Penarik Perhatian Pertama

521 20 0
                                    

Sebagai seorang anak yang baru jauh dari ibunya, tentulah si ibu pasti akan khawatir. Begitulah yang dialami oleh Kara, dalam setiap kegiatannya ia harus mengabari sang ibu. Daripada sebagai sebuah rantai, Kara lebih menikmatinya sebagai tanda kasih sayang seorang ibu kepadanya.

"Rania, sudah ada di kelas, mama baik-baik ya di sana. I Love You Ma." Kara kemudian menunggu agar yang memutuskan sambungan telefon itu adalah ibunya.

Rania? Itulah sapaan sebenarnya gadis ini. Nama Kara baru dikenal setelah ia resmi menjadi siswi SMA Jubel. Kara adalah sosok baru yang coba gadis itu hadirkan setelah identitas sebelumnya dengan nama Rania coba ia samarkan. Salah satu alasan kenapa gadis itu menerima permintaan ibunya untuk pindah ke Makassar.

Musda datang dengan membawa kotak makan di tangannya. Ia langsung meletakkan kotak itu di mejanya saat meletakkan tasnya. Kara memperhatikan setiap gerakan Musda.

"Tidak ada yang sempat mengantarku ke sekolah, makanya nebeng sama sahabat aku. Jadi tidak sempat sarapan." Musda menjawab pertanyaan Kara yang tergambar dari tatapannya pada Musda.

Setelah duduk, Musda menyodorkan roti yang ia bawa sebagai bekal sarapannya.

"Roti dengan selai durian buatan mamaku." Katanya.

"Oh iya, kamu sudah memikirkan mau ikut bimbel olimpiade apa?" Tanya Musda di sela-sela mereka menyantap roti yang ia bawa.

Kara mengerutkan alisnya.

"Kamu pasti lupa, tentang bimbingan olimpiade yang Syam, bilang kemarin." Musda mengingatkan kembali.

"Oh itu, aku sudah putuskan untuk ikut bimbingan persiapan olimpiade geografi."

Musda menghentikan makannya, ia ingin memastikan bahwa apa yang ia dengar dari Kara adalah benar.

"Geografi? Kamu yakin? Alasannya apa?"

"Iya, aku yakin, karena aku suka mata pelajaran itu. Di sekolah aku sebelumnya aku juga ikut persiapan olimpiade mata pelajaran geografi, tapi tidak sampai ikut olimpiade karena pas hari H, mama sakit, kondisinya kritis. Makanya, di tahun terakhir aku bisa ikut olimpiade, aku mau melanjutkan perjuangan aku yang dulu." Jelas Kara.

"Oke, kalau gitu, nanti sore sepulang sekolah kamu jangan pulang dulu. Hari ini ada pemilihan ketua bimbel geografi, kamu harus liat. Biar sekalian kamu kenalan sama anak-anak yang akan ikut bimbingan sama kamu."

Kara tersenyum lalu mengangguk. Ternyata cukup mudah untuk seorang Musda menarik gadis itu bersamanya. Padahal awalnya, Kara seperti tidak tertarik pada apapun.

* * *

Istirahat makan siang tepat pukul dua belas. Setelah melaksanakan shalat duhur berjamaah di masjid, waktunya makan siang. Biasanya anak-anak yang membawa bekal jarang makan siang di kelas. Mereka biasanya makan siang di taman-taman dekat kantin yang berdekatan langsung dengan pagar belakang sekolah.

"Kamu tinggal sama siapa di sini?" Musda sudah mulai ingin mengenal lebih jauh tentang Kara.

"Sama mbak yang bantu-bantu di rumah. Soalnya mama belum bisa pindah kesini sekarang."

"Oh gitu, jadi yang siapin sarapan, bekal makan siang, sama makan malam itu mbaknya kamu?"

"Ya gitu deh, tapi kalau bekal, sampai hari ini aku masih bikin sendiri."

