14. Kata Biaana Aneswara

Start from the beginning
                                    

Bia meletakan janjannya di meja. Lalu menatap Salwa intens. "Setelah gue amati dan cermati. Ternyata Raja Hutan itu kejam, mainin perasaan cewek. Jadi lebih baik lo jauh-jauh aja. Emang ganteng, tapi kalau nyakitin mulu kan yang ada makan ati tiap hari."

"Kamu kan belum tau Raja gimana aslinya."

"Dari awal aja udah gini, ya jelas akhirnya gitu. Gak perlu tau-tau banget, gue udah bisa nebak. Lupa? Gue itu cenayang kelas kakap."

Jika untuk gibah, Bia pasti bersemangat. Sekarang saja cewek itu tidak sadar suasana kelas tiba-tiba hening. Bia terus melontarkan kata demi kata yang mengungkapkan keburukan Rajawali.

Salwa mencoba memberi kode lewat mata agar Bia diam.

"Mata lo kenapa, Sal? Mau keluar, ya? Gara-gara saking muaknya sama Rajawali? Gak heran, gue juga muak banget," ujar Bia disertai kekehan. "Ah, dasar Rajawali jelek, gak ada otak, gak ada akhlak. Kalau tuh cowok ada di sini sekarang, gue tendang dah. Dia pikir gue takut? Enggak, seorang Biaana Anes-"

Deheman seseorang di belakang Bia, membuat aksi menghujatnya berhenti.

"Jadi enggak takut sama gue?"

Bia menelan saliva-nya susah payah. Dia paham betul suara itu. Mampus! Ya Tuhan, semoga ini hanya mimpi, gue enggak mau berurusan sama Rajawali.

Perlahan tapi pasti, Bia membalikan tubuhnya. Ketika melihat cowok berperawakan tinggi yang tadi sedang dibicarakan, membuat Bia menyengir kuda tanpa merasa berdosa.

"Eh, Rajawali ...," sapa Bia memberanikan diri. "Udah lama berdiri di sini?"

"Iya, selama lo ngomongin gue. Tau enggak? Kaki gue sampe pegel nungguin lo selesai menceritakan keburukan orang."

Sekali lagi, Bia menelan saliva-nya susah payah. Rasanya sekarang juga dia ingin hilang dari bumi. Jantungnya berdetak begitu cepat, membuat Bia semakin panik.

"Katanya mau nendang gue? Gak jadi?"

"Gue kan baik, masa iya nendang orang yang enggak bersalah."

"Beneran lo baik?" tanya Rajawali dingin. Bia hanya mampu menganggukkan kepala. "Kata Biaana Aneswara, menjauhi seseorang itu baik?" tanya Rajawali lagi sembari menatap tajam lawan bicaranya.

Spontan Bia menjawab, "Baik, karena seseorangnya itu lo." Seakan sadar kata-kata yang dilontarkan salah, Bia bertambah panik. "Ma-maksud gue bukan gitu."

"Terus gimana?" Rajawali mengangkat sebelah alisnya. "Jadi lo biang keroknya?"

Bia lebih memilih diam, karena begitu takut.

"Cih. Mendadak bisu? Tinggal jawab aja gak bisa." Rajawali menarik lengan baju Bia, lalu menyeretnya keluar kelas. "Sal, gue pinjem bentar temennya, mau direhab dulu mulutnya. Biar enggak asal bacot."

Salwa mematung di tempat. Untuk menolong pun dia tidak bisa. Ya, akhirnya membiarkan Bia dibawa. Salwa hanya berharap semoga Bia baik-baik saja.

Sepanjang jalan Rajawali dan Bia menjadi pusat perhatian dan pergunjingan. Hal itu sama sekali itu mengusik Rajawali. Dia tetap menyeret Bia sampai akhirnya berhenti di belakang gudang.

Tubuh Bia bergetar, matanya mulai berkaca-kaca. Bia berusaha keras menahan. Kalau sampai jatuh setetes saja di depan Rajawali, itu sangat memalukan. "Lo mau ngapain bawa gue ke sini?"

Rajawali menyeringai. "Lo takut? Kayaknya tadi lo enteng banget bilang enggak takut sama gue."

"Itu waktu gue enggak sadar." Bia meremas roknya. Keringat dingin mulai mengalir. "Gue minta maaf, beneran deh gue cuma bercanda. Jangan apa-apain gue, Raj."

"Najis gue apa-apain lo."

Bia mendengus kesal saat mendengarnya.

"Santai, Bi. Gue mau maafin, asal lo mau bantu gue."

Dengan cepat Bia mengangguk. Rajawali pun mulai membisikan permintaannya pada Bia.

"Lo lagi enggak main-main, kan?" tanya Bia sinis.

"Enggak."

"Oke, asal lo juga mau bantu gue."

Tanpa menunggu respons Rajawali, Bia sudah mulai berbisik di telinga. Baru beberapa kata, Rajawali lebih dulu memotong.

"Enggak. Gue gak mau," protes Rajawali tegas.

"Ya udah, gue juga gak mau bantuin lo," ujar Bia kesal.

Rahang tegas Rajawali mengeras. "Gue enggak bisa, yang lain aja."

"Ya udah, babai." Bia berjalan meninggalkan area gudang sekolah.

"OKE, GUE USAHAIN."

Seketika Bia mematung di tempat karena terkejut. Belum lagi tiba-tiba bahunya ditabrak Rajawali yang berjalan melewatinya. "Dasar Raja Hutan jelek," teriak Bia misuh-misuh.

Rajawali membalikan badan. "Satu lagi, kalau punya mulut dijaga! Gue lakban baru tau rasa lo," ujarnya penuh ancaman. "Lagipula lo katarak? Muka ganteng gini dibilang jelek. Dasar cewek enggak waras."

Bia tidak menghiraukan, dia malah tersenyum-senyum sendiri karena Rajawali menyetujui permintaannya. Mungkin mulai saat ini Bia akan berteman baik dengan Rajawali.

Anwar Andeskar: Ja, Bridal nyerang kita lebih awal.

****

RAJAWALIWhere stories live. Discover now