[24] Yang Terbaik

7K 859 112
                                    


Sorry for typos...

Btw, ngasih tau aja, di bawah ada pidato panjang dari Author, jadi kalo kalian males baca, mending dari sekarang melarikan diri😄

Intinya, hepi reding❤️

-----

"Percaya nggak sih, gue nggak nyangka loh, masa kita masih sodaraan sama monyet sih," Danu menyenderkan tubuhnya pada kursi. Jari telunjuknya bergerak-gerak, mengetukkannya ke meja yang tak jauh berada di hadapannya.

"Lo percaya?"

Dengan polosnya Danu mengangguk. "Selama ini gue heran, kenapa Tristan suka makan pisang kayak monyet," pemuda itu menatap Tristan, "Sekarang gue tau jawabannya, ternyata Tristan masih seturunan sama onye," ia cekikikan pada akhirnya.

"Salam jari tengah buat lo, dari gue," Tristan, pemuda yang sedang sibuk menuliskan sesuatu di atas meja dengan tipe-x itu menatap tajam Danu.

"Gue nggak percaya sama teori itu. Nggak masuk akal, gimana kita bisa tau pasti sejarah manusia hanya karena sepotong tulang? Dan lagi, mungkin mereka cuman nelusurin sejarah manusia dari unsur fisik manusia itu sendiri, yaitu unsur daging dan tulang. And then, karena yang tersisa cuman tulang belulang doang, it's mean yang diteliti mereka itu sebenernya sejarah tulang manusia kali ya, bukan sejarah manusia."

Adnan menimpali dengan santainya. Ia heran, sedari tadi Dennies yang kini duduk di sebelahnya kenapa hanya diam sambil menatap jendela yang ada di hadapannya dengan tatapan kosong. Penasaran, akhirnya Adnan berusaha menyadarkan Dennies dari lamunannya.

Iya, rupanya Kakaknya itu melamun.

"Kak Dennies?" Tangan Adnan menepuk pelan bahu Dennies.

Dennies agak terkejut, namun secepat mungkin ia berusaha menghilangkan raut keterkejutannya itu.

"Lo ngelamun?"

Dennies mengerutkan keningnya, kemudian menggeleng. "Nggak," hanya itu kata yang mampu Dennies katakan. Setelahnya, ia kembali diam.
Entahlah, banyak hal yang mengganggu pikiran Dennies sejak percakapan dengan Ayahnya semalam.

Adnan yang tidak puas dengan jawaban Dennies, akhirnya kembali mengeluarkan suara. "Lo yakin?"

Diam, tak ada jawaban lagi yang keluar dari mulut Dennies. Kali ini, cowok beriris mata cokelat itu diam, benar-benar diam.

Menyadari ada yang tidak beres dengan Dennies, membuat Tristan, Danu, dan Adnan saling menatap satu sama lain.

Mereka yakin, ada sesuatu hal yang terjadi pada Dennies yang tidak mereka ketahui.

"Makan yuk, gue traktir," Danu menimpali.

Mendengar itu, Tristan menoleh sejenak ke arah Danu. "Bukannya lo lagi krisis moneter, ya?" herannya.

Danu tertawa keras mendengarnya. "Kalo gak punya uang gue pasti udah alergi, dan sekarang gue nggak alergi, itu tandanya gue punya uang," recehnya.

Tristan mengangguk sedikit. Yap, itulah Danu dengan kebesaran kepalanya.

——

Ayah : Nies kamu di mana? Ayah ada di sekolah. Bisa kita bicara?

DENNIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang