BAB 85 : Pamit

96.7K 8.1K 2.3K
                                    

Hallo, aku update lagi 🙌 cepet, kan? Tukeran ya sama komentar kalian 💗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallo, aku update lagi 🙌 cepet, kan? Tukeran ya sama komentar kalian 💗

Happy reading! Mau tissue? :)

***

Author Pov

"Pak Fahri! Kita nggak bisa diem aja biarin Rayyan di dalem! Dia bisa mati kebakar!" Geo memohon-memohon dengan sangat. Sejak Rayyan memilih masuk ke dalam lagi, pria itu dilingkupi kengerian. Seluruh tubuhnya terasa panas, seolah disiram air mendidih. Darahnya menggelegak, saking hebatnya ketakutan itu.

"Kita nggak punya cara nyelamatin Arka, Pak Geo! Saya juga Ayahnya! Asal anda tahu, saya juga nggak rela anak saya kenapa-napa!" balas Fahri sama terguncangnya, suara dan napas pria itu sampai bergetar-getar.

Geo tak bisa bernapas, dadanya tersendat-sendat. Memang sudah tak ada kemungkinan untuk naik ke atas, bagian luar kastil sepenuhnya tak bisa disentuh, dan paling utama jalan keluar satu-satunya di sana sudah buntu. Tertimbun robohan pilar. Geo tak pernah merasakan ini. Sesuatu yang sangat menyiksa atma-nya.

"Terus? Kita harus ... apa?" Geo putus asa. Dia benar-benar tak berguna, menangis dengan tak tau malunya disaat anaknya terkurung bersama sosok psikopat di dalam. "Kita harus apa?" Pria itu meremas rambutnya sendiri, pundaknya kian memberat.

"Rayyan mau dipeluk Ayah, boleh?"

Permintaan Rayyan hari itu kembali teringat. Lelaki itu meminta sebuah dekapan yang tak kujung Geo berikan sampai belasan tahun. Memori saat Rayyan sampai bersujud-sujud di bawah kakinya lagi-lagi mencuat.

"S-saya mau masuk lagi ke dalem," kata Geo seperti orang tak sadar. Dia tertatih-tatih bangkit.

"Jangan Pak Geo! Anda mau masuk jalan mana?!" Diaz menahan segera. Pria itu berteriak kencang upaya menyadarkan. "Pak Geo!"

Geo tak mendengar, kakinya terayun tak seimbang mendekati kobaran api yang menggila. Diaz dan Fahri kompak saling menarik. "Pak Geo! Ini nggak bisa!" teriaknya keras. "PAK GEO!!"

"Apa?!" Geo menyentak cepat. Dia menoleh dengan air mata yang berlinang. "Bapak aja mau nerobos masuk kan pas Anna masih di dalem tadi? Terus kenapa saya nggak boleh?!"

"Pak—"

"Demi Tuhan! Saya nggak ikhlas anak saya meninggal dengan cara kayak gini! Nggak manusiawi!" ujar Geo menggaung, wajahnya memerah dan basah. Gurat-gurat kepahitan terlihat. Kelaraan kian jelas, kala fakta jika Geo memang tak mampu melakukan apapun. Tubuh tertahan oleh dua pria yang sama kuat, jantung Geo melemah.

"Rayyan ... Rayyan tunggu Ayah." Geo terisak-isak. Langit runtuh di atas kepalanya, bumi seolah berhenti bergerak. Pria itu meraung-raung menyebut nama putranya. "Rayyan, mau dipeluk, kan sama Ayah? Ayah belum meluk Rayyan. Sini ... pulang ...."

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang