[32] Mereka yang menyambutnya

4.8K 659 105
                                    

Am kombek🙈 alhamdulillah, setelah sekian lama hihi😅 gapapa malem yaa, semoga masih ada yang melek hehe😅✌️

Eh mau nyapa, pembaca Dennies dari kota mana aja, sih? Siapa tau kita satu kota hehe🙈✌️

•••

Ada yang nungguin si Preman berjiwa dermawan, kah? Elah, dermawan wkwk😆

Cuss ah, maapin kalo ada typo yaa✌️😅

•••

Ini sudah pukul 5 sore, dan di jam seperti ini, Dennies masih berkendara membelah jalanan ibukota dengan motor besarnya. Setelah sholat ashar di masjid tempat biasanya ia mampir, Dennies tidak memilih untuk langsung pulang ke rumah. Entah kenapa, ia merindukan Bi Arum dan berncana untuk mengunjungi bibinya itu walaupun sebentar. Mungkin sekitar satu minggu ini, Dennies jarang bertatap muka dengan Bi Arum, selain karena Dennies jarang mampir lama, belakangan ini Bi Arum juga tengah disibukkan dengan usaha barunya.

Dalam perjalanan itu, Dennies menatap sekitarnya. Matanya, memicing pelan saat ia menatap jalanan gang kecil yang biasa ia lalui untuk pergi menemui anak-anak jalanan yang sering ia kunjungi. Ya, tentu saja Iren dan adik-adiknya. Perlahan, dari balik kaca helm yang dipakainya, Dennies menghela napas. Ia baru menyadari, masalah keluarga membuatnya lupa akan beberapa hal yang harusnya ia ingat.

Akhirnya, untuk menebus rasa bersalahnya karena terkesan melupakan anak-anak kurang beruntung itu, Dennies membelokkan arah motornya. Ia akan mampir sebentar ke gubuk tempat Iren dan adik-adiknya tinggal, kemudian setelah itu, baru ia pergi ke rumah bi Arum. Ayahnya pasti akan memaklumi jika saat pulang Dennies ditanya mengapa ia pulang terlambat, dan Dennies hanya perlu menjawab bahwa ia mampir sejenak untuk menemui Adnan dan Bi Arum.

Suasana sore ini cukup mendung, membuat Dennies harus berkali harus mengencangkan arah laju motornya agar tidak terguyur hujan. Akhirnya, motor besar Dennies tiba di depan rumah berdindingkan bilik yang selama ini ditinggali oleh Iren dan adik-adiknya. Rasanya, Dennies tidak terlalu khawatir dengan Iren akhir-akhir ini. Ia dan teman-temannya masih rutin mengirimi Iren dan adik-adiknya bahan pokok makanan, kadang Dennies juga membelikan adik-adik Iren buku untuk belajar. Dan seminggu sekali, Adnan akan datang berkunjung untuk membimbing adik-adik dari gadis yang Dennies ketahui masih berusia tujuh belas tahun itu.

"Kak Dennies datang!" Kemal berteriak, memanggil saudara-saudaranya untuk keluar saat melihat kehadiran Dennies di depan gubuk mereka. Anak laki-laki berpakaian kumuh dengan memakai baju robek di beberapa sisi itu, tersenyum. Mata hitamnya mengerjap, menatap dengan tatapan bahagia saat ia melihat Dennies yang juga tengah berdiri sambil menatap ke arahnya.

Dari arah seberang, Dennies mengerjap. Menatap robekan pada beberapa sisi bagian baju yang dipakai Kemal. Lain kali, Dennies harus membelikan anak-anak itu baju juga. Setidaknya, mereka akan terlihat sedikit lebih bersih.

"Kirain Kak Dennies lupa sama kita." Dennies mengerjap, menatap ke arah Indah yang ternyata telah berdiri berdampingan dengan Kemal, disusul oleh tiga adik mereka yang lain, kemudian Iren di belakangnya. Melihat itu, bibir merah Dennies tertarik.

"Assalamu'alaikum." Ucap Dennies semangat, kemudian berjalan mendekati mereka semua.

"Wa'alaikumsalam." Jawab anak-anak itu serempak sambil tertawa gembira.

"Kak Dennies, sini, tasnya biar Rafi yang bawa, Kak Dennies pasti capek kan, habis sekolah." Rafi, anak berusia 8 tahun itu dengan semangat menarik tas gendong yang dipakai Dennies. Tas yang padahal tidak berisi dan jelas saja tidak berpengaruh apapun terhadap Dennies. Namun, tidak ingin mematahkan kesemangatan mereka, Dennies akhirnya membuka tasnya, memberikannya pada Rafi yang semakin tersenyum lebar karenanya.

DENNIESTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon