Bab 17.

143 10 0
                                    

Setelah beberapa hari, Erin mengajak Bulan bertemu di sebuah kafe kesukaannya. Bulan dan Erin duduk berhadapan.

"Bulan. Mau liburan ke mana?"

"Kan kamu yang mutusin mau liburan kemana. Aku ngikut aja."

Erin meminum caramel macchiato yang sudah ia pesan sambil berpikir.

"Nah."

Bulan tersedak, "Apa?"

"Gimana kalo ke Jogja."

"Jogja? Beneran? Yakin?"

"Heem."

"Mau kemana?"

"Ya kemana gitu. Ke Kalibiru ... atau ... ke pantai mana gitu."

"Oke. Terserah."

"Mau, kan?"

Bulan mengangguk.

Mereka berencana berangkat besok lusa. Jadi masih ada sehari untuk Bulan bersiap-siap. Bersiap-siap melepaskan bunda, Jakarta, dan mungkin Bintang. Setelah berbincang cukup lama, Bulan dan Erin pulang. Namun, bukannya langsung pulang, Erin malah mengajak Bulan keliling kota.

Bulan melepaskan tas selempangnya dan melemparnya ke kasur. Duduk di pinggir kasur dan melepaskan lelah setelah diajak Erin berkeliling kota.

Bunda mengetuk pintu kamar Bulan. Bulan menoleh. Bunda menyuruh Bulan sholat melalui gerakan tangan bunda. Dan Bulan mengangguk lalu melakukan sholat maghrib.

Setelah sholat, Bulan dan bunda sudah berada di meja makan.

"Bunda."

"Iya?"

"Bulan sama Erin mau ke Jogja."

Bunda sibuk menata makanan. Memindah makanan dari meja dapur ke meja makan.

"Bunda dengar tidak?"

"Dengar, Sayang."

"Boleh tidak?"

"Boleh? Apa?"

"Tuh kan nggak dengar."

Bunda duduk di kursinya. "Iya, Bulan mau apa?"

"Mau ke Jogja sama Erin."

"Oh, boleh. Mau liburan, kan? Sekalian nyari objek gambar, kan? Atau mungkin berkarya disana, kan?"

Bulan terdiam. Mulutnya sedikit terbuka. Mana mungkin bunda bisa memikirkan sampai segitunya? Bahkan Bulan sendiri tidak memikirkan begitu. Bulan hanya memikirkan liburan disana, bukan berkarya disana. Ya, memang, Bulan berpikir akan menggambar beberapa objek disana. Untuk diabadikan. Tapi, tidak berkarya seperti yang bunda pikirkan. Bunda berpikirnya terlalu jauh.

"Bulan? Hey."

"Eh ... ya?"

"Bulan boleh kesana."

"Makasih, Bun."

***

Keesokan harinya, Bulan berjalan tanpa arah di depan area rumahnya. Tadinya, Bulan disuruh mengantar pakaian yang sudah jadi ke salah satu tetangga. Tapi, Bulan tidak ingin pulang dulu. Ia ingin menikmati angin siang ini. Ya, memang terik, tapi Bulan ingin beradaptasi, katanya.

Bulan berjalan dengan menundukkan kepala. Lalu ada sebuah mobil berhenti tepat di samping Bulan. Bulan menoleh.

"Bulan, mau ke mana?"

Suara yang sangat dikenal Bulan; suara Bima.

"Mau ke Bintang. Melihat keadaan Bintang."

Malam & Siang; Perbedaan yang MenyempurnakanWhere stories live. Discover now