Epilog

303 15 0
                                    

Hamburg, Jerman.

Dua tahun kemudian. Bintang sedang berada di area universitasnya. Jam kuliahnya sudah berakhir.

"Hey. Du siehst müde aus," ucap seorang wanita di depan Bintang, Agatha.
(Hey. Kamu terlihat lelah).

"Ja, ich bin müde. Mein zeitplan ist heute solide," jawab Bintang.
(Ya, aku lelah. Jadwalku padat hari ini).

"Okey. Du gehst besser für eine Pause nach Hause. Ich möchte jetzt nach Hause gehen."
(Oke. Kamu lebih baik pulang untuk istirahat. Aku mau pulang sekarang).

Setelah itu Agatha pergi terlebih dahulu dan Bintang langsung mengendarai mobilnya ke rumah. Agatha adalah teman kuliah Bintang. Mereka bersahabat baik. Walaupun begitu, di hati kecil Bintang masih tersimpan nama sahabat sejatinya, yaitu Bulan.

Sesampainya di rumah, Bintang langsung masuk ke kamarnya. Ia mandi kemudian duduk di sisi ranjangnya. Tangannya terulur untuk membuka laci yang ada di dekat ranjangnya. Ia membukanya. Di dalamnya terdapat fotonya dan ketiga temannya, yaitu Arjun, Devan, dan Bima. Itu adalah foto mereka saat pertemuan terakhir di Indonesia sebelum Bintang kembali ke Jerman dan menetap di sana.

Bintang mengambil foto itu dan melihat foto itu sangat lama. Ia rindu teman-temannya. Ia membalik foto itu dan menemukan tulisan di baliknya.

Bintang Aditya Reza.
Devan Riznanta Putra.
Bima Alferdian Pradana.
Arjuna Dika Mahendra.

29-12-17.

Nama mereka tertulis indah di balik foto itu. Bintang tersenyum. Bintang sangat rindu dengan mereka. Apa kabar mereka sekarang? Mereka kuliah dimana? Memang setelah mereka lulus dan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, mereka jarang berkomunikasi. Grup yang dulunya ramai sekarang sepi dan bahkan terdapat di daftar obrolan paling bawah.

Bintang meletakkan foto itu. Di dalam laci juga terdapat fotonya dan Bulan yang dulu sempat berada di atas meja itu. Namun sekarang sudah berada di dalam laci berlabel Kenangan. Sampai sekarang foto itu masih tetap rapi terbingkai.

Bintang sengaja meletakkan foto itu di dalam laci agar ia bisa merelakan kepergian Bulan. Namun kini ia teringat lagi dengan Bulan. Ia mengambil foto itu perlahan, lalu tersenyum pahit.

"Kenalin, gue Bintang."

"Udah tahu."

"Ya kenalan lagi. Kan kita belum pernah kenalan. Kita tahu nama satu sama lain itu dari teman, kan?"

"Yaudah. Namaku Bulan. Sudah kenalan, kan?"

"Iya, sudah."

Bintang kembali mengingat percakapan itu. Percakapan yang menjadi awal pertemuannya dengan hidup Bulan.

"Bintang, aku takut," ucap Bulan lirih.

"Lo harus lawan itu, Bulan. Lo bisa. Yakin sama diri lo."

Ia sangat ingat bahwa Bulan benci dengan sekolah dan taman. Namun itu semua bisa dihilangkan karenanya. Bintang juga takut dengan malam, tapi Bulan sudah menghilangkan ketakutannya itu. Namun kini, setelah Bulan pergi, mungkin ketakutan Bintang kembali lagi.

"Jadi, gue mau ngomong ke Feli kalau gue suka sama dia."

"Gue pengin lo bantu gue buat nembak Feli."

"Gue ingin menunjukkan pada semesta, kalau gue beneran suka sama Feli."

Bintang juga ingat saat ia meminta Bulan untuk membantunya kala itu. Saat Feli berhasil mendapatkan hatinya. Sungguh, itu adalah hal yang paling Bintang sesali.

Di bagian bawah foto itu juga terdapat nama mereka.

Syakira Bulan Maharani dan Bintang Aditya Reza.

Saat ia ingin meletakkan foto itu, ia melihat sebuah amplop. Ia mengambil amplop itu dan membukanya.

"Ini dari Bulan, kan?"

Ternyata benar, itu surat dari Bulan. Surat terakhirnya. Bintang membuka secara perlahan. Sudah dua tahun semenjak Bulan pergi, tapi surat itu belum dibaca oleh Bintang. Surat itu masih tetap berada di laci sejak dua tahun yang lalu. Bintang duduk dan membacanya.

Perpisahan itu akan selalu ada. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Mungkin, kita akan berpisah. Aku akan meninggalkanmu. Maaf, jika kamu kecewa, tapi ini adanya. Kita pasti berpisah. Itu pasti.

Aku sudah menjaga cinta ini untukmu. Kamu masih tetap ada di hatiku. Dan aku harap, aku akan tetap ada di hatimu. Tolong lepaskan aku. Aku akan pergi. Cari penggantiku, yang lebih baik dari aku. Aku beruntung bisa memilikimu, walau hanya sebentar.

Untuk semesta, tolong jaga dia. Jangan biarkan dia menangis. Jangan biarkan dia lelah. Bintang, terima kasih sudah memberiku kenangan yang sangat indah di sepanjang senjaku. Aku tidak rela melepasmu, tapi ini adanya. Aku pergi, dan kamu tetap di sana. Kita tidak akan pernah bersatu.

Segala hal yang awalnya berpisah, walaupun disatukan, tidak akan pernah bisa. Dan itu kita. Kita tidak akan pernah bisa bersatu. Tapi biarkan semesta tau, bahwa kamu punyaku. Kamu adalah satu-satunya cinta dalam hidupku. Terima kasih sudah membiarkanku masuk ke dalam hatimu.

Kamu pernah bilang, kita akan bertemu jika kita sudah berada di puncak mimpi kita. Aku akan memberi tahumu, bahwa puncak mimpiku adalah saat kita berdua di surga bersama. Itu mimpiku. Selamat tinggal, Sayang. Tetaplah tersenyum.

Salam hangat, dari Bulan yang akan kembali ke langit abadi.

Setelah Bintang membaca itu, ia mengusap pipinya yang sudah dibasahi air mata.

Tenang saja, Bulan, Bintang akan selalu menjadi milikmu. Bulan dan Bintang akan bersama suatu saat nanti, seperti yang semestinya. Bulan, kamu adalah satu-satunya cinta terbesar yang pernah ada di hati Bintang. Sampai kapan pun itu, kamu tidak akan pernah hilang dari hatinya. Terima kasih telah membiarkan Bintang masuk ke dalam hidupmu. Terima kasih telah membuat Bintang bingung dengan kisah rumit huruf B ini. Selamat jalan, Sayang. Tidur dengan tenang, ya. Kamu tetap ada dihati Bintang. Bintang tetap milikmu, Sayang, ucap Bintang dalam hatinya.

Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Bulan, bahkan siapa pun tidak akan bisa. Bulan dan Bintang adalah pasangan yang sejati. Bukan di dunia, tapi di surga. Di kehidupan yang abadi. Bulan tetap ada untuk Bintang, begitupun Bintang yang tetap ada untuk Bulan.

Terima kasih karena sudah mengajakku menjelajah kisah ini.

Sudah, semuanya berakhir di sini.

-S E L E S A I-

_______________


Akhirnya cerita keduaku selesai. Terima kasih buat yang udah baca dan vote....

Thanks a lot. 😊

Malam & Siang; Perbedaan yang MenyempurnakanWhere stories live. Discover now