BAB 21 : Message

83K 8.8K 1.3K
                                    

Woy! Cuy! Astagfirullah, baru bisa up karena emang ... ya begitu lah ya, susah jelasin. Oke cus, bismillah rame! :(

***

❝Dia hanya dipaksa tangguh, ketika semesta memukulnya mundur hingga runtuh, sampai akhirnya tak dapat sembuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

❝Dia hanya dipaksa tangguh, ketika semesta memukulnya mundur hingga runtuh, sampai akhirnya tak dapat sembuh.❞ — Author to Rayyan Arka Valerian

***

Author Pov

Flashback on....

Ruangan yang tengah di tempatinya sekarang itu gelap dan dingin. Tak ada sedikit cahaya atau sinar sebagai titik terang. Semuanya nampak kelam di indera penglihatan bocah berusia 8 tahun itu. Senyap juga hening. Hanya isakkan tangis dan detak jantungnya yang terdengar. Ia menekuk lututnya kian erat.

Rayyan berani bertaruh, jika perih di wajah juga kakinya tak sepadan dengan rasa sakit kedua orang tuanya. Jika luka di mata dan bibirnya ini tak separah kepiluan yang keluarganya rasakan. Rayyan penyebab semakin kacaunya keadaan. Ia membunuh Reyhan kemarin di atas tangga. Melenyapkan seseorang yang selama ini menjadi perisainya. Kakaknya sendiri.

Gudang belakang rumah menjadi tempat satu-satunya ia diam sekarang. Geo sedang tak sudi menatapnya, juga Rayyan yang tak berani melihat Anita berduka. Anak itu mendekap kerapuhan sendirian. Menangis dengan umpatan menyedihkan yang ditunjukan pada dirinya sendiri.

"Maaf Bunda ... maaf Ayah...."

"Bunda, b-badan Rayyan sakit semua...."

"J-jahat. Rayyan penjahat...."

Hanya itu yang keluar dari bibir mungilnya yang bergetar. Rayyan tahu ketika pintu gudang terbuka menampilkan sedikit cahaya dari cela, namun anak itu tak peduli siapa yang datang menemuinya. Hingga Rayyan sadar jika sepasang kaki kecil sudah berdiri tepat di depannya. Rayyan mendongak, ia disuguhkan dengan uluran tangan seseorang.

"Plester buat luka Rayyan," kata Kaivan dengan kondisi tak kalah kacau. Matanya sembab karena terus saja menangis.

"K-Kai?"

Kaivan mengusap matanya yang kembali basah, anak itu nampak tak tega melihat Rayyan. "P-plesternya ada satu. P3K-nya disimpen di lemari atas. Kai p-pendek, nggak nyampe ngambilnya. Jadi y-yang ini aja."

"Makasih." Rayyan mengambil benda itu, kemudian menggenggamnya erat. Terlalu kalut dengan pikirannya, sampai ia lupa jika masih memiliki satu saudaranya yang lain.

"Kai, keluar aja. Jangan deket-deket Rayyan. Nanti Rayyan celakain Kai," ujar Rayyan mengusir secara halus. "Kai nggak boleh kenapa-napa. Ayo pergi ... keluar."

Kaivan menggeleng tegas. "E-enggak mau!"

"Rayyan bilang pergi. Nanti Ayah liat, aku bisa dimarahin. Jangan ke sini Kai, sana pergi...." Rayyan menggerakan tangannya isyarat mengusir, namun Kaivan tak beranjak sedikitpun. Anak itu malah mendekat lalu memeluk Rayyan erat. Kaivan terisak lebih parah dari sebelumnya. Ia seperti adik kecil yang takut kehilangan kakak lelakinya.

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Where stories live. Discover now