5.6 - LEY

57 6 0
                                    

"Dari mana kau?" Tanya Randy ketika melihatku melewati ruang tamu tepat jam sepuluh malam.

"Sejak kapan kau peduli?"

Randy sudah akan menghampiriku dengan wajah mengerikan seolah-olah pria itu akan menghajarku seperti yang sering dia lakukan di Polandia saat mabuk. Aku merinding. Untung sebelum sempat Randy melakukan sesuatu padaku, Ian datang. Wajahnya berkerut nampak mencoba memahami situasi.

"Aku tidak mau kalian bertengkar di rumahku, aku butuh ketenangan, bukan keributan." Nada Ian tidak mengancam, melainkan dia mengatakannya dengan malas-malasan. Meskipun begitu aku tahu dia serius.

"Haha Ian, kami tidak bertengkar. Aku hanya ingin mengajari Ley cara bertutur kata yang lebih sopan ke orangtua." Randy yang menyahut.

Ian tidak menghiraukan Randy tapi lalu menatapku. "Kau dari rumah Cara?"

Aku mengangguk.

"Dia sudah baikan?"

Aku mendengus. Kalau dipikir-pikir, aku kesal. Ian mencium Cara saat tidur? Jadi Ian menyukai Cara? Aku tidak rela. Dari awal aku sudah menetapkan hati pada Cara, dari awal hanya ada aku dan Cara. Bahkan ciuman pertama Cara itu denganku.

"Kau punya masalah pendengaran?" Ian berdecak kesal karena aku tidak urung menjawabnya.

"Dia sudah baikan."

"Syukurlah."

"Ian,"

"Apa?"

"Aku suka Cara."

Ian diam saja, dia memandangku seolah-olah aku gila.

"Lalu apa hubungannya denganku?" Ian akhirnya memberi respon.

"Tidak ada." Aku tersenyum. "Aku hanya ingin kau tahu."

----

Dua hari ini Sarah yang mengantar-jemputku ke sekolah, aku setengah berharap hari ini Cara yang muncul di depan rumahku dan membunyikan klakson mobil seperti biasa. Sepertinya keinginanku terkabul, tiba-tiba saja aku mendengar suara klakson mobil Cara.

"Oh, Cara sudah sehat?" Sarah bertanya.

Aku mengangkat bahu, "Sepertinya begitu, dah Sarah."

Wanita itu hanya tersenyum padaku dan tidak lupa memasukan bekal yang dibuatnya mulai tadi pagi-pagi sekali ke dalam tasku. Setelah itu aku bergegas keluar.

"Pagi." Sapa Cara.

"Kau benar-benar sudah sehat?" Aku memegang leher dan dahi Cara untuk memastikan. Badannya memang sudah tidak begitu panas.

"Lumayan, orangtuaku sudah panik dari kemarin-kemarin, dikira aku kena demam berdarah. Tapi kepanikan mereka tidak terbukti."

"Baguslah! Mana Candy? Tidak masuk?"

"Ah.. kurasa dia marah padaku? Dia tidak mengajakku ngobrol sama sekali dari kemarin dan hari ini dia dijemput Lucy."

"Apa ini semua karena Ian?"

"Tentu saja."

"Kau pikir Ian menyukaimu?"

"Hah? Mana kutahu? Kurasa mengecup kening adalah hal biasa? Ayah dan ibuku sering melakukannya, Candy saja yang lebay."

"Menurutku juga biasa."

Cara memangut-mangut.

"Tapi kalau Ian yang melakukannya, jelas tidak biasa." Gumamku dalam bahasa Polandia.

"Apa kau bilang?"

"Eh tidak, lupakan."

Cara menatapku curiga. "Kau tidak sedang mengataiku hal buruk kan?"

Aku tertawa. "Tentu saja tidak."

"Oke, aku percaya padamu."

----
Note:
kenapa aku bikin POV setiap karakter pendek2? Karena aku suka jengah kalo baca 1 halaman panjang gitu, meski suka ceritanya tp kaya ga ada abis2nya waktu scroll. Jadi mending per halamannya aku bikin ga terlalu panjang biar ga bosen di halaman itu2 aja hehe (apa cuma aku yg kaya gini?)
++
Aku masih gatau cerita ini bakal lanjut sampe berapa part dan belum ada ide Cara end up sama Ley atau Ian. Kalian mau Cara jadian sama siapa? :p

Pretty ThingWhere stories live. Discover now