8.5 - LEY

53 5 2
                                    

Bodoh. Aku tidak bisa berhenti meruntuki diri sendiri. Bisa-bisanya aku lengah dan membiarkan Cara dan Ian punya kesempatan untuk berduaan. Sebenarnya aku sudah lama sadar bahwa Cara menyukai Ian, tapi aku masih terus saja berpikir bahwa aku punya kesempatan mengganti posisi Ian di hati Cara. Sekali lagi, bodoh. Kalau begini jadinya aku yang sakit hati sendiri. Entah kenapa dari dulu orang yang kusayang selalu meninggalkanku. Ibuku, sosok seorang ayah dari Randy, teman-temanku, dan sekarang.. Cara. Saat mereka pergi meninggalkan gedung ini barusan, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Padahal kukira malam ini aku bisa mencuri hati Cara, padahal malam ini sudah lama kunanti-nanti. Semuanya sia-sia.

Kurasa sudah tidak ada gunanya lagi aku tetap berada di gedung ini dengan suasana hati suntuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kurasa sudah tidak ada gunanya lagi aku tetap berada di gedung ini dengan suasana hati suntuk. Aku pun menyelinap diam-diam, berhati-hati agar tidak seorangpun menyadari aku pergi. Malas sekali jika ada yang bertanya-tanya, bisa-bisa dengan mood ku yang seperti ini akan kuajak berkelahi. Aku terus berjalan sampai tanpa sadar aku sudah berada di depan rumah. Aku mendegus kesal, bahkan saat aku membuka pintu nanti pun aku akan melihat wajah Randy yang memuakkan. Ah, rasa-rasanya semua hal membuatku kesal! Seketika aku merasa panas dan menyingsing lengan bajuku.

"Tunggu." Ujar suara dari belakangku. Randy.

"Apa-apaan ini?" Pria itu menghampiriku dan menarik lengan kiriku. Di perhatikannya setiap tattoo yang terlihat di sana dan kemudian dia menarik lengan kananku, hanya untuk melihat lebih banyak tattoo. Lalu pria itu dengan kasar menarik kemejaku hingga aku kehilangan beberapa kancing.

"Apa-apaan? Apa maumu?" Tantangku.

"Sejak kapan kau membuat tattoo-tattoo ini?"

"Apa urusannya denganmu?"

Randy menatapku tidak percaya dan menampar pipiku dengan keras hingga aku terhuyung ke belakang.

"Begitu caramu menjawab ayahmu sendiri? anak tidak tahu terima kasih! Dan lagi, siapa yang menyuruhmu memiliki tattoo sebanyak itu? Kalau sampai Sarah tahu.."

"Kalau sampai Sarah tahu, dia akan berpikir aku anak bermasalah dan tidak akan menyukaiku. Kutebak hal ini akan berdampak pada reputasimu dan jatah uangmu darinya akan berkurang? Kau kira aku tidak tahu betapa mata duitannya kau?"

"Anak kurang ajar!" Randy bersiap-siap akan memukulku namun aku lebih cepat, kutahan tangannya dan kuhempaskan hingga pria itu terjatuh. Yang aku tidak tahu adalah, pria itu membawa sekop sehingga ketika pria itu berdiri, dia menghajarku habis-habisan sampai aku tidak mampu berdiri.

Aku memaksakan diri tersenyum meskipun kesakitan. "Kau tidak memikirkan akibatnya jika Sarah megetahui perbuatanmu ini?"

Seakan sadar, Randy menyingkirkan sekopnya dan buru-buru masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu. Aku hanya tertawa. Setakut itukah pria itu disingkirkan oleh Sarah? Tawaku semakin keras, aku menutup mataku dengan kedua tangan dan aku tidak tahu mana yang lebih keras, suara tawaku atau tangisanku. Rasanya sakit sekali. Hatiku, tubuhku. Semua terasa sakit. Yang terjadi selanjutnya adalah gelap. Aku tidak bisa melihat apa-apa dan kurasa aku bermimpi saat tiba-tiba aku mendengar Cara meneriakkan namaku keras-keras. Cara.. tolong aku.

Aku terbangun keesokan harinya di rumah sakit. Badanku luka-luka dan diperban di beberapa bagian. Aku baru menyadari bahwa perkelahianku dengan Randy kemarin cukup parah. Kalau tidak, kenapa juga aku terbangun di rumah sakit. Sepertinya kemarin aku pingsan.

"Ley.." panggil seseorang di sebelahku. Aku pun menoleh dan mendapati Sarah sedang memperhatikanku sambil meneteskan air mata. Kenapa wanita itu menangis? Ibakah dia padaku? Detik berikutnya, Sarah menggenggam kedua tanganku dan mengatakan sesuatu yang mengubah hidupku.

____

Pretty ThingWhere stories live. Discover now