Pengajian di Rumah Anggar

108 6 0
                                    

*Author POV*

Anggar dan Kara tiba di rumah Aggar sebelum magrib. Setelah bersiap-siap, Kara ikut membantu persiapan untuk pengajian malam itu. Kara memang sudah menjadi bagian dari keluarga besar Anggar. namun tidak banyak yang tau, Anggar dan Kara sama-sama tidak suka ketika mereka sudah mengatakan bahwa merekakakak adik dan masih ada-ada saja pertanyaan yang meragukan penuturan mereka. Mereka berdua merasa tidak perlu meyakinkan semua orang, karena keluarga tidak akan berubah walau tidak ada yang mempercayainya.

Usai shalat magrib, Anggar menjemput Ayu. Saat Anggar tiba di rumah mereka sudah disambut oleh Lina oma Anggar, dan Kara. Setelah diperkenalkan oleh Anggar, rupanya Lina tertarik mengenal Ayu lebih jauh.

"Wajah kamu seperti tidak asing ya, seperti pernah liat." Lina mencubit pelan pipi Ayu, sementara Kara tersenyum melihat mereka.

"Wajah Aya yang meniru semua wajah kak Ayu. Makanya oma nggak asing sama wajahnya." Kara menjawab keheranan Lina

"Oh iya kamu benar. Oh iya, Ayu kamu sendiri aja?"

"Iya oma, soalnya papa belum pulang kerja, saudaraku juga lagi ada acara sekolah, sementara bunda yang harus jaga rumah. Jadi aku aja yang ke sini, bunda juga titip salam buat oma sekeluarga."

"Salam kembali ke keluarga kamu."

"Iya oma."

"Oh iya, kalau mama kamu bagaimana kabarnya? Tadi oma tidak sempat tanya kabar oma kamu pas kamu datang."

"Udah baikan katanya oma, tapi masihdi rumah sakit. Rencananya kalau udah baikan, mama akan dibawa pulang ke sini."

"Jadi adik kamu bagaimana?"

"Dijagain sama mba Nani,yang bantu-bantu di rumah. Kadang aku kasian juga sama dia, tiap hari bolak-balik dari rumah sakit ke rumah karena harus ngurus mama sama Aya. Sementara kami dulu hanya tinggal bertiga." Cerita Kara.

Tidak lama rombongan baru datang lagi. Mereka adalah Rafif, Musda, Afkar dan Amanda.

"Oma, kenalin, mereka ada Afkar dan Musda. Mereka sahabat-sahabat baruaku di sini."

Namun pandangan Lina tertuju pada Rafif yang berdiri di samping Amanda.

"Kalo yang satu itu siapa?"

"Oh yang satu itu kak Rafif, teman kelasnya abang."

"Pacarnya Amanda ya?"

"Bukan." Amanda dan Rafif kompak.

"Aku jodohnya bidadari ini." Dengan cepat Rafif menarik Kara ke sampingnya dan menggeser Amanda.

Selain senyum yang hadir dari Lina, ada tatapan aneh yang datang dari Afkar, Musda dan Amanda.

"Gak ada pacar-pacaran ya, kak Rafif awas kalo berani pepet-pepet." Ancam Amanda.

Setelah dipersilahkan masuk, mereka duduk bersampingan dengan keluarga inti Anggar. Namun Ayu dan Musda sama-sama tidak bisa melepaskan pandangan pada.

"Menurut kak Ayu, mereka benaran pacaran atau cuman bercandaan aja?" Bisik Musda pada Ayu.

"Aku nggak yakin, kamu tanya sendiri sama Rafif, dia kan sepupu kamu."

"Setau aku yah kak, kak Rafif emang punya pacar. Tapi lagi berantem gitu, masa iya Kara orangnya. Kayaknya nggak mungkin banget deh."

Sampai pengajian selesai mereka berdua tetap menyimpan rasa penasaran akan pernyataan yang dilontarkan Rafif.

Setelah cukup lama menunggu, Musda mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan jawaban pertanyaannya. Setelah berpamitan, mereka semua berkumpul di parkiran sebelum berpisah oleh arah yang mereka ambil.

"Kamu nggak nginap dulu?" Tanya Anggar pada Kara.

"Nggak ah, aku nggak bawa baju ganti lagi. Perlengkaan sekolah buat besok juga semuanya di rumah."

"Yaudah, aku antar kamu dulu baru Ayu, atau Ayu dulu baru kamu?"

"Aku dulu deh."

