6 | Cerita di dalam mobil

1.2K 121 61
                                    

Windy melangkahkan kakinya lebar saat berjalan menuju parkiran. Hari ini Raina tidak ikut dengannya dengan alasan pulang bersama temannya. Awalnya Windy sedikit ragu karena yang ia tau Raina tidak begitu dekat dengan teman-temannya yang lain.

Berbeda dengan Raina yang tidak memiliki begitu banyak teman, Windy justru sebaliknya. Ia memiliki teman hampir di setiap kelas, tetapi ia hanya berteman dengan Raina, Acha, Debby dan Arda karena merekalah yang paling mengerti siapa dirinya.

Arda menoleh saat pintu mobil terbuka. Matanya mencari-cari seseorang yang biasa ikut pulang dengannya. "Raina mana?" tanya Arda saat baru saja Windy baru saja duduk.

"Masih di kelas." Windy membuka kancing tasnya lalu mengeluarkan ponsel yang sejak tadi pagi belum ada dibukanya.

"Pulang sama siapa?"

"Tadi gue disuruh pulang duluan katanya dia sama temennya," jawabnya tanpa menoleh ke arah Arda.

"Temen?" tanya Arda penasaran. "Cewek atau cowok?"

Windy menghela nafas. "Ar, mau cewek atau cowok, biarin aja kali. Kasian gue liat Raina yang nggak punya temen selain gue."

Arda tidak menjawab, ia memilih menjalankan mobilnya kemudian melesat meninggalkan parkiran sekolah.

Windy masih sibuk dengan ponselnya membaca pesan yang teman-temannya lalu membalasnya singkat. Kemudian mencari-cari nama Raina untuk mengirimkan pesan. Sebenarnya Windy sering mengajak Raina ke tempat itu kalau dia merasa bosan dirumah. Dia mulai mengetikkan kata-kata saat sudah menemukan nama Raina.

Windya F:

Nyokap kmrn kerumah.
Rain nanti sore ke dermaga ya temenin gue,ada yang mau gue ceritain

~®w~

Bel pulang sudah berbunyi lima menit yang lalu tapi Raina masih berkutat di bangku koridor depan kelasnya. Sesekali dia melirik kelas cowok itu yang tadi mengajaknya pulang, tetapi tak ada yang keluar dari kelas itu. Mungkin tidak ada lagi orang di dalamnya. Raina melirik jam tangannya kemudian berujar, "mungkin Rai lupa."

"Raina?" panggil cowok di depannya tepat setelah gadis itu memutar badannya.

"Huh! kirain siapa," kata Raina kemudian. "Kok lo tiba-tiba di sini?" Raina sedikit mengangkat wajahnya ketika berbicara dengan Rai, karena memang cowok itu lebih tinggi darinya.

"Iya. Tadi gue ke ruang guru, di panggil sama Pak Ismadi," ujarnya. "Gue kelamaan?"

Raina tersenyum simpul. "Enggak, kok." tangannya mengambil ponsel di saku kemejanya yang baru saja bergetar. Matanya bergerak membaca setiap kata yang dikirimkan Windy.

Rainakia R

Yaudah, gue kermh lo atau lgsg ke dermaga?

Raina yang tadi berfokus pada ponselnya kini mendongak menatap pemilik mata berwarna coklat itu ketika tangannya menarik pergelangan tangan Raina.

Kedua remaja itu berjalan beriringan ke arah parkiran. Hening, tak ada percakapan di antara keduanya. Mungkin ada rasa canggung karena memang keduanya dari saja saling kenal kemarin. Raina memerhatikan ponselnya yang baru saja bergetar, ternyata itu pesan dari Windy.

Windya F

Tunggu di dermaga aja

Setelah membaca pesan itu tanganya mengetikkan balasan untuk Windy.

oke.

jam berapa gue ksna?

Jam 5 aja, biar nanti kita nggak terlalu lama nunggu sunset.

kenapa sih lo suka banget liat senja.

gue nggak suka Senja Raina sayang, gue kan suka angin.

Masa lo lupa sih sama sahabat lo sendiri :(

sakit hati ni gua

Gue inget kok.

Gue pikir karna lo kadang ke dermaga buat liat senja itu berarti lo suka senja.

Yaelah wind gitu doang sakit hati.

Emang lo punya hati?

Ya enggak lah

Raina terkekeh pelan membaca percakapan mereka. Windy memang selalu berisik setiap saat, terutama pada sahabatnya. Windy suka berteriak di telinga Raina saat mereka menonton film horror, Windy suka memeluk tubuh Raina setiap pagi, apalagi saat barisan upacara belum dimulai. Tetapi Raina tidak pernah mengeluh dengan perangai sahabatnya yang satu itu. Sifatnya unik, dia tomboy tapi centil, dia tomboy tapi berisik. Raina begitu menyayangi Windy layaknya seorang saudara.

"Seru banget kayaknya, chattingan sama siapa emang?" tanya Rai saat mereka baru saja sampai di parkiran.

"Sama Windy," jawabnya lalu meletakkan ponselnya kembali ke dalam saku.

Rai mengangguk singkat sebelum membukakan pintu mobil dan memrintahkan gadis itu untuk masuk.

Setelah ikut masuk ke dalam mobil, ia menoleh. "Rumah lo dimana?"

"Jalan aja, nanti gue arahin," balas gadis berambut ikal itu.

Mobil yang mereka kendarai berjalan pelan keluar dari area sekolah, matanya mengarah ke luar jendela memerhatikan bangunan-bangunan dan setiap sisi jalan. Bukan tanpa sebab dia sekarang memperhatikan jalanan yang biasanya tidak pernah dia perhatikan, itu sebenarnya karena dia merasa canggung dengan Nata yang berada di sebelahnya.

"Lo sahabatan sama Windy?" Ucapan Rai membuat Raina sontak menoleh ke arahnya. Pandangan cowok itu masih lurus ke depan memerhatikan setiap jalan yang mereka lewati dengan fokus menyetir.

"Iya, emang kenapa? Lo kenal Windy?" Raina mengernyitkan dahi, kenapa bisa laki-laki di sebelahnya ini bisa mengenal sahabatnya, Windy? Sejauh ini dia tidak pernah melihat Windy bersamaan atau bertemu dengan Rai.

"Sejak kapan?" Tentu ini bukan jawaban. Dua kata itu hanya pertanyaan untuk mengalihkan pembicaraan.

"Dulu waktu gue kecil, gue tetanggaan sama dia," Raina memutar memorinya mengingat persahabatan yang terjalin entah mulai kapan." Terus pas gue kelas tiga SD gue pindah rumah. Tapi kita ketemu Lagi pas SMP. Ya ... sampai sekarang masih sahabatan," jelasnya panjang lebar.

"Kok gue nggak pernah ketemu sama lo, ya?" Wajahnya masih saja datar saat mengucapkan kata itu. Walaupun dia tau, itu akan membuatnya membongkar semua yang dia rahasiakan.

"Hah?" Kening perempuan itu berkerut samar. "Ya iyalah kita, 'kan baru kenal."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rain, Wind and Mine  (SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now