Bab 27.

115 12 0
                                    

Bintang menutup matanya setelah mengirim pesan itu. Jujur, ia tidak mau menjauh dari Bulan. Dua menit kemudian, tangannya merasakan getaran dari ponselnya. Bulan membalas pesan Bintang.

Bulan: Karena Feli, ya? Gapapa sih.

Apa benar jawaban Bulan seperti itu? Bintang yakin ini bukan jawaban Bulan. Bulan pasti berbohong. Pasti.

Bintang: Beneran?

Bulan: Iya, gapapa kok.

Bintang bingung, apakah ia harus senang, atau kecewa. Sejenak kemudian, sebuah pesan masuk lagi di ponselnya.

Bulan: Kalo Feli yang minta, gapapa kok. Kita jauhan aja dulu. Nanti juga bisa dekat lagi. Gapapa kok.

Apakah benar ini Bulan yang menjawab? Tidak mungkin Bulan seperti ini. Bintang tidak membalas pesan itu. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas lalu merebahkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian, ia telah sampai ke dalam dunia mimpi.

***

Bulan menghela napas panjang, mencoba menerima kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa ia harus menjauhi Bintang, kenyataan bahwa hati Bintang telah termiliki, dan kenyataan bahwa ia harus merelakan Bintang. Itu sangat berat untuknya. Ia selalu ingin bersama Bintang. Namun, takdir berkata lain. Ia harus berpisah dengan Bintang.

Bulan masih menggenggam ponselnya, berharap akan ada sebuah pesan dari Bintang. Berharap Bintang berubah pikiran dan ingin tetap dekat dengannya. Namun itu semua tidak mungkin. Jika Bintang sudah berkata begitu, ya sudah, begitulah jadinya. Bulan harus menjauhinya untuk sementara, atau bahkan selamanya.

Bulan memejamkan matanya. Lalu ponselnya bergetar. Menampilkan sebuah pesan di layar ponselnya. Bukan dari Bintang, melainkan dari Erin.

Erin: Bulaaaaannn...

Bulan: Apa? Aku capek, mau tidur. Bye.

Erin: Yah, Bulaaan. Bentar aja bentar. Janji, cuma bentar.

Bulan: Apa?

Erin: Besok temenin gue, ya? Nyari kado buat adik gue.

Bulan: Dimana?

Erin: Udah besok aja gue kasih tau. Lo tidur sana. Katanya capek.

Bulan: Ok.

Bulan meletakkan ponselnya dan tertidur di atas ranjangnya. Mereka berdua, Bulan dan Bintang, sedang berada di alam mimpi. Entahlah mereka akan bertemu di sana, atau tidak. Mungkin mereka bisa bersatu, tapi hanya di dalam dunia mimpi.

Saat Bulan terbangun, hari sudah pagi. Ia segera beranjak dan bersiap untuk sekolah. Seperti biasa, ia ke sekolah menaiki angkutan umum. Saat ia melewati halaman sekolah, ia bertemu Bintang dan teman-temannya. Bintang dan Bulan saling pandang, tapi tidak saling sapa. Hanya memandang Bintang sejenak, kemudian melanjutkan berjalan.

Aku harus menjauhinya sementara, batin Bulan.

Mungkin Bintang juga berkata seperti itu.

"Lo sama Bulan kenapa?" tanya Devan kepada Bintang.

"Nggak ada apa-apa kok. Kenapa?" jawab Bintang.

"Lo sama Bulan jauhan, ya?" tanya Arjun.

"Nggak," jawab Bintang.

"Kalo nggak, kenapa tadi Bulan nggak lo sapa?" sahut Bima.

"Udahlah, nggak ada apa-apa," elak Bintang.

Malam & Siang; Perbedaan yang MenyempurnakanWhere stories live. Discover now