🥀 Bab 30 : Cinta mencairkan segalanya

3.2K 406 3
                                    

SELAMAT MEMBACA!

"Semarah apa pun kita pada orang. Selama kita masih punya cinta padanya, amarah kita hanyalah sebutir debu yang tidak berharga."

~~***~~

Lima hari dari kejadian saat Diana bilang kalau Adhisti pergi berlibur jatuh pada hari Minggu ini. Dan ternyata benar, Adhisti kembali dan tentunya dia pulang ke kost-an.

Adhisti baru saja keluar dari taksi dan setelah mengeluarkan semua barangnya. Adhisti berjalan ke kost-an yang sudah dia rindukan itu. Tapi saat hendak membuka kenop pintu, pintu tidak mau terbuka.

Dia menepuk jidatnya sendiri. Hari Minggu, hari dimana anak-anak akan pergi berolahraga dan bersenang-senang. Itu artinya kost-an kosong sepi dan pintu pasti dikunci.

Dia melirik jam tangannya. Sudah agak siang, seharusnya mereka juga segera kembali. Adhisti pun memilih menunggu di teras dengan ketidakpastian.

Lima menit... sepuluh menit...

Tidak ada tanda-tanda mereka akan pulang. Adhisti duduk di lantai sambil bersandar dan terus menatap jam tangannya.

Lima belas menit... dua puluh menit...

Sekarang saking kesalnya menunggu, Adhisti sampai tiduran di teras. Kali ini bukan jam tangannya yang dia lihat tapi langit-langit kost-an.

"Li ... ma ... enam ... mana lagi yah?" gumam Adhisti sambil meliuk-liukkan jarinya menunjuk cicak yang dia lihat.

Dia benar-benar bosan sekarang. Tiba-tiba sebuah suara mesin mobil mengagetkan Adhisti tapi saat melihat siapa yang datang, Adhisti langsung kembali menghitung cicak yang dia rasa lebih penting daripada kedatangan Agnan.

Agnan yang baru keluar dari mobil tentu saja terkejut melihat kehadiran Adhisti di depan kost-an. Apalagi dengan posisi berbaring di lantai seperti itu. Tak ingin ambil pusing Agnan berjalan melewatinya.

Niat Agnan sih ingin marah dan tidak bertegur sapa karena dia ingin langsung masuk ke dalam tapi saat mau membuka pintu, pintu terkunci.

"Delapann ..." Tunjuk Adhisti lagi pada cicak yang dia temui.

Agnan mendengus sebal lalu duduk di atas kursi. Alhasil mereka sama-sama terjebak di luar. Mereka kembali menunggu lagi sekarang dan Adhisti masih disibukkan dengan menghitung cicak yang tidak ada faedahnya sama sekali.

"Lima belas ..." lirih Adhisti.

Dia sudah capek menghitung cicak dan sepertinya cicak yang sudah dia hitung juga ke hitung lagi dua atau tiga kali. Harusnya tadi dia kasih tanda dulu biar tidak ke hitung lagi.

"Akhhhhh! kok lama sih?" geram Adhisti sambil bangkit untuk duduk. Bibirnya mengerucut sebal.

Agnan yang melihat ekspresi itu ingin sekali mencubit pipinya tapi dia tidak bisa. Agnan sedang marah padanya.

Agnan langsung dibuat kaget saat Adhisti tiba-tiba menatapnya dengan tatapan sebal dan cemberut. Dia pun pura-pura tidak melihatnya dan memilih memalingkan wajahnya.

"Laper," gumam Adhisti sambil mengusap perutnya. Dia belum makan sejak pulang tadi dan sekarang malah terjebak di luar seperti ini.

"SIOMAYYYY SIOMAYYYY!!" teriak tukang siomay yang kebetulan lewat.

"BANG SIOAMAY BELI!" teriak Adhisti yang langsung lari menghampiri tukang siomay itu.

Bad boy is a good boy for me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang