04. Retak

47K 4.5K 1.4K
                                    


"Kehilangan orangtua memang tidak pernah sesederhana kedengarannya. Patah hati yang senyata-nyatanya patah."

MEREMAS kedua ujung roknya. Debaran jantungnya berdetak lebih kencang dari yang biasa. Menatap cewek yang di tangannya terdapat sebotol minuman dingin, dan di sampingnya terdapat seorang lagi yang di tangannya menggenggam sebuah permen tangkai.

Entah bagaimana caranya, Aletta yang tadi sudah berusaha sekuat tenaga untuk bersembunyi dari jangkauan dua cewek di depannya ini, sekarang malah bertemu di taman belakang tanpa ada yang tahu.

"Nyokap lo didepak sama Papa." Santai, Cassandra atau yang lebih sering disapa Cassie itu membuka pelan salah satu kepalan jemari Aletta, lalu memberi pelan bekas botol minuman dinginnya yang sudah tandas.

Nyokap lo didepak sama Papa.

Didepak-dikeluarkan.

Dikeluarkan.

DIKELUARKAN?!

Keberadaan taman belakang yang jarang didatangi, sekarang entah kenapa malah tampak beberapa murid bermunculan satu persatu dengan sembunyi-sembunyi di balik dinding.

Baiklah. Ternyata pertunjukan akan segera dimulai sekarang. Tanpa perlu diberi tahu atau diingatkan, kalian akan tahu bagaimana akhir dari kejadian di taman belakang ini.

Lidahnya kelu mengucap sepatah kata penolakan. Semua ini salahnya! Benar-benar salah gadis berkacamata itu. Walau ia tahu jika menolak sampai bersujud pada kedua orang berkuasa di depannya ini, tak akan memberi dampak baik apa pun.

Pada akhirnya hanya anggukan, pada akhirnya hanya penurutan, pada akhirnya hanya penyerahan yang menjadi jawaban.

"Gue udah kasih tau, ya. Awas kalau besok nyokap lo dengan semangatnya pake baju pembantu. Thanks." Cassandra berlalu dengan salah satu jari telunjuknya yang mendorong keras dahi Aletta hingga membuat gadis itu jatuh ke tanah beralas rumput.

"Kasihan, sih, tapi seru liat mukanya gini gimana, dong?" Trisya bersuara. Kaki beralaskan sepatu pansus putihnya menginjak tangan Aletta yang menggenggam rumput di bawahnya.

Bundanya menjadi asisten di rumah Cassandra. Segala faktor menyedihkan yang kalian lihat saat membaca awal cerita ini adalah dari sana. Ia tak dapat berbuat apa-apa.

Sangat menyedihkan, anak tak tahu diri mana lagi yang seperti dirinya ini? Yang dengan bodohnya tidak berlari dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari ke sekolah. Jika ia sampai jam 06.00 pagi tadi, pasti bundanya tak akan mendengar informasi menyayat hati seperti ini.

Yang menjadi pasokan materi dan sumber segala kebutuhan mereka adalah dari pekerjaan sang bunda. Dan sekarang semuanya lenyap.

Ia menundukkan kepala, guna menyembunyikan beberapa tetes air mata yang sialnya keluar di saat beberapa murid masih berada di sana melihatnya dalam keadaan lemah seperti ini. Aish, bukannya malu, t-tapi ....

Ah, sudahlah.

Ia bangkit lalu berjalan diam di koridor sekolah. Sebagian orang menatap gadis itu. Bohong jika berkata bahwa ia adalah seorang yang buruk rupa. Bohong jika berkata bahwa ia tak memiliki sisi unik. Semua sisi baik dari fisik dan hatinya tertutupi tanpa tersisa akibat ... latar belakangnya.

ALETTA Where stories live. Discover now