01. Kantin SMA Tunas Bangsa

102K 6.8K 3.3K
                                    

MENGEMBUSKAN napas dalam. Berhenti sebentar lalu menundukkan setengah badannya dengan kedua tangan yang bertopang pada sepasang lututnya. Ah, ia terlalu lelah berlari.

Dirasa waktu seperti semakin bergerak lebih cepat, ia kemudian buru-buru kembali ke posisi berdiri, lalu kedua tungkainya berlari lebih cepat ke depan sana.

Wajahnya berkeringat. Bahkan matahari belum sepenuhnya tampak di atas langit sana, namun walau begitu ia semakin mengeratkan genggaman tangan di tali ransel sekolahnya, ... lalu kemudian berlari lagi.

Siapa dia yang menjadi tokoh utama cerita ini?

Namanya Aletta Revalia Chesa. Gadis dengan kulit putih pucat dan bibir kering  menjadi hal pertama yang ditangkap orang saat berpapasan dengannya. Kacamata dengan lensa yang dihiasi goresan-goresan halus selalu ia bawa ke mana-mana.

Ia berhenti dengan tangan yang memegang erat sisi gerbang sekolah yang terbuat dari besi. Gadis itu menaikkan kacamatanya yang sedikit turun mengenai hidungnya. Ia merapalkan doa syukur dalam hati sebab tiba di sekolah tepat waktu--ah, bahkan lebih dari tepat waktu.

"Kamu harus hadapi. Apa pun yang terjadi. Apa pun. Semangat, ya!"

Haha, dia kembali bermonolog kalimat penyemangat yang sering dilontarkan seseorang yang sudah hilang, pergi entah ke mana bertahun-tahun lalu. Aish, bodoh. Mengapa matanya mendadak memanas sekarang?! Rasanya ingin menangis saja.

Ceklek.

Ia membuka pintu kelas dan berjalan ke tempat duduknya di barisan kedua. Gadis itu langsung membuka tas dan mengambil buku kecil berwarna biru yang menemaninya sejak orang yang sering membuat semangatnya membara itu pergi.

Sekitar 25 menit ia berkutat dengan gigi yang bergemeletuk takut dan hidung yang memerah entah karena apa. Ah, waktunya sedikit lagi akan tiba.

"Eh, gue kepikiran ke sana juga, njirr."

"Biar mampus, tuh, orang, HAHA!" Baiklah, mereka sudah datang ternyata. Sahutan dan tawa yang menggelegar dari koridor depan sana bahkan terdengar jelas pada kedua telinga gadis yang sekarang melepaskan buku kecil dan pena yang tadi ia pegang.

"HAHAHA--" Tawa itu berhenti seketika saat mereka melihat gadis dengan kacamata hitam duduk diam di bangkunya sendiri dengan mata yang menatap ke arah pintu.

"Heh, bocah miskin, lo tadi gak telat, 'kan, datang jam 06.00, HAH!?" bentak salah satu dari antara mereka sambil mendorong kasar bahu Aletta.

Haha, kalian semua sebentar lagi--bahkan sudah akan melihat hal yang tak jarang dihadapi manusia golongan bawah layak gadis berkacamata yang tengah meringis itu.

"Iya." Suaranya lirihan itu terdengar bergetar takut. Aish, mengapa harus takut? Seharusnya ia tak perlu terlalu takut begini, kan, hal seperti ini sudah menjadi sarapannya tiap pagi. Rasanya ia ingin marah pada diri sendiri saja sekarang.

"Oh, ya, bawain tas gue dan punya Trisya, jangan lupa kerjain PR kita berdua secepatnya." Cassandra berujar datar dan tegas seraya mengambil 2 buku tugas dari tasnya lalu mengambil 2 buku tugas dari tangan Trisya.

"Atau ...." Trisya menggantung ucapannya sendiri. "Lo--"

Kalimatnya terpotong saat Aletta dengan sigap mengambil 4 buku tugas itu, lalu kemudian duduk di bangkunya dengan kepala yang menggangguk beberapa kali.

Sebelum keluar dari kelas yang sepi itu, mereka dengan ringan melempar tas berwarna blink-blink tepat di depan muka Aletta. Haha, goresan di lensa kacamatanya bertambah lagi ternyata.

"Bye, miskin," bisik kedua orang itu tepat di telinga gadis yang sekarang menulis banyak rumus dan jawaban di keempat buku itu. Ah, mereka sudah pergi keluar ternyata.

ALETTA Donde viven las historias. Descúbrelo ahora