46. Gue Nyesel🐥

31.1K 2.4K 100
                                    

[Tau kan caranya nyenengin hati penulis❤]
•••
Happy reading😍

***

Selesai berkebun dihari pertama, hari kedua dilanjut dengan menjelajahi pesawahan yang masih ada di lingkungan Rumah Nenek. Gue kesana bareng Mbak Ratih dan Deni.

"Hati-hati, Na. Nanti kaki kamu terperosok lho."

Jleb banget dengar Mbak Ratih ngomong gitu. Memori gue diputar kembali ke masa KKN satu tahun lalu. Dimana hubungan gue sama Geo yang masih jauh dari kata harmonis. Namun begitu, masih ada secuil kisah romantis di dalamnya. Tepat ketika kita berdua jalan-jalan di area sawah.

"Na, jangan bengong nanti jat---"

"MBAK RATIHHHHH!" Gue teriak histeris saat kaki kanan terperosok hingga nyemplung ke lumpur sawah, membuat tangan gue oleng dan menjatuhkan ember kecil yang berisi ikan hasil tangkapan itu melesat jatuh dari genggaman.

"TUH 'KAN KATA MBAK JUGA APA! ADUH, ALENA. SINI, MBAK BANTU. ULURIN TANGAN KAMU." Mbak Ratih sama histerisnya dengan gue, tangan beliau terulur di depan mata cukup lama.

Yoi, gue kembali bengong karena terbayang disaat tangan Geo terulur seperti ini. Terus gue tarik hingga kita berdua jatuh bersama ke atas lumpur sawah.

Hanya kejadian sekejap, namun begitu berarti untuk gue simpan di dalam ingatan.

Kejadian itu juga membuat Geo marah untuk yang pertama kalinya.

Sungguh kenangan yang manis.

"LENA, HAYUK BANGUN."

Sentakan dari Mbak Ratih membuyarkan lamunan gue, segera menerima uluran tangannya dan berusaha naik berkat bantuannya.

"Kaki kamu kotor, gak diizinin masuk ke rumah sama Nenek tahu rasa tuh, kamu. Balik lagi ke sungai, bersihin dulu. Sandal kamu yang nyelip di lumpur jangan lupa diambil." Mbak Ratih ngomelin gue yang lagi merunduk. "Enden, balik lagi ke sungai, antar Mbak Alena cuci kaki," panggilnya kepada Deni yang sudah jauh dari jangkauan mata.

Gue mendongak, melihat Deni yang mengibaskan tangan dan malah lari tak menghiraukan panggilan Mamanya.

"Deni aja gak mau anterin kamu, Na," cetus Mbak Ratih sambil jalan mendahului gue.

"Iya, Mbak. Maaf." Cuma tiga kata yang bisa gue jawab.

Emang bisanya cuma ngerepotin doang gue mah. Jadi rada nyesel ikut Mbak Ratih menangkap ikan.

"Kamu kenapa bisa bengong? Kepikiran sama suami?" Mbak Ratih masih setia introgasi kalau gue dalam mode bego, atau bisa dikatakan bengong.

"Gak," jawab gue singkat dan pakai nada ketus.

"Kelihatannya lagi inget sama suami, tuh. Gak mungkin kamu bengong tanpa alasan."

Masih di perjalanan menuju sungai, Mbak Ratih mengisi keheningan dengan ocehannya itu. Bukan gak mau denger nih, ya, tapi 'kan niat gue kesini juga untuk lupain Geo sementara. Pengin hilangin tentang dia untuk tenangin pikiran dulu. Bukan diolokin Mbak Ratih kayak gini.

"Iya, aku inget sama suami aku," ungkap gue tak bisa mengelak lagi. Karena sekalinya ketahuan, bakal begitu seterusnya. Gue gak bisa acting, kagak bisa bohong lama-lama.

#1 Suami Dadakan! [SELESAI✔]Where stories live. Discover now