Jadian

37 22 3
                                    

       Reno keluar dari kamarnya, karena tidak mau ditangkap Miminya. Sementara ketiga insan yang kini tengah menjadi tamu di kamarnya, terabaikan begitu saja. Ergi menggeleng-gelengkan kepalanya.

      "Tamu adalah penonton,"ucapnya. Bermonolog. Adrian menatap Felly.

      "Eh, Lo Fell,"ucap Ergi.

      "Sini Fell, duduk,"lanjutnya. Felly melangkah mendekati Ergi. Namun, langkahnya harus terhenti karena Adrian menahan lengan kanannya.

      "Kenapa?"tanya Felly. Adrian menatap gadis dihadapannya ini. Tampak pucat. Tidak seperti biasanya.

      "Udah check up?"tanya Adrian. Felly mengangguk. Ia berbohong. Beberapa Minggu ini ia memang sering berbohong. Bukan hanya dengan Adrian saja, tetapi juga dengan mama dan sopirnya. Seperti Minggu lalu, ia berbohong kepada mamanya. Dengan mengatakan ada ekskul musik, padahal ia pergi menjenguk teman sekelasnya. Dua hari lalu, ia juga membohongi pak Amir sopir pribadinya. Mengatakan bahwa ia sudah pergi check up bersama Adrian.
  
       Adrian mendecih. Ia tahu benar bahwa Felly berbohong. Adrian mengambil parsel buah yang berada ditangan Felly, menyerahkannya pada Ergi.

       "Gi, gue pergi dulu. Nanti bilangin, itu dari Felly. Titip salam buat Tante. Bilang juga ke Reno, gue pinjam jaketnya,"ucapnya lalu menggandeng sebelah tangan Felly. Felly sempat menengok ke arah Ergi dan tersenyum tipis, sebagai tanda permisi. Ergi juga membalas senyuman Felly. Ia sendiri bingung, mengapa Adrian menyeretnya keluar begitu saja.

       "Naik, Fell,"perintahnya.

       "Kita mau kemana, Kak?"tanyanya.

       "Suatu tempat. Udah, kamu naik aja,"perintahnya lagi. Felly mengikuti saja. Ia membonceng dibelakang cowok yang kini telah memakai helm full-face.

       "Nih, pakai,"ucap Adrian. Mengulurkan jaket ke belakang-memberikannya pada Felly. Felly menerimanya.

       "Buat apa, kak?aku kan, sudah pakai cardigan,"tanyanya.

       "Buat nutupin paha kamu,"sahutnya. Felly tersenyum malu. Ia pun segera menutupi pahanya dengan jaket itu.

       "Siap?"tanya Adrian dari kaca spion. Felly mengangguk.

       "Pegangan!"perintahnya. Felly meraih seragam putih Adrian. Memegang pinggang cowok itu.

       "Udah,"ucap Felly. Adrian meraih kedua tangan Felly. Melingkarkannya diperut six-pack miliknya. Felly terkejut. Pipinya terasa panas. Perlahan Adrian melajukan motornya, keluar dari halaman rumah Reno.

                                  * * *

       "Silakan menunggu panggilan dari dokter mas, mba,"ucap customer rumah sakit kepada Adrian. Adrian dan Felly pun duduk di bangku yang sudah disediakan. Adrian menatap Felly. Gadis itu menunduk. Ia meraih dagu Felly.

       "Kenapa?"tanyanya. Felly menggeleng. Wajahnya masih tampak merah merona. Tapi bibir mungilnya masih saja tampak pucat.

       "Yakin?"

       "Iya, kak."

       "Pasti kamu nggak nyaman kan?udah bohongin aku?"tebak Adrian. Felly diam.

       "Emm, Fell,"panggil Adrian.

       "Iya."

       "Kamu itu sebenarnya sakit apa?kenapa harus check up, setiap bulannya?"tanya Adrian.

       "Aku-aku sakit. E-traum-ma iya, aku punya trauma, kak,"sahutnya. Ia tersenyum tipis, untuk menutupi kegugupannya.

       "Pasien bernama Fellycia Salshakira Diandra, silakan menuju ke dalam ruangan,"panggilan pengeras suara menginterupsi. Felly bernafas lega. Setidaknya, ia bisa menghindar dari suasana yang canggung tadi. Ia segera beranjak dari tempatnya duduk. Namun, Adrian juga melakukan hal yang sama.

ADRICIAWhere stories live. Discover now