LEY

74 9 0
                                    

“Aku sudah menggugat cerai Randy, sembari menunggu prosesnya selesai, ini sejumlah uang untukmu. Pergilah ke Polandia, lakukan apa yang kau mau. Aku minta maaf selama ini aku begitu buta untuk dapat melihat bahwa kau tidak bahagia dengan Randy di sini.”

Itu kata-kata yang Sarah ucapkan empat tahun lalu saat aku di rumah sakit. Mendengar itu aku terharu karena Sarah masih memperhatikanku dan tidak menganggapku yang aneh-aneh karena pertengkaranku dengan Randy.  Tattoo-tattoo di badanku juga ternyata sama sekali tidak mempengaruhi cara pandangnya terhadapku. Sarah orang yang baik, keputusannya menceraikan Randy sudah tepat. Randy adalah aktor terhebat sepanjang masa, seharusnya dia bisa dapat penghargaan Oscar.

Aku menyusuri jalan setapak di depanku sambil bersiul senang. Senang rasanya kehidupanku jauh lebih bahagia dari sebelumnya. Aku sekarang memiliki keluarga yang sayang padaku, pendidikan yang bagus di Polandia, dan yang terpenting aku punya pacar yang selalu ada untukku. Meskipun sayang sekali, orang itu bukan Cara. Ngomong-ngomong tentang Cara, kudengar gadis itu telah menyelesaikan kuliahnya dan akan menikah dengan Ian. Aku senang mendengarnya. Aneh bukan? Kalau itu terjadi empat tahun lalu, mungkin aku sudah pasti depresi dengan kehidupanku yang berantakan di segala aspek. Sedih memang saat aku berpisah dengan Cara untuk pergi ke Polandia, tapi aku juga harus move on. Tidak selamanya kita harus mendapatkan apa yang kita inginkan. Tidak apa-apa aku tidak bisa mendapatkan Cara, aku kehilangan sesuatu tetapi mendapat suatu hal lainnya. Hidup itu ternyata adil.

Aku sengaja menunggu Cara di cafe sebrang kampusnya. Aku baru saja tiba di Indonesia dan hal pertama yang ingin kulakukan adalah bertemu Cara sehingga begitu datang aku langsung menghubungi Ian menanyakan dimana Cara. Oh, aku dan Ian sudah akur. Yah.. sudah empat tahun lamanya kami berpisah, masa mau tidak akur terus. Lagi pula saat itu kami sama-sama membenci Randy, sekarang pria itu sudah mendapat pelajaran yang sepantasnya jadi buat apa masih bermusuhan satu sama lain.

Saat Cara masuk ke dalam Cafe dengan wajah cemberut, aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Cara tetaplah Cara, berapa lama pun waktu berlalu. Kecuali, sekarang gadis itu kembali berambut panjang dan wajahnya dipulas makeup tipis. Cara yang dulu sehari-hari ogah memakai makeup.

"Permisi." Aku menarik kursi di depan Cara dan duduk di hadapannya.

"Ley!!?" Cara terkejut hingga melongo. Aku tertawa, sudah lama aku tidak melihat ekspresi kagetnya saat aku tiba-tiba muncul.

Cara berdiri dari kursinya dan memelukku dengan erat. "Ya ampun, Ley! Kapan kau datang? Kenapa tidak menghubungiku dulu? Astagaa, kau tidak tahu seberapa kangennya aku padamu!"

Aku balas memeluk Cara dengan erat. "Aku juga sangat kangen padamu."

Kami bertukar tawa sambil tidak sadar masih saling berpelukan. Suara dehaman pria dari belakang kami yang memisahkan.

"Ehm, oh jadi begini kelakuan kalian kalau aku tidak ada?"

Ian. Aku dan Cara lantas tertawa. Kami hendak memisahkan diri ketika tanpa diduga-duga, Ian menghampiri kami dan ikut berpelukan. Benar-benar momen langka. Aku yang dulu tidak akan punya pikiran bahwa, hal-hal kecil di hidupku seperti cinta, persahabatan, dan bahkan rasa sakit yang kualami selama masa bersekolah dulu akan menjadi pengalaman berharga dalam hidupku, yang membuat perjalanan hidupku menjadi lebih indah. Aku jadi penasaran, apa hal indah yang dialami setiap orang dalam hidup mereka? Aku ingin sekali mendengarnya.

----

Pretty Thingحيث تعيش القصص. اكتشف الآن