4.5 - LEY

68 5 0
                                    

Aku tidak pernah suka hari Sabtu. Aneh bukan? Padahal hari Sabtu adalah hari yang paling ditunggu banyak orang. Jawabannya sederhana, bagiku semua hari sama saja. Mau itu hari biasa atau hari libur, aku selalu menghabiskan waktu sendirian. Tapi kali ini berbeda, aku tidak sabar menunggu hari Sabtu datang karena itu artinya, aku akan pergi dengan Cara. Mungkin aku terlalu bersemangat sampai Sarah dan Ian bengong melihatku senyum-senyum sendiri saat makan siang.
Dan.. kurasa aku lebih senang hari sebelum Sabtu, hari dimana aku menunggu-nunggu dan senyum-senyum seperti orang bodoh memikirkan kencan pertamaku dengan Cara--yang tentu saja hanya aku yang menganggap ini kencan daripada hari Sabtu itu sendiri.

Awalnya aku bersemangat, dari pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Entah sudah berapa kali aku bercermin sampai kurasa jika benda itu bisa bicara, dia akan menyumpahiku sumpah serapah. Tepat jam dua belas siang, Cara membunyikan klakson mobilnya dan aku bergegas keluar rumah.

"Mau ke mana?" Randy tidak bekerja di hari Sabtu, pria itu punya hobi baru sekarang. Setiap Sabtu dia berkebun di rumah.

"Slamat siang, kami mau pergi makan." Cara yang menjawab.

Setelah itu aku langsung masuk ke mobil Cara, tentu saja tanpa berpamitan dengan Randy.

Dan.. inilah awal mula dari kekecewaanku. Seharusnya aku dan Cara bisa ngobrol banyak hal. Kita bisa berdebat tentang makanan, tentang geng anak populer di sekolah, zombie, alien, hantu, atau apapun itu. Tapi hari ini, sepertinya gadis itu lebih menyenangi topik "Ian". Dari tadi saat perjalanan ke Burger King sampai sekarang kami makan, Cara tidak henti-hentinya bicara tentang Ian. Aku hanya berpura-pura minat dengan obrolan kami, padahal.. yah..

"Sampai sekarang aku masih tidak habis pikir bisa-bisanya aku dan Ian bertemu saat subuh."

"Biasa saja, aku sering tidak bisa tidur dan keluar rumah jam satu atau dua pagi."

"Dan astagaa, aku kembali berteman dengan Ian setelah berabad-abad lamanya kami saling diam!"

"Kau berlebihan."

"Tapi tetap saja ini aneh."

"Kau sudah berkata begitu sekitar seratus kali hari ini."

Cara akhirnya diam. "Oke maaf, aku lupa kau sensitif soal Ian. Tapi aku hanya.. hanya.."

"Ah sudahlah, kau hanya senang kan? Tidak apa, lanjutkan saja apa yang ingin kau katakan."

"Tidak, oke. Aku sudah kelewatan. Hei bagaimana menurutmu burgernya? Punyaku rasanya tidak enak."

Syukurlah Cara peka, meskipun usahanya mengganti topik kurang mulus, tetap saja aku lega topik "Keajaiban Ian" ini berakhir.

"Biasa saja, mau coba?"

Cara pun langsung mengambil burger di tanganku dan mencobanya. Satu gigitan sudah membuatnya menjulurkan lidah.

"Meh, punyamu rasanya lebih tidak enak dari punyaku. Aneh sekali, sekarang menurutku lebih enak Mcdonald's daripada Burger King."

Aku hanya tertawa.

"Setelah ini kita mau kemana?" Tanya Cara.

"Aku sudah memikirkan ini baik-baik. Aku ingin bersepeda, lalu nonton film, makan es krim, atau lebih baik ke taman bermain saja, atau.."

"Wow, Ley.. kurasa saat ini nonton adalah ide yang bagus. Setelah itu kita bisa makan es krim."

"Kau tidak suka bersepeda?"

"Aku tidak bisa naik sepeda."

"Bagus! Aku akan mengajarimu!"

Cara hanya bengong menatapku lalu tersenyum, "kita simpan idemu itu untuk lain hari."

Aku mengangguk setuju dan kami pun meninggalkan Burger King untuk nonton film.

----

Pretty ThingWhere stories live. Discover now