Prolog

860 46 1
                                    

———

Bau obat-obatan menguasai indra penciuman gadis itu. Bunyi alat pendeteksi jantung terus memenuhi ruangan bercat putih itu. Sebuah ranjang dikuasai sesosok manusia pengejar asa. Namun masih memejamkan mata dengan selang infus di lengan kanannya.

Seorang gadis itu duduk di kursi sebelah ranjang. Namanya Bulan. Menurutnya, namanya sangat berhubungan dengan hidupnya. Ia suka malam, terutama langitnya. Ia suka bintang, juga bulan. Menurutnya, malam itu indah. Ia bisa bebas mengekspresikan diri di malam hari, bersama secarik kertas gambar dan pensil. Atau dengan sebuah gitar.

Hari itu, Bulan di sana, di ruangan yang hanya ada ia dan kakaknya yang belum juga membuka mata. Ia memangku gitarnya, menyanyikan sebuah lagu yang sangat ia suka. Tentu saja untuk kakaknya.

Bulan memetik senar gitarnya pelan-pelan. Kemudian menyanyikan lagu tersebut dengan suara merdu. Suaranya beradu dengan suara alat-alat yang ada di ruangan tersebut. Namun tetap tidak mengubah suara indahnya.

Ia menghentikan nyanyiannya karena suara pintu yang terbuka. Ia menoleh ke arah pintu. Bunda.

"Bunda," panggil Bulan pelan. Bunda hanya tersenyum kemudian masuk ke dalam.

Tubuh kakak Bulan yang ada di kasur bergerak. Namun gerakannya seperti orang yang sesak napas. Bulan meletakkan gitarnya di lantai.

"Kak, kak, kakak kenapa?"

Sementara bundanya hanya diam. Tak lama setelahnya, tubuh itu kembali diam dan alat pendeteksi jantung menampilkan gambar garis lurus.

"Bun, ini ... ini nggak mungkin, kan?" tanya Bulan dengan tatapan tak percaya.

Bunda dan Bulan langsung memanggil dokter. Setelah dokter memeriksa keadaan kakak Bulan, dokter itu menggeleng lemah. Mata Bulan mulai berkaca-kaca.

"Kak. Nggak. Nggak mungkin."

Bulan mengguncang tubuh kakaknya dengan keras dan dengan tangisan yang tidak bisa ia tahan lagi.

"Kak, bangun, Kak! Bangun! Jangan tinggalin Bulan. Ayah sudah pergi, kenapa kakak juga ikut? Kakak jahat!!" Bulan terisak. Air matanya sudah membasahi pipinya.

"Bun, kenapa kakak ikut ayah? Bun, Bulan nggak mau kakak pergi."

Bunda hanya tersenyum dan mengusap kepala Bulan. "Bunda nggak akan ninggalin Bulan. Bunda janji. Sebelum Bulan pergi, bunda nggak akan pergi."

"Janji, ya, Bun?"
"Iya."

———

Malam & Siang; Perbedaan yang MenyempurnakanWhere stories live. Discover now