ngomong jangan asal."

"Gue mah bicara fakta kali, kalau enggak suka ngapain dua hari kemarin nyariin lo?"

"Mungkin emang ada kepetingan."

"Enggak. Pasti karena rindu. Ah, untung lo ngikutin saran gue tetep jauhin Raja Hutan. Biar dia ngerasain beratnya rasa rindu."

Bia membuka janjanan kembali. Sudah tiga bungkus habis dengan waktu cepat. "Sal, ini dong ikut makan. Sayang kalau enggak habis."

"Yakin enggak habis sendirian?"

"Habis sih, perut gue masih longgar untuk menampung lima bungkus makanan lagi," balas Bia menyengir kuda.

Salwa hanya menggeleng-geleng kepala.

"Bi, kalau Rajawali tiba-tiba dateng te-"

"Jauhin, Sal. Inget, ya! Lo gak boleh deket-deket Rajawali dulu. Gue mau liat sebesar apa perjuangan sang pemimpin Regaz yang selalu dipuja-puja siswi Perwira."

RAJAWALIWhere stories live. Discover now