16 | Luka bermula

690 38 5
                                    


"Gue nggak ngerti, ya, kenapa lo lagi-lagi bikin gue dihukum!" decak Windy saat baru saja keluar dari ruang BK. Di sebelahnya Evan berusaha menyamakan langkah dengan Windy, dan di belakangnya ada Vano, Kevin dan Angga yang juga baru keluar dari ruangan itu.

Sejak mereka ditemukan dikantin dan beberapa ditemukan di belakang kelas, siswa-sisiwi itu sudah pasti mendapatkan konsekuensi dari perbuatan mereka.

Tadi, beberapa menit yang lalu, mereka diberi pilihan oleh Bu Helmi dan Bu Ros. Pertama, membersihkan sekolah setiap pagi sampai istirahat dalam waktu satu minggu. Kedua, Surat panggilan orang tua.

Dan tentu mereka memilih opsi pertama dengan alasan aneh yang hadir dari mereka. Termasuk Windy, yang seharusnya tidak mendapatkan hukuman seberat itu.

"Lo kenapasih bikin gue kesel mulu?" Kening Windy berkerut kesal. Entah berapa kali lagi Evan harus membuatnya dihukum karena ulahnya.

Tidak hanya sekali dua kali, kelakuan Evan ini bahkan sudah lebih dari lima kali yang membuat namanya juga ikut menghiasi buku kasus sekolah.

Dua minggu bukan waktu yang sebentar menurut Windy. Ini adalah hukuman terberat yang pernah dia alami seumur hidupnya.

"Gue capek tau nggak dihukum mulu!" Windy masih mengoceh, sejak tadi pandangannya masih saja mengarah ke depan tanpa berniat melihat Evan di sebelahnya meskilangkah mereka beriringan.

"Berisik Wind!" serkah Kevin di belakangnya.

"Iya Wind, ngomel mulu," tambah Angga.

"Lagian nih, ya, kalo murid yang nggak pernah dihukum di sekolah, masa sekolahnya suram banget tau, nggak," kata Kevin yang membuat Evan berdecak kearahnya. Sementara Vano hanya mendengarkan ucapan mereka sedangkan matanya berkutat pada ponsel yang dipegangnya.

Kevin terdiam kemudian melihat Vano. "Main hape mulu, kesandung baru tau lo." Katanya tanpa mendapat respon apa-apa dari Vano.

"Gue anter lo pulang, ya, hari ini," Evan berucap ke arah Windy yang membuat perempuan itu langsung menoleh padanya sesaat kemudian mengabaikannya.

Windy memikirkan tawaran Evan, jika dia menyetujuinya bagaimana dengan Arda. Windy penepuk keningnya pelan saat teringat bahwa Arda adalah salah satu dari daftar orang-orang yang harus dia jauhi saat ini.

"Sebagai permintaan maaf gue," jedanya sebentar, "gue juga rela kok jadi ojek lo selama seminggu."

Tak ada suara dari Windy.

Sebenarnya Windy yang harus meminta maaf kepada Evan dia seharusnya berterimaksih kepada laki-laki itu karena hukuman ini akan membuatnya sedikit demi sedikit mulai jarang menjumpai Raina sampai akhirnya benar-benar jauh.

"Lo nggak mau, ya?" Suara Evan terdengar kecewa.

"Mau kok!" seru Windy tanpa sadar.

Sebuah tawaan terdengar di belakang mereka. "Antusias banget lo Wind," Suara Vano kini mengakhiri tawanya sendiri.

"Lo bisa diem nggak? Bidadari di sebelah gue ini bisa jadi makin badmood gara-gara lo!" Ucapan Evan kini menciptakan getaran singkat dihati Windy.

"Bidadari syurga kale!" kata Angga, kemudian tawanya dan kedua temannya yang lain menggema di koridor.

"Wind," panggil Evan saat Windy baru saja ingin mendahuluinya karena mereka sudah berada di depan kelas XII IPA 2. Windy berhenti kemudian berbalik melihat Evan.

"Kita duluan kuy, biarin Evan disini sama bidadarinya," ucap Vano yang kemudian melewati mereka diikuti oleh Kevin dan Angga yang juga melakukan hal yang sama. Kevin sempat melambaikan tangannya kearah Evan sebentar.

Sementara Angga, mengucapkan kalimat tanpa suara 'semoga sukses' yang diakhiri dengan memberi sebuah jempol pada Evan.

Evan hanya membalasnya dengan anggukan sekilas. Kemudian pandangannya kembali pada perempuan berambut sebahu didepannya. "Lo punya Whatsapp?"

"Punya, emang kenapa?"

"Gue minta boleh?" pinta Evan sambil menyodorkan ponsel miliknya.

Tangan Windy langsung mengambil benda itu kemudian mengetikkan nomornya di sana dengan nama 'Windy cantik'. Windy sering melakukan ini pada siapapun yang ingin meminta nomor whatsapp-nya juga pada ketiga sahabatnya.

Namun tanpa dia sadar dia melakukan itu pada Evan, pada orang yang selalu membuatnya kesal.

Windy mengembalikkan ponsel Evan kemdudian membalik tubuh untuk masuk ke kelas tanpa pamit pada Evan.

Evan sedikit tertawa melihat nama yang tertera disana.

~®w~

Hari ini adalah hari pertama latihan pramuka untuk lomba yang diadakan enam minggu mendatang di salah satu sekolah fevorite. Windy juga sibuk melatih kepandaiannya dalam baris-berbaris bersama kelompoknya yang lain.

Mentari cukup ceria siang ini yang membuat para anggota pramuka yang latihan dilapangan menyucurkan keringat. Namun, teriknya mentari itu takkan membuat semangat mereka memudar.

Dalam latihannya sesekali Mata Windy sesekali melirik keakraban Rai dan Raina yang sedang latihan di pinggir lapangan dengan buku-buku pramuka di hadapan mereka. Sebenarnya tak ada yang harus dicemburui oleh Windy saat itu. Di sana mereka benar-benar belajar untuk lomba tingkat kota ini.

"Windy!" seruan itu terdengar dari kak Ari yang memperhatikan mereka latihan di lapangan.

Sadar namanya dipanggil Windy kembali memfokuskan pikirannya pada latihannya. Sementara disana Rai melihat Windy saat namanya disebut oleh kak Ari, senyum sekilas hadir disana, dibibir Nata dengan tulus.

Matanya kembali berfokus pada buku saat Raina menyenggol tangannya menanyakan tentang pertanyaan yang tertera pada berkas-berkas soal tahun-tahun lalu yang mereka cari beberapa hari lalu.

Raina yang berada di sebelahnya sibuk menghapalkan beberapa materi yang memang dia belum hapal sebelumnya. Dia membaca soal dan jawaban berulang klai hingga diabenar-benar menghapal itu. "Siapa bapak pandu dunia, Sir Robert Stephenson Smyth Baden Powellof Gilwell."

Matanya melirik buku lagi dan membacanya tanpa suara kemudian berusaha menghapalnya. "Sebutan pramuka di Singapura, The Singapore scout association. Sebutan pramuka di Filipina, kapatiran scouting Filipinas. Sebutan pramuka di malaysia," Raina menjeda berusaha mengingat jawaban yang tadi dia hapal . "Persatuan pe-"

"Persatuan pengakap Malaysia," potong Rai.

"Ohiya," Raina terkekeh diakhir kalimatnya.

"Nanti mampir ke rumah gue yuk," ajak Rai. "Nyokap gue minta lo ke rumah."

Raina menoleh sebelum alisnya menyatu karena bingung. "Nyokap lo nyuruh gue ke rumah?"

Cowok itu mengangguk. "Kemarin, nyokap liat profil lo. Terus nyokap nanya lo siapa gue." Rai menjeda ucapannya. "Terus minta elo ke rumah."

Mata Raina melebar saat kata itu berakhir di sana. "Lo serius?" Ekspresi senang terlihat jelas di sana.

Rai tertawa sebentar saat melihat Ekspresi itu. "Iya Raina," katanya, kemudian tengannya bergerak ke kepala Raina kemudian mengacak rambut Raina sebentar. Senyum Hadir diantara mereka berdua.

Di seberang mereka, di koridor sekolah Windy menatap mereka tanpa ekspresi, dengan botol air mineral ditangannya tanpa berniat meminumnya lagi. Dia melempar botol itu yang tepat masuk kedalam tempat sampah kemudian beranjak dari tempat itu.

'Kenapa lo setega itu Rain?' gumamnya dalam hati.

Rain, Wind and Mine  (SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now