[46] A book, photo, and letter for Daddy

11.5K 1K 486
                                    


ASSALAMU'ALAIKUM WR.WB. MOHON MAAF, CERITA AKAN DILANJUTKAN DALAM VERSI CETAK.





























Boong, boong, wqwq😂
Selamat membaca, yang masuk grup udah aku kasih soundtrack-nya ya. Boleh diputer pas bagian puisinya (eh, puisi bukan sih😂) mueheh🤭

Kuy, ramein❣️

~~

"DENNIES!"

"Richard, kamu sudah sadar? Alhamdulillah."

"Syukurlah Richard, kamu akhirnya sadar juga."

Richard diam, berusaha mengingat hal lalu yang telah terjadi hingga mengantarkannya ada di tempat ini. Bukankah ia sedang berada di samping Dennies? Bukankah ia tengah mendonorkan darahnya untuk Dennies? Lalu, kenapa ia bisa ada di sini? Kenapa juga ia bisa memakai baju pasien dengan tangan yang terpasang infus seperti ini? Kenapa, ada apa? Mata Richard mengerjap perlahan, sekali lagi berusaha memusatkan penglihatan yang memburamnya pada sekitar. Kenapa, kenapa ia ada di sini?

"Richard?" Richard menatap sang Istri yang nampak mengeluarkan air mata sambil mengelus lembut rambutnya. Sungguh, ia masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini.

Tapi tunggu, mimpi itu berarti, berarti yang tadi itu hanya mimpi? Jadi, Dennies masih ada kan di sini? Dia tidak pergi meninggalkan Richard untuk selamanya seperti apa yang ia alami di dalam mimpi tadi, kan?

Untuk menjawab rasa gelisahnya, akhirnya Richard menatap secara bergantian ke arah Ibu dan juga Clara, istrinya.

"Dennies?" Tanya Richard pelan, kemudian sekuat tenaga, Richard bangkit dari tidurnya. Tak peduli dengan rasa lemas dan kepalanya yang berdenyut nyeri, ia terus memaksakan dirinya untuk bangkit. Ya, Richard harus tahu keadaan Dennies. Setidaknya memastikan bahwa ia dan Dennies masih berada di dalam dunia yang sama.

"Richard, lebih baik kamu istirahat dulu. Kamu baru aja sadar setelah pingsan dua hari yang lalu," Andini bersuara, suara yang seketika membuat Richard terdiam sambil menatap ke arah ibunya itu.

"Dua hari?" Tanya Richard bingung.

"Iya, kamu pingsan selama dua hari setelah mendonorkan darah kamu untuk Dennies. Dokter sudah memperingatkan kamu untuk tidak melakukan transfusi darah sebanyak itu sendirian, tapi kamu tetap bersikeras." Jelas Clara, ia memang tidak ada di tempat kejadian waktu Richard melakukan itu, tapi apa yang ia dengar dari papah mertuanya, jelas membuat ia tahu.

"Gi-gimana keadaan Dennies? Dia udah sadar, kan? Terus sekarang Dennies di mana? Dia udah nggak papa, kan?"

~~

Hari itu, mereka semua berkumpul. Ya, kesatuan empat pemuda yang menamai diri mereka dengan sebutan Hypernova itu, berdiam diri di atas dinginnya lantai. Dari arah ujung lorong itu, Adnan berjalan perlahan, langkah gontai dan wajah lusuhnya, memperjelas keadaan pemuda yang pada kenyataannya memang jauh dari kata baik-baik saja itu.

"Kita semua sama terpukulnya, Nan, lo nggak sendiri. Gue, Tristan dan Pandu, kita semua sama terpukulnya. Dennies bukan hanya sekedar sahabat, bukan sekedar saudara, dia lebih berharga dari itu semua. Kita ngelewati semuanya bareng-bareng, dan kalo ada satu diantara kita yang terluka, kita juga sama ngerasain sakitnya." Ucap Danu pelan. Tangannya, dengan perlahan menyentuh kaca dingin yang menjadi penghalangnya dengan seseorang yang tengah terbaring dengan mata tertutup di dalam sana.

DENNIESWhere stories live. Discover now