Di Rumah Kara

96 2 0
                                    

Mobil Rafif beriringan dengan mobil Anggar memasuki pekarangan rumah Kara. Rafif dan Anggar sama-sama membawa tentengan di tangan mereka. Saat berjalan masuk, mereka tidak ada yang menyadari keberadaan motor Afkar yang terparkir di depan rumah. Dikarenakan Amanda dan Kara yang asik mengobrol.

"Aku langsung ke kamar dulu ya, ikut apa tunggu di bawah?" Tanya Kara.

"Nunggu aja deh, soalnya aku mau langsung ketemu Aliya dulu."

Akhirnya Kara menjauh menjauh dari arah ruang tamu dan langsung berjalan ke kamarnnya. Tidak lebih dari lima menit Kara kembali turun dan berjalan menuju dapur sebelum kembali menemui Amanda di ruang tamu.

"Lama ya?" Kara langsung duduk di samping Amanda.

Baru setelah duduk, Kara terkejut dengan kehadiran dua orang yang tidak diduganya akan hadir di tempat itu.

"Oh ha, haaii...." Kara tersenyum kecut menyapa dua orang di samping Ayu.

Ada Musda dan Afkar yang duduk bersampingan. Awalnya Kara hanya mengira yang ada hanya orang yang ia tinggalkan di rumah dan orang yang ada di sana.

"Udah dari tadi ya?" Kara masih berusaha tersenyum.

"Jadi kamu Nia . . . ." Musda berdiri.

Kara tersenyum lebar, tapi dari senyum itu ada Amanda yang masih bisa menemukan seberkas air mata yang berusaha disembunyikan oleh Kara. Saat Amanda menggenggam tangan Kara, Afkar menyadari itu dan tau masih ada rahasia yang disimpan Kara.

"Abang, abang, masa kakak jahat banget sama Aya. Aya hampir dibuang loh sama kakak." Adu Aliya yang berlari mendekati Anggar.

"Oh ya, masa sih? Emang kenapa sampai nyonya besar mau buang Aya?"

"Udah nggak sayang lagi sama Aya, makanya Aya mau dibuang. Sekarang kakak bandel tau kak, nggak mau nurut lagi kalau mau dibilangin . . . ." Aliya melanjutkan aduannya pada Anggar.

"Enggak ah, kak Nia nurut kok kalo kakak yang bilangin . . . ." Arham ikut dalam perbincangan untuk membela Kara.

"Masa sih kak? Tapi kalau dibilangin mama suka nggak nurut," Aliya mendekati mamanya sambil menjulurkan lidahnya pada Kara.

"Oh iya, nih ada kado buat kamu, boneka kesukaan kamu." Amanda memerikan boneka yang dibelinya untuk Aliya.

Kara juga ikut memberikan bonekanya pada Aliya. Sementara Rafif memberikan kue yang dibelinya, yang ternyata adalah kue kesukaan Aliya. Setelah acara pemberian kado, Aliya berniat untuk bermain di kamarnya, tapi Ayu penasaran kenapa dari semua orang baru yang ada, kenapa Aliya begitu dekat dengan Arham.

"Aliya, kok suka main sih sama kak Arham, kan baru kenal?"

"Bukan baru kenal, udah lama, kak Arham sering video call sama aku sama mama waktu kita belum ke sini." Jawab Aliya langsung pergi.

Di saat yang sama Kara dan Ayu menatap tajam Arham.

"Jadi benar dugaan aku kalau kak Arham memang tau sesuatu . . . ."

Kalimat Kara turut memancing Ayu untuk menatapnya.

"Kita nggak ada yang tau bagaimana jalan pikirannya kamu, yaudah kita jalan sesuai pikirannya kita sendiri." Anggar bicara dengan maksud agar Kara tidak langsung menyalahkan Arham.

Perkataan Anggar diangguki oleh Amanda, yang membuat Musda bisa mengambil kesimpulan kalau Amanda juga terlibat.

"Kamu juga tau hal ini?" tanya Kara pada Amanda.

"Oh . . . jangan bilang kalau kak Rafif juga tau semua ini?"

Orang yang ditanya malah diam tak menjawab. Tapi Kara menemukan sendiri jawabannya.

"Kalian tidak mengerti . . . ." Kara berdiri hendak pergi, namun kedua lengannya ditahan oleh Rafif dan Afkar secara bersamaan.

Pemandangan itu tentu saja menjadi sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Antara Afkar dan Rafif.

"Aku mencoba memahami kamu makanya aku terus diam." Ucap Rafif.

