Bab 27

19.4K 1.1K 0
                                    

"Sejak kapan?"

Kezia tersentak kaget saat mendengar suara tak asing namun dingin di telinganya. Kezia segera berbalik dan menatap Dhea di ambang pintu.

Astaghfirullah, sejak kapan Dhea disitu? Tumben Dhea datang pagi. Bagaimana ini, Kezia tak ingin Dhea tau bahwa kondisi mejanya selama seminggu terakhir selalu berantakan. Dengan susu dan kelopak mawar yang berserakan. Juga tempelan kertas hinaan itu.

"Siapa, Zi?"

Kezia tetap terdiam. Dhea terlihat dua kali lebih menyeramkan di banding Dhea si cerewet yang Kezia kenal.

"Baru hari ini, Dhe. Orang iseng paling." jawab Kezia, berusaha mengalihkan perhatian Dhea.

Kelas masih sangat sepi. Yang ada di ruang kelas Kezia kini hanya Kezia dan Dhea. Mengingat jam masih menunjukkan pukul setengah enam.

Dhea berjalan mendekat menuju mejanya dan Kezia. Mata Dhea langsung membaca tempelan kertas itu.

Bitch!

Gak punya malu!

Masih berani lo disini, jablay?

Gue udah bilang bukan, bakal bikin hidup lo tersiksa?

Gimana rasanya?

Pergi lo!

Dhea menatap dengan pandangan datar. Kemudian menghela nafas. Tangannya ikut membantu Kezia membersihkan meja mereka.

"Jangan bohongin gue lagi, Zi. Kemaren gua sempet liat lo ngambil semua kertas ini. Gue kira lo piket. Karena emang hari itu jadwal lo piket. Makanya gue diem."

Dhea berjalan ke pintu kelas, membuang semua kertas berisi kata hinaan itu. Kemudian mengambil alat pel dan sapu. Dhea memberikan alat pel pada Kezia.

Kezia mengepel tumpahan susu itu, sementara Dhea menyapu kelopak Mawar.

"Kemaren, gue masih di sekolah sampe sore. Nemenin Reza yang latihan basket. Dan di parkiran, gue liat lo. Rencananya pengen gue samperin dengan izin ke toilet gue bilang ke Reza. Tapi pas gue deket sama lo. Gue denger semua omongan lo sama Resa dan Nahdah." Dhea menghela nafasnya sebentar. Kepalanya tertunduk, masih sibuk menyapu kelopak mawar itu.

"Sayangnya, gue nggak sempet dengar siapa orang yang ngelakuin ini semua sama lo." Suara Dhea semakin mengecil di akhir kalimat.

"Lo anggep gue apa selama ini, Zi? Orang asing? Gue udah berusaha mengerti lo, gue gak pernah maksa lo buat cerita masalah lo. Kenapa? Karena gue hargain keputusan lo buat gak cerita sama gue. Tapi rasanya sakit, Zi. Saat tahu, orang yang gue sayang, orang yang gue anggep sahabat. Ternyata nutupin sesuatu dengan alibi 'gak mau gue kesusahan!'"

"Jujur, Zi. Gue lebih suka susah sama-sama. Di banding gue seneng tapi lo susah." Dhea mendongakkan kepalanya. Kezia terkejut. Dhea menangis!

"Gue merasa, gue sahabat yang gak berguna, Zi. Di saat orang itu ngelabrak lo, gue gak ada. Gue gak tau. Yang gue tahu, lo pasti sakit saat di labrak itu."

Kezia melepas alat pel yang di pegangnya, kemudian memeluk Dhea. Tangis Kezia ikut pecah. Bagaimana bisa dia mengabaikan orang yang sangat menyayanginya?

Memang semenjak kepergian Ayah dan Bundanya, Kezia menutup diri tentang kisah kehidupannya. Ditambah dengan kepergian Kahfi beberapa bulan lalu, membuat Kezia semakin menutup diri. Kezia hanya tak ingin menunjukkan sisi lemahnya di hadapan orang lain. Itulah sifat Kezia.

"Gue tau, Zi. Lo selalu ceria, buat nutupin semua kesedihan lo. Tapi, semua orang punya titik lemah masing-masing." Dhea melepaskan pelukannya, matanya menatap Kezia dengan senyum tulus. Jarinya bergerak mengusap air mata Kezia. "Please, jangan nutup diri lagi ke gue. Lo bebas buat cerita apapun ke gue. Jangan sok kuat lagi di depan gue, cewek lemah." Dhea tertawa di akhir kalimatnya.

Alando (Tahap Revisi)Where stories live. Discover now