🥀 Bab 20 : Marah karena cinta

3.6K 421 4
                                    

SELAMAT MEMBACA!

"Tidak selamanya cinta cukup dengan mengatakan 'sayang' karena setiap orang pasti memiliki cara sendiri untuk mengatakan cintanya."

~~***~~

Diana baru saja selesai memarkirkan mobilnya. Entah kenapa hatinya terasa ada yang berbeda saat melihat Adhisti keluar dari mobil dengan kaki pincang.

Ya, pagi ini mereka berangkat bersama karena Adhisti terus memaksa ingin sekolah padahal dia masih harus istirahat.

Diana kira dengan kehadiran kakaknya di rumah mereka akan selalu berdebat dan bertengkar. Tapi ternyata selama ada Adhisti, rumah terasa hidup dan penuh keceriaan.

Walau sesekali mereka berdebat tapi Adhisti selalu mengalah. Mendadak Diana tersenyum miris pada dirinya sendiri.

"Adhistiii!" teriak Chaca sambil berlari saat melihat Adhisti.

Diana yang baru keluar dari mobil pun tampak bengong saat Chaca memeluk kakaknya erat dengan penuh kerinduan. Kadang Diana bingung, kenapa Adhisti mau berteman dengan Chaca?

Tapi kalau dipikir, Adhisti lebih beruntung karena memiliki satu sahabat yang amat baik. Tapi dia? Dia belum bisa menyebut Zoya dkk sebagai sahabat.

"Chaca kangen sama Adhisti," ucapnya sambil cemberut.

"Masa sih? Padahal cuma dua hari gue nggak sekolah," kekeh Adhisti.

"Ihhh serius, Chaca kangen banget banget sama lo. Di kelas Chaca kayak patung hidup tau."

"Tapi sekarang gue udah sekolah lagi." Adhisti tersenyum menatap sahabatnya itu.

"Iya sih, Chaca nggak jadi patung hidup lagi deh." Chaca melihat ke arah Diana yang sedari tadi diam. "Lo bareng sama dia?"

Adhisti melirik Diana yang malah membuang muka. "Iya, nyokap yang nyuruh."

"Udah baikkan, yah?" tanya Chaca.

"Nggak ada yang baikkan," jawab Diana jutek.

"Dih, jutek banget sih, Mbaknya." Chaca mendelik sebal.

"Udah nggak usah debat," lerai Adhisti.

"Tapi sebenarnya lo kenapa sih?"

"Nih liat, kaki gue di perban."

"Mbaknya buta kali sampai nggak liat tuh kaki di perban," ledek Diana.

"Ihhh apaan sih? Chaca nggak buta kali!"

"Makanya jangan cuma perpustakaan aja yang didatengin. Kali-kali ke rumah sakit juga biar punya mata itu diperiksa," cerocos Diana sambil berlalu pergi.

Chaca tentu saja kesal bukan main dia. Bahkan dia mau mengejar Diana kalau saja Adhisti tidak mencegahnya.

"Dhisti?" panggil Bima yang terlihat senang saat melihat Adhisti kembali sekolah.

"Hai, Bim," sapa Adhisti.

"Iihhh kok cuma Adhisti yang disapa? Chaca juga mau kali di sapa." Chaca kembali mengerucutkan bibirnya sebal.

"Hai, Cha."

"Telat," balas Chaca ketus.

Adhisti dan Bima hanya terkekeh geli melihat Chaca yang mencak-mencak karena kesal.

Agnan baru saja keluar dari mobilnya dan kedua bolanya langsung tertuju ke arah tiga orang yang berada tidak jauh darinya.

Tangan Agnan terkepal kuat saat melihat Adhisti dan Bima tertawa.
Setelah dua hari dia tidak sekolah, tidak saling bertemu dan berhasil membuatnya kebingungan dan kesal, sekarang Adhisti malah tertawa bersama cowok lain. Agnan tentu saja geram melihatnya, hatinya panas dan dia ... cemburu.

Bad boy is a good boy for me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang