Day 5 - 2019 - Mentari

81 17 7
                                    

🔸🔸Buat karya yang menjelaskan mengapa matahari terbit dan tenggelam.

MENJAUHLAAAH KALIAAAAN. JANGAN DIBACAAA.....

Ketiga bersaudara itu masih tertawa-tawa saat bermain Solitaire

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketiga bersaudara itu masih tertawa-tawa saat bermain Solitaire. Hujan masih setia merengkuh bumi sejak pagi. Yah, lumayan, wudu jadi lebih mudah.

Ketika dua waktu salat sudah terlewati, Yura terlihat mulai gelisah. Dirinya tahu, hujan adalah pembawa berkah. Mengutuk hujan tak boleh dilakukannya. Namun, jika hujan terus sepanjang hari, bagaimana pencarian harta mereka?

Seolah bisa memahami kekhawatiran kakak sulungnya, Yuusha membuka tirai kemah di sebelah barat. "Kalau tidak bisa hari ini, kita mulai saja besok pagi-pagi." Senyum ceria tetap merekah santai.

"Dengan hujan tadi, kita jadi punya banyak stok air untuk mandi tanpa harus mengambilnya di danau." Yufa menambahkan.

Yura mengembuskan napas pasrah. Adik-adiknya benar. Tak seharusnya dia frustrasi. Karena setiap yang terjadi pasti karena petunjuk Allah pada mereka.

Hujan memang sudah mulai reda, tapi belum berhenti sepenuhnya. Mentari terlihat merangkak kembali ke peraduannya. Magrib sebentar lagi akan datang.

"Yuusha baru sekali ini melihat matahari tenggelam." Yuusha masih menatap ke luar jendela takjub.

Danau yang begitu luas dibingkai pepohonan di kejauhan, membentuk garis horizon. Air kehijauan itu, kini memantulkan warna jingga keemasan. Bias ungu yang bertahta di langit tak tergoyahkan.

Mentari seolah menunduk, menyingkirkan semua keperkasaannya. Mempersilahkan manusia-manusia lemah untuk memandang keindahannya yang mustahil dilakukan di kala siang.

 Mempersilahkan manusia-manusia lemah untuk memandang keindahannya yang mustahil dilakukan di kala siang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kak, kenapa matahari terbenam bisa seindah itu?" Yuusha masih saja terpesona.

Yufa mengangkat alisnya tak percaya. "Hah? Di kelas belum diajarin itu? Masa?"

"Ya kale bocah kelas 1 SD belajar matahari tenggelam. Dia baru belajar bangun pagi harus beresin tempat tidur." Yura tergelak bersama Yuusha. Tinggal Yufa yang bersungut kesal.

"Jadi, siapa yang mau jelasin ke Yuusha?" tanyanya dengan mata berbinar.

"Magriban dulu, baru Kakak jelasin." Yufa membelai kepala Yuusha penuh kasih.

Yufa berdeham dan menggerakkan tangan di depan wajah seolah sedang membetulkan kacamata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yufa berdeham dan menggerakkan tangan di depan wajah seolah sedang membetulkan kacamata. "Nah, sekarang dengarkan Pak Guru Yufa menjelaskan."

Yuusha mengangguk antusias, sementara Yura berusaha menahan tawanya.

"Bumi kan bulat. Anggap kayak telur ini. Kita ada di titik ini." Yufa mencoret satu sisi dengan sebuah tanda silang kecil. "Nah matahari itu kayak lampu senter ini." Yufa mengarahkan senter ke satu sisi telur.

Yuusha masih memperhatikan dengan serius ketika Yufa melanjutkan penjelasannya. "Matahari diem di sini, sementara, bumi berputar."

"Ngeeeeeeeng...." Yufa memutar telurnya dengan efek suara motor berjalan. "Nah, yang tadinya siang, sekarang jadi nggak dapat cahaya karena ada di belakang."

Yuusha menepuk tangannya satu kali.  "Ooooh ... jadi proses berubahnya kondisi dari dapat sinar ke nggak dapat sinar juga sebaliknya, itulah natahari terbit dan tenggelam? Ooh ... pantes cahayanya berubah dari terang ke redup kemudian menghilang!"

"Naaah! Yuusha pinter!" Yura tampak senang dengan betapa cepat pemahaman adik bungsunya terhadap masalah.

Suara decakan muncul. Yufa tampak menggerak-gerakan satu jari di depan wajahnya. "Semua berkat Pak Guru Yufa yang pandai menjelaskan."

Yuusha tak bisa membendung tawanya. "Iya, deh. Makasih Pak Guru Yufa yang tersayaaaang." Setelah itu Yuusha berpura-pura muntah.

Lagi-lagi tawa cerah menemani naiknya bintang pertama ke langit.

Hari pertama perburuan harta karun mungkin tak berjalan mulus. Mungkin juga tidak akan berhasil. Akan tetapi, ketiga bersaudara itu akan tetap bahu-membahu untuk mencapai apa yang mereka inginkan.

Karena itulah persaudaraan.

Karena itulah persaudaraan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Vide et Crede x 30 DWC 2019Where stories live. Discover now