"Jelaskan apa yang harusnya aku mengerti . . . ." Afkar tak kunjung melepaskan lengan Kara.

Tidak lama, Kara dimenangkan oleh Rafif. Rafif membawa Kara duduk di sampingnya.

"Sejak kapan kakak tau tentang ini?" Tanya Kara pada Rafif.

"Waktu kita di Tidore, Amanda tidak ingin aku salah paham, makanya dia cerita semuanya. Ternyata Amanda sudah tau kalau kamu sama Arham adik-kakak." Jawab Rafif.

"Nah aku taunya nggak lama setelah kita ketemu lagi. Kak Anggar pernah ngajak aku bicara sama mama kamu. Dan pesannya adalah supaya kamu mau mendengarkan apa yang mau mama kamu jelaskan, bukan apa yang mau kamu dengar. Makanya itu aku berusaha membuat kamu sama kak Ayu baikan lagi, yang katanya kalian agak renggang karena satu hal. Tapi ya, tapi, soal kak Arham, aku malah baru tau kalau dia juga sudah tau siapa kamu sebenarnya." Jelas Amanda.

Pandangan Kara langsung tertuju pada Anggar.

"Anggar tidak cerita apa-apa, aku dengar sendiri waktu malam penobatan kamu bicara sama Anggar. setelah itu aku pastikan semuanya sama Anggar, tapi ikuti maunya kamu untuk menyembunyikan semuanya. Tapi sejak hari itu aku sudah komunikasi sama mama. Kenapa kamu aku bawa ke rumah, biar kamu tau bagaimana rumah sebenarnya. Kita semua nungguin kamu pulang, aku, Ayu, papa, bunda. Nggak ada lagi rumah setelah kepergian kalian, semuanya cuman sebatas tempat berduka. Tapi sepertinya membawa kamu ke rumah saja tidak cukup untuk membuat kamu mengerti. Makanya mama memutuskan untuk pulang ke sini, untuk membuat kamu memahami . . ."

Kalimat Arham langsung terpotong oleh Kara.

"Memahami apa? Tidak perlu ada yang dijelaskan karena aku sudah mengerti semuanya. Bagaimanapun keadaan yang akan kakak tunjukkan tidak akan merubah apapun. Lima tahun aku sendiri yang melihat bagaimana mama menderita atas apa yang sudah Haris Pradipta lakukan. Aku yang melihat mama berjuang untuk bisa menghidupi aku dan Aliya. Tapi apa yang kalian lakukan? Kalian duduk tenang di dalam rumah kalian. Mamaku menangis, merindukan anak-anaknya yang bahkan tidak memikirkannya sama sekali."

"Lantas itu yang membuat kamu ingin membalas dendam?" Ayu ikut berdiri.

"Balas dendam? Rasanya tidak perlu? Selama ini aku hanya mengusahakan agar mamaku tidak bertemu siapapun yang telah membuang kami."

Ada hal yang membuat Afkar dan Musda pergi lebih dulu. Amanda dan Rafif sudah lebih dulu pergi saat penjelasan Kara berlangsung. Namun suasana rumah kian memanas antara Ayu dan Kara. Saat Ayu refleks hendak menyiram Kara dengan air, Kara memecahkan gelas di tangan Ayu dengan melemparnya ke lantai. Alhasil hanya satu tamparan Ayu yang berhasil mengenai pipi Kara yang akhirnya membuat Rianti turun tangan untuk menghentikan Ayu.

"Ayu? Apa-apaan kamu?"

"Ma? Kenapa jadi aku yang salah? Harusnya Nia yang mama tegur, dia sudah keterlaluan dengan semua fikiran-fikiran di kepalanya." Ayu tidak terima Rianti malah akan menyalahkannya.

"Seharusnya kamu pahami dia, Nia punya kehidupan yang terlalu berat yang tidak kamu ketahui. Bukannya kamu tau bagaimana dia akan bertindak kalau dia lelah, dan sekarang dia sudah benar-benar lelah. Jangan kamu buat dia melakukan hal-hal yang akan membuat kamu menyesal nantinya." Rianti meninggalkan Ayu untuk mengejar Kara.

Sementara Hana dan Arham mencoba memberi pengertian pada Kara. Termasuk kenapa saat itu Rianti membela Kara. Biar bagaimanapun, lima tahun telah sangat merubah Kara. Saat itu dia terluka parah. Benar-benar terluka parah.

* * *

PulangOnde as histórias ganham vida. Descobre agora