20 | Hujan malam itu

648 35 7
                                    

Raina memegang keningnya yang menghangat, sejak tadi siang dia sudah merasakan tubuhnya tidak fit. Dia memang seperti ini jika beraktifitas full satu harian tanpa tidur yang cukup. Kemarin, saat dia pergi bersama Nata ke pasar malam tubuhnya benar-benar merasa capek saat pulang ke rumah, tetapi dia tidak menyalahkan Nata atas menghangatnya tubuhnya saat ini.

Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam namun dirinya belum juga melihat ibunya pulang setelah pergi tadi siang. Tubuh Raina bergerak berniat keluar rumah untuk menunggu kepulangan sang ibu, sejak seminggu lalu ayahnya pergi untuk tugas diluar kota hanya tinggal dia, ibunya, dan Bi Nani yang berada di rumah.

Raina berdiri di luar pagar, tangannya memeluk tubuhnya sendiri agar merasa sedikit hangat akibat angin malam yang entah mengapa terasa lebih dingin dari biasanya. Raina melepaskan cepolan rambutnya agar leher jenjangnya tak merasakan dingin akibat hembusan angin.

"Kayak mau turun hujan," gumamnya sendiri. Tepat setelah gumaman Raina rintik itu turun, bersamaan dengan sebuah senyuman terukir pada bibir tipis Raina.

Bulir itu semakin deras, senyuman Raina semakin melebar setelahnya. Matanya terpejam, menikmati setiap tetes yang menyentuh kulitnya kini.

Tubuhnya kini sudah basah kuyup, tanpa merasa kedinginan Raina masih saja menikmati hujan. Perempuan itu merentangkan tangannya dengan kepala yang dia hadapkan ke atas, matanya masih saja betah tertutup meskipun mendengar sebuah kendaraan yang berhenti tak jauh dari tempat dia sekarang.

Kening Raina berkerut saat tak ada lagi setetes hujan pun yang jatuh di wajahnya, matanya terbuka dan semakin lebar saat melihat seseorang berdiri tepat di depannya.

"Hujan malam nggak baik buat kesehatan." Arda berdiri dengan memegang payung di tangannya dan melindungi tubuh Raina dari bulir hujan yang kian deras. "Masuk gih, gue anterin ke dalam," lanjutnya.

Raina masih terdiam memerhatikan Arda. Matanya menyipit memastikan orang di depannya ini benar-benar Arda atau tidak, "Gue, masih mau nungguin nyokap."

"Lo masuk aja ke dalam, biar gue yang nungguin nyokap lo di sini sampe pulang."

Mendengar ucapan Arda, Raina menggeleng cepat. "Nggak, aku nggak mau nyusahin Kak Arda."

Arda mengacak rambut Raina yang sudah basah dengan pelan. "Gue nggak pernah ngerasa disusahin sama siapapun." Arda tersenyum setelahnya.

Entah kenapa, berada disituasi seperti ini membuat Raina gugup. Rambutnya dia selipkan pada telinganya, kemudian mengangguk sekilas. Arda merangkul bahu Raina kemudian mengiringnya kedalam rumah.

Ada kernyitan samar pada dahi Raina. Dia kini menyadari ada yang aneh dari kakak kelasnya ini. Arda tak seperti biasanya, dia tidak pernah bersikap semanis ini pada Raina.

"Mandi pake air hangat, minum air hangat juga, abis itu istirahat." Raina baru saja memegang kenop pintu untuk membuka benda berbentuk persegi panjang agar dia bisa masuk ke dalam rumahnya. Ucapan Arda membuatnya memutar tubuh ke belakang.

Di belakangnya, Arda tersenyum setelah mengucapkan kata yang bisa diartikan sebagai perhatiannya kepada Raina.

Raina tersenyum getir, kemudian tubuhnya masuk ke dalam dan mengganti bajunya tanpa mandi.

Dan sekali lagi, tanpa mandi!

~®w~

Ardana Gutara

Lo bsk plg naik ojek aja ya? kayaknya gue mau pulang sama Raina berdua aja.

Kekesalan perempuan itu pada sahabatnya kini semakin tertumpuk. Ketakutannya kini bahkan baru mulai, tetapi sepertinya ego—nya benar-benar tidak lagi ingin berbicara dengan Raina, bahkan sekedar bertemu.

Dia bersyukur karena sudah seminggu ini dia tidak akan berada di kelas karena harus menjalani hukumannya dan masih ada seminggu lagi untuk itu menciptakan jarak yang semakin luas pada Raina. Dan dalam setuasi seperti itu dia seharusnya berterimakasih kepada Evan atas hukuman ini.

Tangannya kembali mengecek pesan grup mereka untuk sekedar membuang rasa bosan yang dia alami saat ini. Grup chat dengan nama ceceb(cewek-cewek bebek)

Sabtu, 10:13

Adelia Asya: Raina! Lo dimana?

Adeli Asya: Debby lagi baik, mau traktirin lo katanya:v

Debby Luvindy: Enak aja! Enggak

Rainakia R: Ehh serius gue mau traktirin?

Debby Luvindy: Enggak ihh! Enak aja.

Rainakia R: yahh ...

Adelia Asya: Ke kantin aja lo Rain, nanti juga dibayarin sama Debay

Debby Luvindy: Ehh kok Debay! Dede bayi dong

Debby Luvindy: Tapi nggakpapa deng, muka gue kan baby face. Cocok juga dipanggil Debay haha

Adelia Asya: Najis!

Rainakia R: Gue nunggu Windy.

Adelia Asya: Nggak usah Rain. Kelamaan entar.

Debby Luvindy: Iya Rain, Lagian Windy kan masih sibuk sama hukumannya.

Windy menghela nafas setelah membaca grup chat itu. Matanya memanas, air mata akan tumpah setelahnya. Sahabatnya, tak lagi memikirkan keberadaannya. Dimata mereka hanya Raina yang terpenting dikehidupan mereka. Raina, Raina, Dan Raina ... dan dia tidak.

Air matanya menetes kini, dia benar-benar merindukan kebahagiaan yang dulu pernah dia rasakan. Kebahagiaan dari keluarganya maupun keluarga Rai, dan yang paling ingin kembali dia rasakan ... kebahagiaan dari sahabat.

A/N:
Maaf bgt pendek:(

Semoga suka, ya, sama Rain, Wind and Mine❤️

Terimakasih buat yang udah baca sampe sini, semoga bisa tertahan hingga akhir.

Salam sayang,
~Khai

Rain, Wind and Mine  (SUDAH TERBIT) Onde as histórias ganham vida. Descobre agora