12. Upacara

200 21 30
                                    

"Hari ini upacara, masuk enggak, Ja?" tanya Anwar sambil menguyah tempe goreng.

Rajawali menaruh gelas minumnya lalu mengusap sisa air di sekitar bibir. "Masuk."

"Gue perhatiin akhir-akhir ini kita kok jadi rajin sekolah, ya?" Galen senyum-senyum sendiri mengingat sudah lama tidak membolos.

Cowok berdarah Jawa yang sibuk mengunyah banyak makanan, langsung menimpali dengan semangat. "Oh iya yah. Baru nyadar gue, Gal," ujarnya heboh.

"Masuk enggaknya kalian tergantung pemimpin," saut Arkan sembari melirik Rajawali.

"Ikan benter muter sambil ciuman. Bener banget Kangmas Arkan," ujar Ucup terkekeh sendiri mendengar pantunnya. "Ada apa gerangan, engkau jadi rajin sekolah, Bos?"

"Rajin sekolah salah, bolos sekolah salah, semua yang gue lakuin kok selalu salah, ya?"

Ansel tertawa mendengar ucapan Rajawali yang terdengar memprihatinkan. "Jangan dengerin bacotan tetangga."

"Dih tetangga kok masa gitu." Ucup mengeluarkan sisir dari saku, secara perlahan menyapukan di rambutnya agar tertata rapi. "Emang yang paling bener itu kau mencintaiku, Bos."

"Geli gue dengernya." Tino mengekspresikan mukanya seperti ingin muntah.

Mereka sedang berada di warung Bang Joy. Sudah menjadi rutinitas setiap pagi, sebelum berangkat sekolah mampir dulu ke sini. Katanya kalau belum sarapan pagi di warung Bang Joy, belum afdal, berasa ada yang masih kurang. Kurang asupan gizi untuk mengahadapi kehidupan.

"Mana, Tin?"

Tino sudah berfirasat teman yang satu ini pasti salah dengar. "Apanya, Lot?"

"Jelly," ujar Bimo santai dengan memasang muka tak berdosa. Cowok itu menengok kanan-kiri, seolah sedang mencari jelly. "Tadi lo bilang jelly kan, tapi mana? Gue gak liat Bang Joy nyediain jelly."

Galen yang berada di samping Tino tertawa terbahak-bahak sambil mengusap bahu Tino, seolah mengatakan, "Sabar."

Sebelum menjawab, Tino menarik napas lalu membuangnya berkali-kali. Kegiatan ini lumayan bisa menurunkan emosi. "Gue makluminlah, geli sama jelly emang beda tipis. Hampir aja lo bikin emosi gue meledak pagi-pagi."

"Gue enggak sekeren itu, Tin." Jawaban Bimo berhasil membuat kerutan berlapis di dahi teman-temannya. Sedangkan Tino menatap heran, matanya seolah berkata, "Siapa juga yang bilang lo keren!"

"Gue bukan Tuhan yang bisa menciptakan erosi," tambah Bimo sembari memasukan suapan terakhir ke mulut.

"Gak nyesel gue masuk Regaz, beneran deh gak boong, suer," kekeh Ansel sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya. "Ngadepin Bimo itu sama aja lagi ngelatih kesabaran. Emang ya, selalu ada hikmah dari semua yang kita lakukan."

Teman-teman yang lain mengangguk-anggukkan kepala setuju dengan pernyataan Ansel. Sedangkan Bimo menatap satu per satu sahabatnya dengan wajah memelas.

Tidak selang lama Bang Joy membawakan satu baki tempe goreng bersama kawan-kawannya. Dengan cepat mereka melarikan tangan untuk berebut mengambil, membuat isi baki itu kosong dalam hitungan detik.

"Raja, mau saya gorengin?" tanya Bang Joy saat melihat Rajawali belum kebagian.

"Jangan, Bang! Nanti mati kalau si Ken digoreng, tamatlah riwayat Regaz. Terobang-ambing tanpa pemimpin," ujar Tino yang masih sibuk menguyah makanannya di mulut.

"Tenang, Anwar Andeskar siap menggantikan," balas Anwar berdiri gagah, sambil membenarkan kerah bajunya dengan kedua tangan—sedang bergaya.

Ansel menjitak dahi Anwar lumayan keras. "Belum jadi pemimpin Regaz, lo udah keburu didepak dari bumi."

RAJAWALIWhere stories live. Discover now