10 | Yang selama ini terpendam

970 84 35
                                    

Bel pulang Baru saja berbunyi dengan lantangnya. Siswa-siswi SMA Cendrawangsa sangat bersemangat untuk pulang setelah bertempur dengan berbagai macam pelajaran di sekolah. Sama halnya dengan jelas XI IPS 2, yang senang akhirnya terbebas dari pelajaran yang sangat membosankan yaitu 'sejarah'.

Sebenarnya tidak terlalu membosankan, katanya pelajaran akan terasa asik kerika guru yang mengajar juga asik. Tetapi guru sejarah bernama Edi ini justru membuat muridnya bosan.

Bukan tanpa alasan murid SMA Cendrawangsa menyebutnya guru paling membosankan, karena guru yang dijuluki 'boboho' oleh beberapa siswa itu menceritakan sejarah sedetail-detailnya bahkan yang tidak penting sekalipun.

"Kita lanjutkan minggu depan. Jangan lupa selesaikan soal di halaman 54," ucap Pak Edi tanpa ekspresi seraya mempersiapkan barang-barangnya kemudian beranjak pergi.

Siswa-siswi dalam kelas itu bersorak senang, karena akhirnya terbebas dari dongeng tidak penting Pak Edi. Begitupun dengan Raina dan tiga sahabatnya. mereka menyiapkan peralatan mereka sebelum pergi menonton film di bioskop.

"Kita mau nonton apa?" tanya Debby yang berjalan di belakang bersama Windy, sedangkan yang berjalan di depan ada Acha dan Raina disampingnya. Mereka masih di halaman sekolah, baru saja keluar dari kelas menuju parkiran.

"Kalau gue ter, sih, terserah, gue ngikut aja," jawab Raina tanpa melihat ke belakang.

Raina memang selalu seperti ini, dia tidak pernah mau jika diminta memilih film apa yang akan mereka tonton nanti. Satu-satunya alasan, karena dia tidak ingin jika orang tidak suka dengan film yang dia pilih. Bukankah setiap orang punya selera masing-masing. Syukur-syukur kalau film yanh mereka pilih film yang juga Raina suka.

"Film drama aja gimana?!" Ada seruan semangat pada kalimat yang diutarakan Acha. Senyumnya terukir di wajahnya menunjukkan semangat.

"Ah, gue nggak mau!" tolak Windy. Lain halnya dengan Raina, dia justru akan memilih film yang dia suka. "Masa harus nonton film sedih sih? Film drama kan ada sedih-sedihnya, terus nanti kalau gue baper, terus gue sedih, terus gue nangis, terus mata gue sembab, dan terus, terus, terus nanti nabrak Cha," keluh Windy panjang lebar. "Panjang masalahnya kalau nonton film drama. "

Debby tertawa mendengar cerewetnya Windy. "Cerewet amat Wind, siapa juga yang bakal liat elo kalo mata lo sembab? Paling juga security mall." serunya setelah menertawai perkataan Windy tadi.

Melihat Acha dan Debby menertawainya. Windy mendekat ke arah Raina, berusaha mengadukan kejahatan kedua temannya. "Rain ... mereka jahatin gue ...," rengek Windy dengan manja.

"Lagian elo-nya juga lebay."

"Tau, lo!" seru Acha ikut menertawakan.

Gadis itu menegakkan tubuhnya kembali kemudian menyapukan pandangannya ke sekitar lapangan. "Arda mana Arda?" tanya Windy pada diri sendiri. "Kalo Arda tau gue dijahatin, habis lo pada di marahin Arda."

"Kalo berurusan sama Arda, gue angkat tangan , deh!" Debby langsung berseru kemudian mempercepat langkahnya. Begitupun dengan Acha yang mengikuti langkah lebar temanya.

Berbeda dengan mereka berdua, Raina justru masih berada di sisi Windy. Gadis itu tertawa sebelum mengucapkan kata maaf. "Becanda gue!"

Windy melebarkan senyumnya. "Gue juga becanda!" katanya dengan semangat kemudian tertawa kuat.

~®w~

Arda sedang duduk Di koridor kelas dengan baju yang sudah diganti untuk bermain futsal.

Cowok itu tersenyum saat melihat Windy dan teman-temannya yang berjalan di lapangan sekolah. Senyumannya beda, senyum yang tidak seperti biasanya. Ekor matanya terus saja melihat keempat perempuan itu sampai mereka tak terlihat pun matanya masih saja mengarah kesana. Dia tidak melihat Windy, melainkan Raina.

Arda suka Raina.

"Woi liat apaan?" Senggol Ojie teman se-ekskul-nya. "Liat cewek-cewek tadi, ya? Pasti lo fokus merhatiin Raina, 'kan?" Cowok itu tau Arda menyukai Raina sejak bertahun-tahun yang lalu. "Lo kenapa nggak ngungkapin aja, sih? Harus gitu lo pendem- pendem?"

Arda menoleh kearah Ojie "Berisik lo," balasnya ketus. "Gue pasti bakal ngomongin kok. Gue pasti bakal bilang," serunya dengan suara sedikit pelan dari pada tadi.

"Kapan?"

"Nggak tau."

"Apaan, sih? Lo cowok bukan, sih? Lo normal, 'kan? " tanya Ojie menyakinkan.

"Ya, iya lah gua normal!" balas Arda kesal.

"Kalo lo normal, lo pasti udah ngungkapin dari dulu," balas Ojie. Ia heran dengan Arda, dua tahun ia menyukai seorang gadis, dua tahun ia memiliki waktu bersama dengan gadis itu. Tetapi Arda tidak juga mengungkapkan perasaannya dengan alasan ia tidak ingin membuat Windy merasa cemburu karena waktunya akan terbagi.

"Lo masih mikirin Windy?" tanya Ojie. "Sampe kapan lo ngelepas cewek yang lo sayang cuma gara-gara nggak mau ngebagi waktu lo buat Windy?"

Arda belum menjawab, ia masih diam dengan pikiran yang berkecamuk. Ucapan Ojie ada benarnya, sampai kapan ia harus melepas cintanya demi Windy?

"Lagian Raina sama Windy, 'kan, temenan. Nggak mungkin lah Windy marah ke elo. Justru dia bakal dukung hubungan elo." Jelas Ojie. Ia tahu betul bagaimana sifat temannya ini, demi Windy ia akan merelakan apapun asal windy tetap bersamanya.

Arda menoleh, ia diam cukup lama untuk membenarkan penuturan Ojie. Jika yang ia dekati adalah orang yang tidak Windy kenal, gadis itu mungkin akan tidak suka. Tetapi tidak mungkin jika Windy tidak menyukai hubungannya dengan Raina.

Cowok itu mengangguk setelah memutuskan akan mengungkapkan perasaannya pada Raina, gadis cantik berambut panjang yang membuatnya jatuh cinta setiap harinya.

"Lo bener," ucap Arda setelah mengangguk.

"Lo bener," ucap Arda setelah mengangguk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rain, Wind and Mine  (SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now