Bab 8.

182 18 0
                                    

Bulan terbangun dari tidurnya dan memandang jam dinding yang ada di kamarnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Bulan baru menyadari bahwa ia tertidur dengan keadaan masih memakai seragam sekolah. Bulan segera bangkit dan mengganti pakaiannya. Lalu ia menyusul bundanya yang berada di ruang tamu.

"Bunda."

"Bulan sudah bangun? Nyenyak, ya, tidurnya?"

"Iya, Bun. Sangat nyenyak."

"Yaudah. Makan malam dulu, ya. Sudah bunda siapkan."

"Iya, Bunda."

Bulan menuju dapur dan mengambil makanannya lalu kembali lagi ke ruang tamu.

"Apa Bulan masih membenci hal itu?" tanya bunda.

"Masih, tapi sedikit berkurang," jawab Bulan lalu memasukkan sesuap makanannya.

"Bunda berdoa agar kamu menjadi seperti dulu lagi, sebelum mereka meinggalkan kita. Semoga kamu tidak membenci lagi semua tempat yang kamu benci sekarang."

"Bulan juga berharap seperti itu."

Selesai makan, Bulan mengembalikan piringnya ke dapur lalu masuk kamar dan mengerjakan tugas sekolahnya.

Setelah mengerjakan tugas, Bulan duduk di samping jendela kamar. Ia membawa secarik kertas gambar beserta pensil. Bulan memandangi langit malam yang saat itu sedang cerah. Lalu Bulan menggambar suasana langit tersebut.

Langit, bintang-bintang, sebuah bulan, dan cahaya lampu kota menjadi objek gambar Bulan. Bulan mewarnai hasil gambarnya dengan sangat bagus. Tak sadar sudah pukul sepuluh malam. Bulan menutup jendelanya dan berbaring di atas ranjangnya untuk tidur.

Tuhan, tolong kabulkan permintaan bunda. Tolong ubah aku seperti yang bunda inginkan, Tuhan, doa Bulan dalam hati lalu ia memejamkan matanya dan tertidur.

***

Senin pagi.

Pagi ini Bulan berangkat sekolah dengan ceria. Entah ada apa dengannya sehingga ia seperti ini. Ia memasuki halaman sekolah. Tak jauh setelah Bulan masuk, terdengar suara dari luar sekolah.

Bulan dan anak lainnya keluar untuk melihat apa yang terjadi. Dan benar saja, telah terjadi kecelakaan di depan sekolah Bulan. Trauma yang sudah hampir terkubur kini muncul lagi di kepala Bulan. Bulan menyaksikan kejadian itu lagi. Hanya saja, tidak separah yang dulu.

Bulan segera berlari masuk ke kelasnya. Disaat Bulan berlari, suara teriakan Bulan kecil semakin terdengar. Semakin Bulan berlari, bayangan dan teriakan itu semakin jelas. Bulan berhenti di salah satu koridor sekolahnya. Menyandarkan tubuhnya pada dinding lalu perlahan tubuhnya lemas dan ia meringkuk di lantai koridor. Air mata Bulan tak kuasa ia tahan lagi. Air matanya menetes sangat deras. Ya, Bulan menangis lagi.

Bintang yang melihat Bulan meringkuk di lantai koridor mencoba membangunkan Bulan.

"Maaf," ucap Bintang kepada Bulan. Bintang tidak tahu harus memanggilnya apa, karena Bintang tidak tahu itu Bulan.

Bulan mengusap air matanya lalu mendongak melihat Bintang.

Bulan? batin Bintang.

"Bulan, ya?" tanya Bintang dengan ragu. Bulan mengangguk. Bintang memapahnya menuju salah satu bangku di pinggir koridor.

Yang Bulan rasakan saat ini hanyalah tusukan kejadian itu. Bulan tidak merasakan apa-apa selain itu. Jantungnya berdecak kencang, bukan karena Bintang berada di dekatnya. Tapi karena bayangan kejadian beberapa tahun silam.

"Kenapa menangis?" tanya Bintang dengan halus.

Bulan masih terisak dan belum bisa menjawabnya. Ia masih merasakan traumanya itu. Trauma yang sudah hampir hilang, kini muncul lagi.

Malam & Siang; Perbedaan yang MenyempurnakanWhere stories live. Discover now