Chapter 41. Pterodactyl (With Evolution)

21 0 0
                                    

Di dalam Kekaisaran Torquis, semua orang berhak mendapatkan gelar bangsawan apabila mendapatkan hasil yang memuaskan. Terutama penugasan yang terlalu sulit. Berlaku juga untuk masyarakat yang ingin sekali mencapai gelar bangsawan. Meski demikian, untuk mencapai tingkat tersebut, dibutuhkan waktu yang cukup lama. Sekitar 10 tahun bisa mencapai tingkat bangsawan. Minimal hanya sampai Perdana Menteri.

Meski demikian, Norm dibilang beruntung. Selain keluarganya merupakan keturunan bangsawan lama, setiap orang boleh membawa nama marga keluarga dengan tujuan mengharumkan keturunannnya. Tapi efeknya, keturunannya menjadi sombong dan susah diatur. Norm tidak mau menjadi bangsawan seperti itu. Dia menjunjung tinggi kehormatan dibandingkan apapun.

Dia mengamati dari kejauhan. Terlihat Hiro, Yumi, Rina dan Liam saling berdiskusi satu sama lain. Terutama mengenai laporan yang didapat salah satu pembawa pesan. Entah apa yang dalam pikirannya, mereka berempat begitu akrab. Norm ingin sekali mendekati salah satu dari mereka. Begitu dia menyapanya, sosok laki-laki rupawan mendekati Yumi. Pakaian mewah dan dikelilingi pelayan di sana.

Akan tetapi, dia tidak bisa mengamuk karena tidak ada gunanya. Pangeran Phillip di mata Yumi bukanlah orang yang pantas diberikan perhatian lebih. Malahan, lirikan matanya mengarah ke Rina. Jantung gadis berambut panjang berdegup cepat. Tidak menyangka sahabatnya melemparkan tatapan tajam ke arahnya. Padahal dirinya tidak mengaku tahu apa-apa hal itu. Malahan, mereka berdua penasaran sifat apa yang dimiliki Rina dan ingin membandingkan dengan Yumi.

"Yumi, kau disukai oleh tikus kan?" ucapnya polos dengan bernada menusuk hati.

"Tikus katamu bilang Ricchan?" balas Yumi tersenyum penuh misterius dan menakutkan.

Aura yang terpancar menakutkan. Bulu kuduk Rina merinding melihat perubahan sikapnya. Hiro langsung mengetahuinya, kabur terlebih dahulu. Sedangkan Pangeran Phillip mundur tidak beraturan. Posisinya kehilangan keseimbangan. Ekspresi wajah ketakutan. Dia pergi begitu saja. Yumi menghela napas. Menatap tajam sahabatnya dengan menggembungkan pipi.

"Jahat! Ricchan selalu usil," gerutu Yumi.

Norm tidak mampu menahan tertawa melihat sikap mereka. Dia berjalan santai, menemui Hiro dkk.

"Apa kau bernama Hiro Sakaki-dono?"

"Betul. Memangnya ada perlu apa denganku?" tanya balik Hiro menatap tajam laki-laki itu.

"Maafkan aku atas sikapku barusan. Kurasa sikapku tidak menunjukkan sebagai seorang ksatria," Norm menundukkan kepalanya sebagai permintaan maaf.

Hiro dan Liam saling menoleh. Mereka kebingungan atas ucapan Norm disertai perubahan drastis. Tapi mereka kelihatan tidak mempermasalahkan hal itu.

Di saat mereka berdua lengah, Norm memperhatikan taktik mereka. Betapa terkejutnya melihat strategi yang dibuat.

Liam menggabungkan metode dari buku Sun Tzu dan beberapa filosofer tentang perang. Terutama dari beberapa intisari Carl von Clausewitz, di mana strategi miliknya menekankan absolute war ketimbang total war yang selama ini didengungkan Perang Dunia I.

Bagi Norm, nama-nama tersebut terdengar asing. Tapi bagi Liam, nama itu sudah dikenang saat dirinya masih hidup. Bahkan dirinya ingin sekali bertemu dengan orang itu.

Di saat Liam berkhayal, teriakan salah satu prajurit pembawa pesan datang. Melaporkan bahwa monster itu sudah mendekat. Dan menyerang warga tidak bersalah. Mereka tidak tahan lagi.

"Kita harus berangkat segera! Melindungi warga di sana adalah kewajiban kita sebagai seorang ksatria!" teriak Norm mengacungkan pedang ke langit.

Lalu diikuti oleh para ksatria lainnya. Tapi Liam dan lainnya tidak bergerak. Kuda meringkik keras, memacu dengan kecepatan tingginya. Sebaliknya, Hiro memasang sebuah peluru ke dalam amunisinya.

Another World Chronicles [END Volume 1-3]Where stories live. Discover now