🥀 Bab 22 : Obat rindu

3.1K 409 5
                                    

SELAMAT MEMBACA!

"Jangan salahkan aku jika aku hanya ingin bersamamu."

~~***~~

Agnan tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat ini. Dia terus tersenyum sepanjang jalan apalagi saat dia melirik ke arah Adhisti. Siapa sangka dia berhasil mengajak cewek itu keluar malam-malam begini.

"Kita makan di kafe yah," ujar Agnan.

"Hah? Makan di kafe?" ulang Adhisti.

"Iya."

"Ihh, jalan-jalan macem apaan kalau cuma ke kafe doang?" gerutu Adhisti.

"Belum jadi pacar aja udah main nawar-nawar."

"Terserah gue lah."

"Yaudah deh, lo maunya kemana?"

"Pasar malam," jawab Adhisti antusias.

"Dimana pasar malam?"

"Nggak jauh kok dari sini, lo belok kiri aja. Gue udah lama pengen ke sana cuma nggak ada temen. Ngajak Diana, dia malah nggak mau. Katanya kayak anak kecil."

"Lo kan emang anak kecil," kekeh Agnan.

"Gue udah tujuh belas tahun kok."

"Umur lo yang tujuh belas tapi sikap lo kayak anak TK," ujar Agnan sambil tersenyum geli.

"Ihh, dasar nyebelin lo." Adhisti mencubit lengan Agnan sampai cowok itu mengaduh kesakitan tapi akhirnya dia malah tertawa juga.

"Udah-udah ah, gue lagi nyetir nih," ujar Agnan sambil menyingkirkan tangan Adhisti.

"Makanya jangan suka bikin orang kesel," kata Adhisti sambil melipat tangannya di dada.

"Iya sayang, maaf yah," ujar Agnan sambil mengusap kepala Adhisti dengan salah satu tangannya.

Adhisti terdiam saat Agnan menyebutnya dengan panggilan sayang. Dia masih belum terbiasa dengan panggilan itu tapi tidak bisa dia pungkiri kalau dia sangat senang dipanggil seperti itu.

****

Sampai di pasar malam, Agnan merasa tempat itu terlalu ramai dan begitu gemerlapan seperti diskotik. Agnan benci tempat ramai tapi karena Adhisti mau ke sana yasudah Agnan hanya bisa menurut.

"Ayo." Adhisti menarik tangan Agnan untuk mulai menjelajahi semua yang ada di sana.

Mereka mencoba menaiki kuda-kudaan yang berputar. Agnan awalnya menolak tapi karena terus dipaksa akhirnya dia naik juga.

Agnan tidak begitu menikmati permainannya tapi saat melihat Adhisti terus tersenyum, dia juga ikut senang.

Setelah dari sana mereka naik bianglala raksasa. Agnan sedikit suka menaikinya apalagi saat mereka di atas, semua pemandangan terlihat jelas dengan titik-titik cahaya lampu yang menyala.

"Bagus banget," gumam Adhisti.

"Lo suka?"

Adhisti mengangguk penuh semangat. "Gue suka banget."

"Gue juga."

"Nggak nanya."

"Dasar, mulai kumat penyakit nyebelinnya." Agnan mengusap-usap puncak kepala Adhisti sambil menikmati pemandangan di atas sana.

"Liat deh lampu di sana, cantik banget, kan?" Tunjuk Adhisti ke arah lampu yang berkelap-kelip warna-warni.

"Lo lebih cantik kali," ujar Agnan membuat Adhisti menatapnya.

Bad boy is a good boy for me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang