[38] Mereka yang selalu ada

4.9K 835 393
                                    


Attention: Jangan lupa share cerita ini ke semua temen, sodara, orang tua, bahkan kakek sama nenek kaleaan ya, biar nggak kalean doang yang matanya bengkak gegara si Dennies hihi🥳🙈

Kasih emot buat Author dong🙈

~~


>SELAMAT MEMBACA<
Maafkeun typona🖤

~~

"Sampah masyarakat!"

Dennies diam, menatap lurus suasana sepi di hadapannya dalam diam. Manik cokelatnya menerawang, menatap segala hal yang ia temui dengan lekat sambil tangannya tak henti ia eratkan pada balkon kamarnya. Ucapan itu, kembali lagi menghujamnya. Ucapan yang seharusnya Dennies tahu bahwa itu hanyalah sebuah ejekan yang dibuat untuk semakin menjatuhkannya di saat ia sendiri telah berada di titik terendah hidupnya.

Ucapan itu sukses menindihnya, menikamnya dengan sejuta kenyataan pahit yang lagi dan lagi semakin menamparnya, membuat Dennies terpaku untuk beberapa saat, kemudian saat Dennies lengah, dia menerjangnya. Dennies jatuh, ia telah jatuh, terperangkap di titik terbawah yang membuatnya bahkan lupa bagaimana cara untuk bangkit.

Keterpurukan ini, masih belum berakhir. Lagi, Allah kembali menguji Dennies. Meyakinkan dia untuk terus maju di saat keadaan memintanya untuk mundur, disaat kenyataan memberinya pukulan telak untuk menyerah. Tapi Dennies, lagi dan lagi dengan ketegarannya, tetap maju, memilih menerjang badai kehidupan walaupun sekujur tubuhnya telah terluka dan terpoyoh.

"Besok Ayah harus menghadiri rapat di sekolah Kak Chloe, Kenzie mau ikut?"

"Papah tau nggak sih, Chloe tuh sayang banget sama Papah. Ah, Papah emang yang terbaik deh."

Richard tersenyum, mengelus lembut rambut hitam Chloe, kemudian mencium gadis itu. "Kamu juga yang terbaik buat Papah."

Itu adalah percakapan yang terjadi semalam. Percakapan yang Dennies tatapa dari atas balkon kamarnya. Di saat Dennies terpuruk, lagi dan lagi ayah tengah tersenyum di sana, bersama mereka. Tentu saja ini bukan untuk pertama kalinya, banyak hal yang bertolak belakang terjadi antara ia dan ayahnya.

Sejenak, Dennies menahan napasnya, matanya ia pejamkan. Sesak itu, kembali mengumpal di dadanya, menghujam hatinya hingga hancur tak terbentuk. Bukankah seharusnya setelah kejadian ini, ayahnya ada di samping Dennies, mengatakan bahwa Dennies tidak usah khawatir, mengatakan bahwa ia akan mengusahakan yang terbaik dan mengatakan pada Dennies, bahwa Dennies tidak perlu takut akan apapun, karena ayah ada di sisinya.

Dennies sadar, bahwa ia lagi dan lagi terlalu berharap. Setelah sekian lama terpisah, harusnya Dennies sadar bahwa kebahagiaan ayahnya tidak hanya terpusat akan dirinya, seharusnya Dennies sadar bahwa ayahnya mungkin tak lagi memasukan Dennies ke daftar orang istimewa baginya. Orang yang Dennies harap mampu ia jadikan tempat berbagi di saat hidup kembali memojokannya, orang itu ayah, yang nyatanya tak lebih bahkan untuk sekedar menjadi orang yang mau mengerti Dennies. 

"Nggak usah ngelamun, Nies," Charlie datang dengan dua botol minuman bersoda di tangannya. Satu botol itu isinya tinggal setengah, dan satunya lagi masih utuh, sengaja ia bawakan untuk Dennies.

DENNIESWhere stories live. Discover now