Rayyan tergelak sesaat.

"Ini muka lo kenapa?" tanya Rayyan setelah menyingkap sejumput rambut Keyla yang menghalangi sisi wajah gadis itu. Ia sudah ingin menanyakan hal ini dari awal. Wajar saja, luka lebamnya terlalu banyak dan jelas. Mustahil jika Rayyan tidak gagal fokus.

Keyla meringis secara tidak sadar, bahkan disentuh sepelan ini saja masih terasa sakit. "Kalau gue bilang ini hasil jatoh apa lo bakal percaya?"

Rayyan menggeleng. "Enggak."

"Kenapa?"

"Karena jelas ini lebih ke hasil pukulan." Rayyan menjawab membuat Keyla terperangah. Gadis itu diam. Ia tidak berani menatap ketika lelaki itu mengapit pelan kedua pipinya menggunakan jari, lalu meluruskan padangan Keyla ke arahnya. Mata Rayyan memicing ragu. "Bener, kan?"

"Lo—" Keyla mengerjap rikuh. "Darimana lo yakin bisa ngomong gitu?"

Rayyan memandang kosong, lelaki itu mendekat membuat jarak keduanya sedikit terkikis. "Gue udah dikenalin luka fisik dari kecil, Keyla. Dari pukulan berat sampe ringan. Tamparan keras atau pelan. Gue nggak sebodoh itu sampe nggak bisa bedain mana luka disengaja atau nggak."

Jelas saja. Jatuh seperti apa sampai luka babar belurnya seperti dihajar habis-habisan oleh orang?

"Look at this. Tangan kiri lo bengkak, kulit kening sama sudut bibir lo sobek, mata lo juga memar. Bonyok sewajah-wajah gini lo sebut hasil jatoh?" kata Rayyan penuh perhitungan, tatapan matanya berubah nyalang. "Lo dianiaya seseorang?"

Keyla menelan ludahnya kasar. Salah besar membohongi Rayyan. Dia seperti seorang Bodyguard. Instingnya dibuat kuat. Dilatih peka terhadap situasi, cara berpikirnya kronis, juga pintar membedakan perkara. Keyla sadar itu.

"Siapa?" Rayyan berujar tanpa ekspresi, lelaki itu memegang lengan Keyla agar bersuara. Tidak ada emosi dalam nada bicaranya, masih sama setenang genangan air. Hanya saja cara berbicara lelaki itu terdengar menohok. Malah Keyla yang pias di sini. Benar kata Kaivan, Rayyan punya aura intimidasi tajam yang berbeda.

"Gue tanya sekali lagi." Rayyan bersuara kembali. Ia ingin tahu. "Orang tolol mana yang berani ngehajar lo sampe segininya?"

"Nggak tahu," balas Keyla seadanya. Ia tidak mau menyembunyikan apapun.

"Nggak tau?"

Keyla menggeleng, ia mendengus gusar. Tidak tahu bagaimana mendeskripsikan wujud lelaki itu. Terlalu sukar untuk dijabarkan. "Nggak bisa liat mukanya. Dia pakek topeng."

Rayyan tidak mengeluarkan kata untuk saat ini. Dia diam, memasang pendengaran baik-baik ketika Keyla bercerita. "Tapi dia cowok, kayaknya sepantaran kita. Gue juga nggak paham. Kenapa dia ngincar gue? Gue salah apa sama dia, Ray?"

Keyla menunjuk wajahnya sendiri. "Ini bekas kemarin malem. Waktu itu sempet dateng ke rumah, cuman keburu ada Mama. Tapi dia bilang...." Keyla menarik napasnya berat. Ia nampak risau tak tentu. "Gue harus celaka. Dia mau bunuh gue, ya?"

"Nggak usah ngomong yang aneh-aneh," tegur Rayyan tak mau membuat gadis itu berpikir terlalu jauh. "Gue tau lo overthinking, tapi itu malah bikin lo nggak tenang. Jangan keliatan takut, nanti orang gila itu makin kesenengan."

"Jadi ... gue harus apa sekarang?" tanya Keyla.

Rayyan menunjuk makanan yang belum habis itu menggunakan dagunya. "Lanjutin makan." Lelaki itu dengan tenangnya membuka box donat. "Buat malem ini, jangan dulu mikirin apa-apa. Gue tau lo capek."

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Where stories live. Discover now