"Berarti kamu bisa masak ya. Eh kita duduk di sana." Musda mengarahkan Kara untuk duduk di bangku yang masih kosong.

Setelah duduk, Musda baru menyadari kalau dirinya tidak membawa air minum.

"Kamu tunggu di sini dulu ya, aku mau beli minum dulu. Kamu mau titip apa?"

Kara menggeleng, Musda menghilang memasuki kantin yang cukup ramai di jam istirahat begini.

Saat sedang menunggu, Kara memainkan ponselnya. Tidak lama ada seseorang yang duduk di depannya, dari lambang kelas yang terpasang di lengan bajunya, Kara tau bahwa yang duduk di hadapannya adalah kakak kelasnya. Melihat gadis itu duduk sambil memainkan ponselnya, Kara tidak menyapa karena merasa tidak tau apa yang harus ia katakan pada kakak kelasnya itu.

Tidak lama gadis itu berdiri saat sebuah motor berhenti tepat di depan pagar. Kara terus memperhatikan gadis itu yang terlihat mengobrol sebentar lalu diberikan sebuah kantongan. Karena fokusnya Kara menyaksikan pemandangan itu, ia sampai tidak menyadari bahwa Musda sudah kembali duduk di sampingnya membawa seorang siswa laki-laki.

Perhatian Kara terus tertuju pada pria yang ada di luar pagar, sampai pria itu kembali menaiki motornya lalu pergi menjauh. Mata Kara mengikuti sampai pria itu menghilang di ujung jalan.

"Hayooo, lagi liatin siapa?" Musda mengejutkan Kara yang membuatnya sedikit terkejut.

"Enggak." Jawab Kara mengalihkan pandangannya, sementara gadis yang ditemani pria itu mengobrol kembali duduk di hadapan Kara.

"Kak Ayu, teman baru aku liatin Kak Arham, terus tuh." Musda menyenggol bahu Kara.

Gadis yang dipanggil Ayu itu berbalik ke belakang, melihat apakah orang yang baru mengantarkan bekal makan siangnya masih bisa tertangkap mata.

"Liatin sampe segitunya, suka ya sama dia?" Ayu ikut mengisengi Kara yang berusaha mengalihkan pandangannya.

"Ih, apaan." Bantah Kara.

Di sela-sela makannya, Musda masih ingin mengusili Kara.

"Kar, kamu pernah gak liat cowok lebih ganteng dari yang kamu liat tadi?"

Kara mengangkat pandangannya menatap Musda yang duduk di sampingnya. Untuk beberapa detik ia terdiam. Namun ia segera tersadar setelah ponselnya berdering. Siapa lagi kalau bukan panggilan dari sang ibu. Seperti biasa sampai panggilan itu selesai.

"Eh, ngomong-ngomong kamu kenalin dulu nih orang yang duduk di depan kamu sama yang duduk di samping kamu."

"Yang di depan kamu namanya Kak Ayu, yang di sebelahnya ada Afkar."

Mendengar perkenalan yang dilakukan Musda, Ayu langsung mengulurkan tangannya pada Kara. Setelah menjabat tangan Ayu, Kara juga mengulurkan tangannya pada orang yang bernama Afkar.

"Tahsin Agha Afkar."

"Rania Auristella Kara." Kara ikut memperkenalkan nama lengkapnya, padahal perkenalan awal di kelasnya saja ia hanya menyebut dirinya Kara.

"Kamu kan bilang sama aku mau ambil bimbel Geografi, nah mereka ini orang-orang geografi."

"Sepulang sekolah, kamu datang ke kelas XI B, aku tungguin kamu ya." Kata Ayu yang dijawab senyuman dan anggukan dan senyum oleh Kara.

* * *

Pembaca yang baik, tolong berikan sarannya ya, mana tau dalam cerita author ini perlu diperbaiki untuk ke depannya. Terimakasih sudah membaca....

PulangWhere stories live. Discover now