"Tunggu dulu deh, dari tadi tuh aku penasaran. Kalian berdua pacaran?" Tunjuk Musda pada Rafif dan Kara bergantian.

Anggar mengerutkan alisnya mendengar pertanyaan Musda.

"Rafif sama Kara?" Anggar ingin memastikan tidak salah mengartikan maksud Musda.

"Iya." Jawab Musda.

"Ya masa nggak ada yang percaya sama gue, nggak mungkin lah gue mau bohong. Benerkan Manda, Kara?" Rafif meminta agar Amanda dan Kara mendukungnya.

"Udahlah nggak usah dibahas di sini, udah malam juga." Ucap Kara.

"Aku nggak minta bahas, aku cuma mau kamu bilang iya, nggak lebih dari itu. Ngertilah kamu itu."

Kara tidak menjawab, hanya tatapan aneh yang ia berikan.

"Atau jangan-jangan kamu masih marah ya? Aku udah minta maaf ya sama kamu, kamu jangan cari masalah lagi buat apa tuh? Buat tujuan lain kamu pulang ke sini."

"Udah ya, aku mau pulang. Ayo, aku mau pulang." Kara menarik Anggar untuk segera mengantarnya pulang.

*Kara POV*

Aku kesal dengan kak Rafif. Seenaknya saja dia menyalahkanku di depan sahabat-sahabataku sendiri, bahkan di hadapan kak Anggar. Aku menarik kak Anggar untuk mengantarku pulang sebelum kak Rafif bertindak lebih jauh dan membuat kak Anggar marah. Aku tidak ingin ada pertengkaran dari keduanya, karena kak Anggar pasti akan marah kalau bertengkar dengan kak Rafif.

Aku berada di mobil yang sama dengan kak Ayu. Tidak tau bagaimana fikirannya tentangku. Pasalnya Musda pernah menganggap kalau aku suka dengan kak Arham karena beberapa kali dia menangkap basah aku memperhatikan kak Arham.

"Kamu benar pacaran sama Rafif?" Tanya kak Anggar.

Aku memandanginya lewat cermin di mana sejak tadi dia juga memperhatikanku dari sana. "Iya." Jawabku malas.

"Sejak kapan?"

"Satu tahun sepuluh bulan." Jawabku.

Aku juga tidak menyangka sudah selama itu.

"Bukannya selama beberapa bulan ini Rafif selalu kebingungan sana-sini katanya nyari pacarnya. Itu gimana?"

"Jangan bahas itu sekarang lah kak, nggak penting juga, aku malas bicara itu." Tolakku, aku tidak ingin membahas masalah lamaku bersama kak Rafif.

"Ya pentinglah untk dibahas sekarang. Kalau kamu nggak mau cerita, kamu tau kan apa yang bisa terjadi."

"Iya, iya. Aku sama kak Rafif emang udah pacaran. Tapi setahun yang lalu dia tiba-tiba ilang, banyaklah yang aku alami pokoknya setelah kak Anggar juga menghilang. Mama sudah berkali-kali minta aku buat pulang ke sini, sekolah di sini, di mana dulu kita tinggal, tapi aku menolak. Sampai akhirnya aku setuju pindah tanpa bilang-bilang sama Amanda, aku juga bilang sama mama untuk tidak menyebutkan ke sekolah mana aku pindah. Eh ternyata kak Rafif balik ke Jakarta buat cari aku, tapi nggak ketemu. Karena untuk cari aku juga, makanya Amanda setuju pindah ke sini ikut papanya setelah tau aku ada di sini. Gitu." Jelasku.

"Jadi kamu sama dia sekarang gimana?"

"Ya gitu-gitu aja sih kak. Setelah kemarin waktu bimbingan aku ketemu lagi sama dia, ya sekarang semua berjalan kembali seperti dulu."

Kak Anggar kemudian diam. Tidak ada lagi yang kami bicarakan sampai aku tiba di rumah. Aku memang berharap kak Anggar tidak perlu tau banyak hal dulu. Dia memang kakakku, karena itu mungkin dia akan sedikit menghentikanku. Sedangkan aku tidak tau apa yang aku lakukan benar atau salah. Yang aku tau, air mataku bersama mama tidak boleh sia-sia. Setelah itu, aku tidak tau lagi mau bagaimana. Sekarang semua yang aku lakukan adalah tentang mama dan Alia adikku.

* * *

Jangan lupa beri suara, bagikan dan bantu author dengan komen2 kalian untuk membantu semangat ya . . . . . . :)

PulangWhere stories live. Discover now