[26] Fake Truth

6K 778 115
                                    


Maafkeun typo

...

Pagi itu, semua orang yang ada di rumah keluarga besar Ayahnya, pergi menghadiri pesta pernikahan yang diadakan oleh salah satu anggota keluarga mereka yang ada di Bogor. Dennies ikut? Jawabannya tentu saja tidak. Bukan hanya tidak diajak untuk ikut serta, kalaupun benar Dennies diajak, jelas saja ia akan menolak. Dennies akan selalu tahu diri untuk tidak menyertakan dirinya berada di antara keluarga terpandang ini. Kehadirannya, mungkin saja hanya akan membuat keluarga bahagia itu tidak nyaman.

Sambil memasukkan tangannya ke saku celana pendek yang dipakainya, Dennies berjalan menyusuri lantai 2 rumahnya, di mana di lantai itu, Dennies bisa melihat kamar yang lainnya. Kamar Chloe dan kamar milik Kevin yang tepat berada di depan kamarnya.

Dennies santai saja, menyadari kini ia hanya sendiri di rumah, membuat ia sedikit bisa lebih leluasa untuk sekedar berkeliling. Langkah demi langkah telah Dennies lewati, hingga kemudian, sampailah ia tepat di depan kamar milik Chloe. Dennies berhenti sejenak di depan kamar itu, melihat dengan saksama pintu kamar yang sedikit terbuka itu. Aneh sekali, bukankah semua anggota keluarga Ayahnya pergi ke Bogor? Tapi, kenapa pintu kamar Chloe terbuka?

Dennies tidak ambil pusing, mungkin Chloe lupa menutupunya. Akhirnya, untuk memastikan semuanya aman, Dennies berinisiatif menutup pintu yang sedikit terbuka itu. Ia, berjalan mendekati pintu itu. Namun, baru saja tangannya ia ulurkan untuk menggapai knop pintu itu, sesuatu menghentikannya.

"Aduh, sakit banget anjir, mamah, aduh, papah cepetan pulang dong."

Suara itu, bukankah itu suara Chloe? Apa mungkin gadis itu tidak ikut? Tumben sekali, tapi kenapa?

Dan lagi, jika didengar dari nada suaranya, sepertinya gadis itu sedang dalam kesakitan.

Merasa iba, akhirnya Dennies memutuskan untuk membuka pintu kamar itu secara keseluruhan. Dan hal pertama yang ia lihat saat pintu sukses terbuka lebar adalah, Chloe yang tampak sedang meringkik sambil memegangi perutnya.

Kenapa sebenarnya?

Melihat yang terjadi, Dennies tak lantas langsung menghampiri Chloe. Pemuda itu, justru malah menatap Chloe dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada akhirnya ia tersadarkan dengan Chloe yang sudah menyadari kehadirannya. Gadis itu, menatap Dennies sambil meringis.

"Ngapain lo?" Chloe bertanya sambil menahan rasa sakit di perutnya. Kenapa hari pertama haidnya selalu disertai dengan nyeri? Ia memang memutuskan untuk tidak ikut ke acara pernikahan saudaranya, karena kebeutulan hari ini ada kerja kelompok. Tapi rupanya, ia juga harus membatalkan janji kerja kelompoknya karena mengalami nyeri haid.

Sementara di sisi lain, Dennies bergeming. Ia, menatap Chloe dengan pandangan datarnya. Gadis itu, selalu terlihat arogan, bahkan disaat seperti itu.

"Kenapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Chloe, Dennies justru malah bertanya balik pada Chloe. Sebagai sorang manusia, tentu saja ia punya rasa iba, dan melihat Chloe yang seperti itu, jelas saja menarik sisi ibanya itu.

Chloe mendesah, terlihat sekali jika ia sedang menahan nyeri. Keringat bercucuran dari dahi gadis itu, namun sejengkal pun, Dennies tak berniat mendekat untuk sekedar memastika keadaan putri kesayangan dari ayahnya itu.

"Aduh, sumpah, gue nggak kuat, hiks," Chloe menatap Dennies dengan mata berkaca-kaca, berharap cowok itu mau berbelas kasihan dan membantunya untuk mencarikan obat barang kali. Ayolah, Chloe selalu tidak bisa menahan segala rasa sakit sendirian, ia selalu membagi rasa sskit yang dialaminya pada kedua orsng tuanya. Entah itu sakit fisik atau batin, entah itu luka hati atau luka yang ia terima karena suatu kecelakaan, sekecil apapun, Chloe selalu menceritakannya pada kedua orang tuanya. Tapi sekarang, ia benar-benar sendiri. Tidak ada orang lain, kecuali Dennies.

DENNIESWhere stories live. Discover now