BAB 80 : Balasan

50.8K 6.3K 721
                                    

❝Semua perjalanan hidup adalah sinema, bahkan lebih mengerikan

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Semua perjalanan hidup adalah sinema, bahkan lebih mengerikan. Darah adalah darah, tangis adalah tangis. Tak akan ada peran pengganti dalam menanggung rasa sakitmu.❞  —Hei, Bodyguard!

***

Author Pov

"Lo pada kepikiran nggak sih, sama kata-kata cewek yang kita perkosa kemarin?" Lelaki berpakaian urak-urakan itu membuka suara pada dua temannya. Pertanyaan Aldi yang terkesan tiba-tiba membuat mereka semua menoleh kompak ke arahnya.

"Kata-kata yang mana?"

"Dia bilang bakal ada yang datang, ngebunuh kita semua." Aldi masih ingat jelas ancaman telak tersebut. Ucapan terakhir yang Keyla lontarkan, sebelum kembali mereka siksa.

"Gue juga mikir gitu, Di. Dia yang dimaksud waktu itu, siapa sih?" Egam ikut bersuara. Lelaki itu menyalakan rokoknya sebentar, lalu melanjutkan. "Gue nggak tau, tuh cewek ngomong gitu ngelantur atau—gimana dah."

Andre, lelaki yang paling terlihat tenang itu hanya mendelik singkat. "Sampe sekarang kita masih napas kan?" tanya Andre yang begitu muak melihat kecemasan teman-temannya. "Jangan percaya. Itu cuman ancaman kosong. Gue yakin keluarganya pasti lapor polisi, tapi buktinya kita aman. Nggak ketauan. Mana ada yang mau ngebunuh," tuturnya sangat yakin.

"Kok bisa kita nggak ketauan?"

Andre menatap sengit pada Aldi yang berceletuk tadi. "Maksud lo?! Lo maunya kita ketangkep terus masuk penjara, Di?!"

"Bege! Nggak gitu!" Aldi menyangkal. "Lo semua pikir aja. Kita ninggalin tuh cewek tanpa ngebersihin jejak. Senjata juga ditinggal. Aneh nggak sih, kalau pihak polisi nggak bisa nyelidikin kasus ini?" Dia mengusap pangkal hidung. "Apa Bos yang ngelindungin?"

"Nggak tau." Egam tak mau ambil pusing, dia tetap anteng merokok. "Dah lah, jangan kebanyakan bacot. Mikirin banget tuh cewek, udah dapet enaknya juga." Lelaki itu mengatakan tersebut tanpa tersirat rasa bersalah. Egam tak peduli, mereka mendapatkan bayaran, dan perintah juga sudah terlaksana.

"Si Richo kenapa lama banget, ya? Dia mau ke toilet tapi nggak balik-balik," cetus Egam lagi, ia baru menyadari jika teman ketiganya tak kunjung terlihat.

"Nanti juga balik. Beli udud dulu pasti." Aldi menjawab praktis. "Itu kalung punya siapa, Ndre?" tanya lelaki itu ketika matanya menangkap kalung berliontin biru di saku jaket Andre.

"Nggak tau, sih. Nemu tiba-tiba di saku jaket. Nggak tau dari kapan." Andre mengeluarkan barangnya, meletakannya di atas telapak tangan.

"Nggak lo buang aja?" Egam menyahut. Itu kalung perempuan, percuma juga disimpan. Tak ada untungnya.

Andre hanya bergumam. Maunya ia buang, hanya saja kalungnya cantik. Diperhatikan juga permata kecil di dalamnya bukan mainan, terlihat asli. Mereka terus berjalan menyusuri sisi jalanan yang jauh dari hirup pikuk perkotaan tersebut. Orang-orang seperti mereka hanya hidup luntang-lantung tanpa keluarga dan rumah.

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon