Kehidupan Yuna

18 14 4
                                    

       "Masih gatal ngga?"

       "Lumayan, udah ngga segatal tadi,"sahutnya. Ya, gara-gara Adrian yang alergi terhadap udang, rencana mereka Gatot. Gagal total. Keduanya kini sedang berada didepan klinik, sementara Shesa telah pulang ke rumah diantar oleh Reno. Jangan bayangkan, bagaimana cowok itu ngedumel. Menolak pulang, karena ingin mengganggu Felly dan Adrian yang tengah kasmaran. Kalo saja Felly tak memohon, mungkin cowok itu masih berada diantara keduanya. Persis seperti anak ayam yang mengikuti induknya.

       "Kalau alergi udang, kenapa ngga bilang!?"ucap Felly. Adrian memasang muka cengonya,"Aku juga ngga tau Fell,"akunya. Felly menepuk jidatnya,"Ah, iya kan amnesia,"gumamnya.

       "Apa?"tanya Adrian. Felly menggeleng dan tersenyum.

       "Mau kemana lagi habis ini?"tanya Adrian sesaat setelah menyalakan mesin mobil. Felly melihat jam tangan biru toska yang melingkar dipergelangan tangannya.

       "Emang boleh?"

       "Udah mau jam 7, nih,"lanjutnya. Adrian tertawa kecil. Lantas mengacak rambut Felly."Takut dimarahin Tante Renty, ya?"tanyanya.

      "Yaiyalah, nanti aku di home schooling-in lagi. Ah, jangan sampai,"Felly membuyarkan imajinasinya. Sudah cukup tahun-tahun yang ia habiskan dirumahnya. Ia tidak mau terkurung lagi dirumah itu.

       "Ngga apa-apa. Kan perginya sama aku, Fell,"ucapnya.

       "Gitu?"Adrian tersenyum,"Ke kedai kopi mau?kebetulan ngga jauh dari sini,"tawarnya.

       "Aku ngga suka minum kopi. Pahit,"tolak Felly. Ya ketimbang minuman seribu umat itu, Felly lebih menyukai air putih, jus ataupun teh.

       "Di sana ada varian tea juga kok, Fell. Jadi kamu bisa mesen itu, ngga harus kopi,"ucapnya.

       "Oke, meluncur,"ucap Felly. Bersemangat.

       "Siap Boss."

                                   * * *

       Yuna sibuk meracik dan menyeduh kopi. Ini bukan bagiannya. Namun karena Aden belum juga datang, ia terpaksa mencobanya.

       "Baru sekali nyoba, udah bagus aja kerjaan lo,"pujinya. Yuna tertawa membanggakan dirinya,"Yaiyalah, gue gitu."

        "Yaelah, nih bocah baru dipuji dikit aja dah gede pala,"cibirnya.

       "Ya, haruslah."Keduanya pun tertawa. Sosok Dudi sudah seperti teman, abang sekaligus partner kerjanya. Omong-omong, kedai kopi ini sudah bukan milik cowok berjambang tipis itu lagi. Sebulan yang lalu sudah dibeli oleh..ah, Yuna pun tidak tahu. Yang jelas, orang kaya.

       "Aish, lo mah!"

       "Omong-omong, gimana rencana lo sama 'Si Geulis'?"Si Geulis yang dimaksud Yuna adalah teman dekat dari bang Dudi. Semacam tipe ideal. Targetnya malahan.

       "Ya, ngga gimana. Gue masih mendalami dulu,"sahut Bang Dudi. Yuna mencebik,"Halah, ntar kalah start nangis, guling-guling, gantung diri, nyeburin diri ke amazon,"cibirnya.

       "Ya, ngga gitu juga kali, ah. Masih sayang umur. Mau sukses. Mau naik hajiin ortu dulu,"sahutnya.

       "Iyadah terserah lo aja Bang,"ucapnya.

       "Bangkotan,"lanjut Yuna. Dudi pun menggelitik perut Yuna.

       "Bilang apa lo barusan?"

       "A-ampun, bangahahahaa,"

       Kring

       "Ada pelanggan masuk,"ucap Yuna. Dudi menghentikan aktivitasnya, menggelitik perut Yuna.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ADRICIAWhere stories live. Discover now